Si tampan berkepala karung itu merasa terkucilkan ketika sampai pada kediaman Nana Rambutane. Rumah itu lebih tepat disebut mansion sebab megah dan indah, gaya khas para bangsawan. Halaman depan rumah pun cukup luas dengan aneka tanaman hias yang tertata rapi.
"Apa yang kau tunggu wahai temanku, Natura?" tanya Nana sambil turun dari kuda.
Natura hanya tersenyum canggung, tidak berani melangkahkan kaki masuk ke gerbang mansion.
"Tuan Putri Nana Rambutane, aku tidak perlu masuk ke rumahmu. Aku memiliki kepentingan lain yang sangat mendesak. Jadi mohon maaf jika menolak tawaranmu."
"Tapi uang pembayaran ada di tangan kepala penjaga rumah ini. Jadi, kau harus masuk ke rumahku terlebih dahulu."
Walau mengiyakan, namun nyatanya Natura bahkan tidak mau masuk lebih dari satu langkah ke dalam hunian mewah tersebut.
"Masuklah wahai temanku. Kita minum teh sebentar sambil berbincang-bincang." ucap Nana Rambutane dengan ramah.
Natura lalu duduk bersimpuh dengan meletakkan armour besar di depannya. "Mohon ampunilah aku. Aku tidak ingin mati. Aku memiliki orang yang akan marah jika aku sampai mati."
"Kau bersedih karena menyangka jika aku bengis?" tanya Nana sabil jongkok memandang Natura.
"Mohon mengertilah, aku tidak pernah berkunjung ke rumah seorang gadis. Ini sungguh lebih mengerikan daripada yang aku perkirakan. Mohon kita selesaikan transaksi jual beli ini secepatnya. Atau mohon maaf jika aku harus pergi dari sini."
Seorang pria berpenampilan rapi menghampiri mereka berdua yang masih saja berdiam di tengah pintu. Dia adalah kepala manajemen rumah. "Ehm ... Nona Nana, apa yang sedang engkau lakukan? Apa kau membuat pemuda itu menangis?"
"Pak kepala. Dia adalah temanku bernama Natura. Aku ingin membeli armour miliknya. Apakah aku boleh membelinya?"
"Baiklah akan aku periksa terlebih dahulu level dan harganya." Pria rapi itu mendekat dan melihat armour menggunakan koin transparan, hampir seperti milik Natura namun dengan level di atasnya. Didapatinya bahwa level armor yang Natura bawa berada di kisaran angka 100. Namun sayangnya, atribut pada armor tersebut tak ada bedanya dengan armor level 10. Tentu hal itu membuatnya enggan untuk membeli dengan harga asli.
Si tampan berkepala karung terlihat putus asa. Apalagi Ortuna tiba-tiba berbicara hanya untuk mengejeknya. "Apakah kau tidak bisa berbahasa inggris?"
"Diamlah, aku sedang meratapi hal itu."
"Semua 'kekuatan serang' senjata, maupun 'pertahanan' armour yang kau pakai akan terserap 90% oleh tubuh dan dikonversi menjadi kekuatan pasif lain yang tidak terdeskripsi. Sedangkan atribut lainnya akan hilang kecuali elemen senjata. Apakah sekarang kau sudah paham?"
"Ya, sekarang aku paham."
Di lain sisi, Nana sedang berdebat dengan Kepala rumah. Mereka membahas tentang harga armor yang mencapai 2S atau dua koin sedang. Meski demikian, namun akhirnya Nana memenangkan debat itu dan sang kepala mengiyakan akan membeli dengan harga asli.
Pria rapi itu lalu memberikan dua keping koin sedang kepada Natura. Tentu si kepala karung menjadi bahagia sebab dia kini bisa membeli satu 'item sempurna' atau bisa juga disebut 'item level 3'.
