Pagi telah tiba. Natura dari semalam tidur bersandar pada monster batu berkristal sebab dia tidak ingin monster langka itu kabur. Setelah matahari memperlihatkan jambulnya di ufuk timur, pemuda bertopeng karung itu pun terbangun. Dia langsung berlari dengan cepat untuk mandi di sungai.
Tak mau monster batu ditinggal sendiri, Natura pun melakukannya secepat mungkin.
"Hari ini aku harus berhasil membunuh monster batu ini." batin Natura duduk sambil memberi buah jambu untuk monster batu yang telah terbangun.
"Cih, mengapa aku harus menunggunya selesai makan terlebih dahulu, bila itu hanya membuang waktuku?" gumam Natura.
Si tampan bertopeng karung itu pun mengambil pedang dari saku celananya. Dia lalu menyerang lagi monster batu itu walau yang diserang tidak merasakan apa-apa dan hanya memedulikan makanannya.
Rumah makan di dekat Natura pun dibuka. Tanpa berpikir panjang Natura langsung memesan makanan di tempat itu, menghentikan sejenak aktifitas mencari keberuntungan yang terpangkas 70% itu.
Tidak seperti sebelumnya, orang-orang kini juga banyak yang memilih sarapan di rumah makan itu. Tentu tidak lain karena mereka ingin melihat sendiri pemuda yang dirumorkan memiliki kecepatan serang sangat tinggi dengan teknik khusus hingga tidak sedikitpun melukai monster batu berkristal incarannya.
Setelah menyantap sarapan, Natura pun kembali mencari keberuntungan yang hanya 0,3% itu.
Orang-orang di rumah makan itu pun takjub ketika melihat sendiri serangan dari pemuda bertopeng karung itu.
"Mungkin itu memang 'skill pasif' miliknya yang melekat pada 'serangan dasar'. Buktinya dia tidak pernah sama sekali menggunakan 'skill' ataupun 'ultimate-nya'," ucap pria berkepala plontos.
"Ya benar, dia memang dari kemarin tidak pernah menggunakan selain 'serangan dasar'," sahut pria berambut merah yang kemarin membuat rumor tentang kekuatan tersembunyi Natura. Padahal itu hanyalah prasangka supaya terlihat cerdas saja.
"Kalau sudah satu hari melakukan hal itu, mengapa pemuda itu masih terus mengulangi hal yang sama? Tidakkah itu terlalu berlebihan?" ucap sepuh yang juga mampir sarapan karena penasaran.
"Tidak begitu juga, paman. Pemuda kepala karung itu pasti memiliki alasan tersendiri tentang hal itu. Dia pasti telah memperhitungkan semuanya dengan matang-matang. Kemarin dia mengatur waktu paling lama tujuh hari untuk membunuh monster itu. Mungkin dia melakukan itu karena menunggu seseorang atau hal lain."
"Sungguh keteguhan hati yang patut ditakuti."
Saat mereka sedang memperbincangkan Natura, air dalam gelas yang ada di atas meja bergetar kecil.
"Akhirnya waktu yang aku tunggu datang juga. Aku kali ini pasti dapat melihat wajah putri tuan tanah yang begitu cantik jelita itu," gumam sepuh itu.
Orang-orang pun berdiri di pinggir jalan untuk sekedar melihat sosok yang telah mereka tunggu kedatangannya walau hanya sekedar lewat di desa itu. Ya, alasan lain mengapa mereka berkumpul di rumah makan yang ada di pinggir jalan utama.
Tidak lama setelah para penduduk desa menunggu, rombongan prajurit mengawal kereta kuda kencana mewah pun muncul. Mereka memperlambat laju perjalanan guna sang putri tuan tanah yang cantik jelita bergaun indah itu menyapa rakyatnya.
Putri itu tampak penasaran ketika tiba di ujung desa itu. Dia melihat satu orang yang tidak teralihkan pandangannya dan tetap menyerang monster batu yang kini sedang tertidur pulas.
