Banyak orang-orang yang berkerumun mengelilingi penghalang kaca dengan wajah cemas.
"Tamat. Sungguh pemuda bertopeng karung itu kali ini akan tamat riwayat," gumam sepuh tua.
"Inilah alasan kami tidak dapat membantumu, nak. Seorang perampok biasanya memiliki kartu 'PVP' supaya tidak dapat dikeroyok oleh masa," gumam pria berambut merah.
Sang pria kekar yang kini diketahui sebagai seorang perampok tersenyum menyeringai. Dia langsung mencoba menyerang Natura dengan harapan dapat membunuhnya tanpa sengaja. Namun akibat badannya yang besar, dia tak dapat mengimbangi gerakan Natura yang lincah. Pria itu terkejut saat Natura dengan tatapan serius telah berada di depan mata.
Suara benturan logam terdengar berkali kali dengan sangat cepat. Natura segera mundur akibat bar darahnya berkurang ketika menyerang lawannya. Dia terbawa emosi hingga tak sadar menyerang menggunakan serangan berpenetrasi yang segelnya belum terbuka akibat level petualangannya masih terkunci sehingga justru melukai dirinya sendiri.
"Ha ha ha ha. Apakah kau baru saja memijat armourku? Sungguh otot-otot tubuhku menjadi terasa nyaman. Tangkap ini ... dan lakukan serangan cepat itu lagi," ucap pria kekar itu sambil melemparkan potion kepada Natura.
Meski kesal, namun Natura menangkap Potion itu. Dia berpikir, bukan saatnya untuk sombong sebab pertarungan ini juga dapat menghilangkan nyawanya.
Pria kekar itu bersandar pada pedang besarnya yang ditancapkan ke tanah. Dengan sombongnya, dia menggunakan batu telekomunikasi untuk berbicara dengan istrinya sambil mengamati batu kristal yang dirampasnya.
Natura pun memanfaatkan kesempatan itu tanpa peduli jika sang lawan terlihat meremehkan.
Suara benturan logam kembali terdengar berulang kali tanpa jeda. Natura kini mengandalkan serangan cepatnya dan tidak lagi menggunakan 'serangan penetrasi' yang justru dapat menyakiti dirinya sendiri.
"Ah, suara ini hanyalah bersumber dari tabib misterius yang dapat membuat tubuhku bugar kembali. Proses perawatannya sangat unik. Aku dihantam tongkat besi berkali-kali pada tubuhku namun hantaman itu sama sekali tidak sakit ... Ha ha ha ... Tentu aku tidak apa-apa walau mengalahkan monster batu yang ukurannya lebih besar daripada rumah kita," ucap pria kekar itu mengabari seseorang lewat batu telekomunikasi.
"Ortuna, aku butuh informasi darimu," batin si pengguna pedang besi pondasi sambil terus menyerang lawan dengan serangan cepatnya.
"Hai hai. Informasi apa yang ingin aku beritahukan kepadamu?" tanya Ortuna dengan suara imutnya.
"Apakah elemen api bisa tercipta dari pedang yang menjadi panas?"
Suara tawa indah Ortuna terdengar jelas di kepala si pengguna pedang besi pondasi itu. "Aku sepertinya tahu ke mana arah pertanyaanmu. Silahkan lakukan. Fitur itu telah tersedia sejak dunia ini dibuat. Berjuanglah!"
Natura tersenyum sinis sambil mengincar bagian armour pada ulu hati si perampok. Serangan tusukan yang bertubi-tubi kini dilancarkan hanya pada titik itu.
Pria kekar mulai resah karena merasakan dadanya mulai panas. Dengan entengnya dia mengatakan pada istrinya akan segera istirahat. Padahal tadi dia bilang belum saatnya istirahat. Wajahnya mulai mengeluarkan keringat akibat serangan Natura yang mulai berimbas. "Sudahkah puas kau menyerangku? Sekarang giliranku untuk menyerangmu. Istriku tidak sabar menungguku di rumah. Tentu, lebih lama melawanmu hanya akan membuang waktu istriku itu."
Para penonton tentu mencibir ucapan pria kekar itu karena berbanding terbalik dengan apa yang baru saja mereka dengar.
Sang perampok lalu menyerang Natura menggunakan pedang besarnya. Baik serangan vertikal, horizontal, maupun diagonal dilakukan pria itu namun lawan kecilnya dapat menghindari serangan kuat itu dengan gesit.
"Waktu milik istrimu sangat berharga? Yang benar saja. Sampai berganti musim pun seorang berlevel 40 sepertimu tidak akan mampu menyerangku." ucap Natura dengan senyum menyeringai.
"Super Dash!" teriak si perampok dengan gerakan menusuk ke depan dengan cepat dan hembusan angin tercipta dari serangan itu.
"Elemen angin? ... Ternyata kau adalah mangsa sempurna untukku," ujar Natura yang dapat dengan mudah menghindari serangan 'skill' milik lawannya.