Natura ingat dengan hadiah lain dari monster batu berkristal, berharap seorang putri di hadapannya mau membeli ketika disodorkan. Batu kristal bercahaya itu membuat Nana memegangnya dengan begitu gugup. Batu itu memiliki arti romantis. Bahkan digunakan sebagai perhiasan untuk melamar seseorang. "Na-Natura, kita baru saja bertemu. Setidaknya beri aku waktu untuk memperkenalkanmu kepada ayah lewat lisan terlebih dahulu. Kau sungguh sangat berani melamarku di rumah ini. Mohon beri waktu untuk mencari alasan untuk Rita. Rita pasti akan memarahimu juga sebab dia tak tahu siapa dirimu."
Natura tersenyum Indah menatap Nana Rambutane tanpa peduli apa yang gadis cantik itu katakan. "Jadi berapa harga kristal bercahaya, nona Nana? Sungguh kristal ini terlalu membingungkan. Dia satu-satunya benda yang memiliki rentang harga dari 0 sampai 10 koin sedang. Karena sebab itu aku tidak berani menetapkan harga."
Nana langsung menampar wajah Natura hingga terpelanting keluar dari halaman rumah. Bahkan Natura sampai tersungkur di jalan.
"Akan aku bayar batu bodoh ini seharga 5 koin sedang!" bentak Nana yang berdiri tegas dan terlihat marah walau membendung air mata.
"Tuan Putri Nana, sungguh aku minta maaf jika aku salah kata! Sungguh aku tidak mengerti letak kesalahanku!"
Puluhan karung segenggaman tangan berisi koin melesat dengan cepat dan menghantam wajah Natura. Karena merasa bersalah, dia tetap duduk tanpa menghindari serangan itu. "Mohon maafkan aku! Sungguh aku tidak berniat menyakiti hati tuan putri yang sangat aku hormati. Sungguh aku tidak tahu makna dari bola bercahaya yang aku jual itu!"
Satu karung cukup besar menghantam kepala hingga Natura terbaring dengan bar darah tinggal 20%.
Nana Rambutane berhenti menyerang dan langsung menutup pintu rumah itu rapat-rapat.
Sang kepala rumah memandang Nana Rambutane yang menaiki tangga sambil mengusap ari mata walau wajahnya menampakkan senyuman. "Setengah harga? Sungguh Nona Nana menerima batu kristal indah dari pemuda seperti itu? Sungguh pemuda yang sangat beruntung .... Cih, sekolot apa pemuda itu hingga tak tahu arti dari benda yang dia perlihatkan pada Nona Nana? Dasar kepala karung!"
Sementara itu, Natura masih berbaring dan memandang langit cerah sembari untuk menunggu regenerasi darahnya dapat mengisi 80% bar darahnya yang telah hilang.
Pria berambut merah yang tadi ada di rumah makan datang menghampiri Natura. "Aku tidak tahu jalan pikiran orang sepertimu. Kau bahkan sekarat karena tertimpa hartamu sendiri."
"Tuan, mohon beritahu aku mengapa tuan putri kita marah saat aku menjual batu kristal bercahaya warna-warni kepadanya?"
"Apa kau menyodorkan kristal bercahaya indah itu kepada Nona Nana Rambutane sebelum mengatakan bahwa kau akan menjualnya?"
Natura mengangguk walau tak tahu apa yang ingin pria itu sampaikan.
"Berapa uang yang engkau dapatkan atas penjualan kristal bercahaya itu?"
"5 koin sedang. Tuan putri kita tiba-tiba marah kepadaku hingga aku menjadi seperti ini."
Pria berambut merah itu tertawa keras hingga orang-orang yang berlalu lalang semakin memperhatikan dirinya. "Dengarkan pengumumanku wahai para penduduk desa! Seorang pemuda bernama Natural Higenis Bis telah mendapatkan 5 koin sedang dari tuan putri Nana Rambutane atas perundingan urusan pribadi menggunakan bola batu kristar bercahaya warna-warni dari hadiah monster batu berkristal yang dia bunuh!"
Semua orang pun mengeluarkan koin transparan milik masing-masing dan digunakan layaknya kaca mata untuk memandang karung-karung yang berada di dekat Natura. Dari pandangan mereka muncul angka-angka dan tergabung menjadi tulisan "5S."