"Super Lindu!" Pria kekar itu melompat sangat tinggi lalu melesat dengan sangat cepat hingga tanah yang diserang menjadi rusak dan membekaskan cekungan yang cukup luas.
"Kau sedang bermain-main denganku?" tanya Natura yang telah jongkok di pinggir kawah itu sambil tersenyum.
"Super Dash!"
Pria itu mulai ketakutan mengetahui lawannya dapat bergerak begitu cepat.
"Super Lesos!" Pria itu berputar-putar mengayunkan pedangnya hingga angin beliung mengombang-ambingkan rerumputan dan pohon yang terkurung di dalam pelindung kaca itu.
Lagi-lagi sang perampok dibuat terkejut sebab lawan kecilnya berlari mengitarinya, mengimbangi serangan yang sedang dia lancarkan. Lawan kecil itu tidak tersentuh pedangnya dan justru dengan leluasa berlari sambil menusuk armour pada bagian ulu hatinya hingga armournya terlihat memerah bagai bara.
Pria kekar sekarang menjadi berkeringat dan kewalahan melawan pemuda bertopeng karung akibat bar darahnya yang kini mulai berkurang sedikit demi sedikit karena rasa panas.
"Kurang ajar! Akan aku aktifkan 'kartu PVP' kepadamu terus-menerus supaya kau dapat merasakan sakitnya mati berulang kali!" bentak pria itu dengan napas yang mulai tidak teratur.
"Apa kau tidak sayang dengan waktu milik istrimu yang kini terbuang percuma?" tanya si pengguna pedang besi pondasi sambil tersenyum ramah sekaligus menghindar ataupun menyerang lawan bicaranya.
"Kau harus mati berulang kali karena telah membangunkan tuan Banteng Angin Ribut ini!"
"Ulala. Rupanya kau punya gelar seperti itu. Apakah kau dapat menyeruduk Si Buas Kelas Tinggi Alami ini?"
Pria bergelar Banteng Angin Ribut berhenti menyerang walau lawannya tetap menyerang armournya tanpa henti hingga armour seolah menyala, dan terasa sangat panas. Dia mengeluarkan botol kaca dan meminum cairan berwarna kuning. Dia juga mengeluarkan lagi benda berbentuk jam rantai dan dia tempelkan pada dadanya hingga hilang terserap tubuhnya, sebuah item yang dapat mengurangi waktu rehat sk¡ll dan ultimate. Tidak lupa dia juga meminum cairan berwarna hijau dalam botol supaya memulihkan bar darahnya yang terkuras. "Ha ha ha ha. Tamatlah riwayatmu wahai Si Buas Tingkat Rendah Alami!" Dia mengibaskan pedang besarnya hingga sang lawan terpaksa mengambil jarak.
"Super dash! Super Dash! Super Dash! Super Lesos! .... " Berulang kali nama 'skill' itu terdengar namun target si tuan pemilik 'skill' itu tampak bergerak lincah menghindarinya.
Gerakan Natura yang begitu lincah bahkan sampai belum pernah tersentuh oleh serangan lawan besarnya membuat siapapun yang menonton merasa kagum.
"Paman benar. Kepala Karung itu ternyata tidak boleh diremehkan. Dia pasti memanfaatkan dengan sangat baik peri yang menemani hidupnya. Sungguh era akan segera berganti jika dia menghendaki hal besar," tanggap pria berambut merah.
"Ya, lihat saja gerakannya. Dia memang berlevel nol. Bukan tipuan atau seorang Cheater."
Natura terus mempermainkan si Banteng Angin Ribut dan cara menghindari serudukan lawannya pun seperti seorang pawang banteng pada acara sirkus.
Lama-lama area duel tertutup kabut debu akibat hentakan kaki dua orang di dalamnya. Terlebih lagi, si Banteng Angin Ribut menghancurkan tanah sekitar dua menit sekali karena 'item' yang mempersingkat rehat 'ultimate-nya', Super Lindu.
Di saat pertunjukan itu berlangsung, seseorang melihat dua prajurit memacu kuda dan satu gadis cantik juga memacu kuda. Mereka bertiga menuju arah pertikaian.
"Putri Nana Rambutane datang! Harap menjaga sikap!" teriak pria berambut merah.
Seketika orang-orang di luar pelindung kaca menghadapkan badan pada tiga penunggang kuda itu.
"Selamat datang kembali wahai Tuan Putri Nana. Apa yang engkau lakukan di sini dengan hanya membawa dua orang pengawal, wahai engkau yang aku hormati?" tanya sepuh menyambut Nana Rambutane.
"Aku hanya ingin melihat teman baruku yang kemarin ada di desa ini," jawab si cantik jelita itu sambil tersenyum.
"Jika teman baru yang nona maksud adalah pemuda bernama Natural, maka dia sedang dalam kubah kaca ini. Dia sedang melawan seseorang yang begitu tangguh."
Nana terlihat memperhatikan area duel namun dia tidak dapat melihat apa yang dirinya kehendaki akibat kabut debu di dalamnya.
"Apakah temanku, Natura adalah pemuda yang nakal?"
"Tidak demikian wahai engkau yang kuhormati. Sesungguhnya teman nona sedang diganggu oleh pria yang kami duga sebagai perampok. Nona tidak perlu khawatir sebab perampok itu ternyata tidak memiliki kemampuan untuk menyentuh nak Natura."
Seketika penghalang kaca hilang, dan secara perlahan kerusakan tanah maupun kabut debu juga hilang. Semua kembali seperti semula.
Orang-orang terkejut ketika melihat perampok bangkit dari kematiannya dan bergegas mengambil armour, bola keristal bercahaya warna-warni, dan koin 1S. Tiga benda itu menembus tangan si perampok walau berulang kali hendak diambilnya. Itu adalah harga yang harus dibayar akibat kalah duel.
Si Banteng Angin Ribut lalu mengambil benda berbentuk 'resleting' dari saku, lalu dia guratkan pada udara di depannya hingga muncul seperti tempat lain dan terlihat seonggok rumah. Dia lalu melompat ke celah itu dan seketika hilang bersamaan dengan gerakan turunnya 'resleting'.
Natura terlihat gembira dan langsung memasukkan bola kristal dan koin emas yang berhasil dia rebut kembali. Tak lupa, Natura membawa armour yang ukurannya sangat besar dengan wajah penuh suka cita. "Aku jual armour besar ini dengan potongan harga 20% dari harga aslinya! Apakah ada yang mau?"
"Oi oi, apakah ada dari kalian yang melihat bagaimana pemuda bertopeng karung mengalahkan si perampok?" tanya pria berambut merah pada orang di sekelilingnya.
"Tidak. Aku melihat si perampok telah tergeletak begitu saja, sama seperti yang kau lihat," jawab orang lain.
Orang-orang pun mengajukan pertanyaan yang sama pada sesama namun tidak ada yang tahu bagaimana duel berakhir.
Pandangan mereka tertuju pada pemuda bertopeng karung yang seperti sedang dimabuk asmara terhadap armor berukuran besar yang kini menjadi miliknya.
"Haruskah kita bertanya pada orang seperti itu?" ucap pria berambut merah.
"Aku kurang yakin," jawab sepuh.
"Jika begitu, maka aku-lah yang akan bertanya padanya," sahut Tuan Putri itu.
"Mohon persiapkan diri anda atas jawaban yang mungkin tidak sesuai," ujar sepuh.
"Ehmm ... Wahai temanku Natura, bolehkah aku bertanya bagaimana caramu mengalahkan orang yang baru saja engkau lawan?" tanya Nana Rambutane dengan senyuman ramah.
"Tentu ... Seperti yang aku katakan tadi. Aku menjual armour mahal dan berlevel tinggi ini dengan potongan harga 20%. Apakah tuan putri yang sangat aku hormati hendak membeli barang daganganku?" tanya balik pemuda bertopeng karung dengan senyum seperti sedang terlena.
Semua orang menjadi canggung karena sikap Natura yang mungkin dapat menyinggung tuan putri. Jawaban semacam itulah yang mereka pikirkan jika nekat bertanya.
"Em ... Aku akan membeli dengan membayar harga asli armour itu. Mohon bawalah ke kediamanku yang ada di desa ini. Aku tidak membawa koin sebanyak harga armour itu. Apakah engkau bersedia, wahai Natura temanku?" ucap Nana Rambutane sambil tersenyum.
"Tentu aku berkenan melakukannya. Akan aku anggap 20% itu adalah pembayaran biaya antar armour ini sehingga engaku yang sangat aku hormati dapat membayar armour ini seperti harga asli."
"Kalau demikian naiklah pada kuda pengawalku."
"Mohon maaf, pertahanan tubuhku tidak mampu menahan sentuhan kuat dari kuda yang berlari kencang. Mohon abaikan aku sebab aku mampu berlari mengimbangi laju kecepatan rata-rata kuda."
"Baiklah, mari ikuti kami."
Natura pun memakai armour besar itu sebab kapasitas penyimpanan saku celananya tak dapat menampung. Senyum riang gembira tergambar jelas di wajahnya. Dia begitu gembira menyambut koin-koin dari hasil penjualan.
"Budu." Ortuna tiba-tiba bersuara dan terdengar kesal.
Kata itu diabaikan oleh Natura sepenuhnya. Tak mau lagi dia terpancing emosi karena ucapan Ortuna yang tak mengenakkan hati.
Ortuna tetap mencibir akan tindakan Natura yang dirasa keliru. Walau nyatanya dia juga tak mau memberitahu alasannya memaki Natura.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Machan
mata duitan ya si natuna ini😤🤣🤣
2022-09-14
1