Pria berambut merah itu pun tertawa dan membantu Natura duduk. "Simpanlah koin-koin berharga ini. Aku bingung mengapa nona Nana melempar karung-karung ini kepadamu hingga kau babak-belur. Namun yang jelas ... dia tak marah kepadamu. Kau hanya perlu meminta maaf dan meluruskan kesalahpahaman yang terjadi antara kalian berdua. Kau harus peka pada perasaan gadis yang sedang diterjang tsunami kebahagiaan."
Natura pun menyimpan semua koin lalu pergi dari sana. Dia melihat Nana Rambutane menatapnya dari balik jendela kamar di lantai atas mansion sambil tersenyum. Gadis itu bahkan melambaikan tangan dan memperlihatkan batu kristal bercahaya warna-warni.
Natura pun membalas senyum sambil berlalu. "Sungguh aku tidak tahu apa yang terjadi .... Oi Ortuna, apa yang sebenarnya terjadi pada dunia ini? Mengapa semuanya begitu membingungkan?" batin Natura.
"Hi hi hi hi ... Ada sebuah kisah yang tersebar di kalangan masyarakat dunia ini bahwa jika seorang lelaki menyodorkan batu kristal bercahaya kepada seorang perempuan, maka perempuan yang menjadi pilihannya harus mengeluarkan uang untuk menebus batu kristal. Tebusan semakin mendekati setengah harga, maka menunjukkan betapa besar cinta perempuan kepada sang lelaki. Jika kau melamar lalu sang perempuan mengambil batu kristal tanpa memberikan koin, maka artinya cintamu telah ditolaknya. Apakah sekarang kau paham tentang hal sebaliknya?"
"Itu artinya aku harus berpindah tempat lagi, 'kan? Iya, 'kan Ortuna?"
"Padahal kau bisa menikah dengan seorang putri dan menjadikannya sebagai batu loncatan supaya lebih mudah keluar dari dunia ini."
"Tidak akan aku berpikir demikian. Aku pikir, Tasya akan membunuhku. Ortuna, di luar sana aku juga hidup berdampingan dengan gadis yang sulit aku pahami bernama Tasya. Dia terlihat marah ketika ada gadis lain mendekatiku. Sungguh Tasya sangat menakutkan."
"Ulala. Ternyata seorang sepertimu juga dapat memiliki perasaan peka."
"Tentu. Siapa saja pasti akan peka dengan rasa takut. Tasya benar-benar berani menampar pipi gadis lain dengan sangat keras tepat di hadapanku. Oi Ortuna, apakah ada kemungkinan orang yang tidak peka setelah melihat kejadian itu? Tentu orang itu sangat bodoh, 'kan?"
"Iya. Aku setuju jika Natura Higenis Bis adalah orang yang sungguh sangat-sangat luar biasa super duper bodoh tiada tara."
"Hah? Mengapa kau memakiku?"
"Itu karena kau keluar dari topik pembicaraan. Bye bye. Budu!" ejek Ortuna.
Kekesalan Natura akibat tak bisa mendebat tak hanya berhenti di situ. Saat kembali ke rumah pohon, dia harus menggandakan kesabaran sebab seekor monster burung berparuh pedang setinggi orang dewasa telah membuat sarang di dalam rumah pohonnya. "Sungguh aku harus mencari desa lain yang lebih normal daripada desa ini."
Natura pun berlari meninggalkan desa untuk mencari desa lain tanpa terpikirkan beban sedikitpun.
"Setidaknya aku harus mencari toko yang menjual 'item sempurna'. Di pedesaan seperti ini aku rasa tidak ada penjual 'item sempurna' sebab keselamatan si penjual dari para perampok tak mungkin terjamin. Aku butuh manfaat khusus suatu item yang dapat membuat kecepatan seranganku meningkat pesat. Aku akan mencari kota yang dekat dari sini." Dia terus berlari. Berharap tanya arah yang selalu dijawab Ortuna memang mengarahkannya pada tempat yang dikehendaki.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Machan
aduuh, nana rambutane🤣🤣🤣🤣
2022-09-14
0
Machan
gua masih ngakak mulu nih ma topeng karung🤣🤣🤣
astagfirullah
2022-09-14
1