"Dia? Dia tidak peduli akan kehadiranku? Sungguh ada orang yang seperti itu?" gumam putri itu sambil tersenyum.
"Nana, kau tidak boleh turun dari kereta ini. Urusan kita bukan hanya menyapa rakyat saja," ucap gadis yang duduk di samping putri itu.
"Mohon Rita untuk mengabulkan keinginan kecilku ini. Aku tidak akan menghabiskan waktu yang lama. Aku hanya ingin menyapa pemuda itu saja," ucap putri itu, Nana sambil menunjuk Natura.
"Baiklah."
Saat rombongan itu melaju lambat di dekatnya, Natura tampak masih fokus menyerang dan tidak terganggu lingkungan sekitarnya.
Pemimpin pengawal tampak geram akan sikap Natura yang dia anggap tidak sopan.
"Berhenti!" seru Pemimpin pengawal itu.
Natura masih saja menyerang monster batu sambil melamun. Dia menatap semut kecil yang tidak mati walau beberapa kali terkena serangannya. "Lingkungan game ini menjadi sangat rinci. Bahkan semut kecil pun telah hadir. Inikah pembaruan dunia hari ini?"
" .... Hey kau! Kepala karung! Cepat ke sini! Jangan buat aku membentakmu lebih keras dari ini!" seru pemimpin pengawal rombongan putri.
Natura baru tersadar ketika gadis kasir melemparinya menggunakan koin.
Seketika Natura langsung menyimpan pedangnya dan bergegas duduk bersimpuh di samping pemimpin pengawal rombongan itu.
"Apa kau tuli, bocah?" tanya pemimpin pengawal itu dengan sini.
"Mohon maafkan kesalahanku karena mengabaikan lingkungan sekitar," ucap pemuda bertopeng karung itu dengan kedua tangan di pangkuan dan membungkukkan badan.
Putri cantik itu berjalan ke arah Natura dengan senyum mengiringi setiap langkah kaki. "Siapakah namamu wahai pemuda pemberani?" ucapnya sambil jongkok dan tersenyum indah memandang Natura.
"Na-Natura. Natural Higenis Bis. Maafkan atas sikapku yang mengabaikan didikan orang tua wahai engkau yang bijaksana," ucap Natura sambil mengalihkan pandangan dari tatapan Nana yang tidak kunjung berhenti menatapnya.
Semua orang tampak ingin tertawa mendengar nama lengkap Natura namun mereka mencoba menahannya. Lirikan tajam Nana terus mengarah pada siapa saja yang hendak tertawa.
"Namaku Nana Rambutane, salam kenal. Semoga kita cepat berjumpa lagi." Nana lalu melepas satu jepit rambutnya yang berbentuk kupu-kupu putih lalu dijepitkan pada pojok kanan karung yang menyembunyikan wajah tampan Natura.
"Itu hadiah pertemanan kita." ucap Nana. "Bye bye, gadis cantik di sana tak ingin aku berlama-lama menghambat perjalanan," lanjutnya sambil menunjuk Rita.
"Nana, cepat! Tidak usah membuatku seolah bersalah. Aku tak 'kan merasa demikian."
"Baiklah nona Rita."
Putri cantik itu pun naik lagi ke kereta kencananya. Dia lalu melambaikan tangan pada Natura. "Kita harus berjumpa lagi wahai lelaki pemberani bernama Natura."
Rombongan itu pun memacu kuda mereka lebih cepat lagi sebab telah keluar dari desa.
Natura lalu mengambil apa yang dia dapatkan dari Nana Rambutane.
Senyum lebar menghiasi wajah Natura. Terlihat jelas jika pemuda bertopeng karung itu memiliki niatan untuk menjual hadiah itu.
"Sungguh benda ini terbuat dari berlian dan logam transparan. Dari wujutnya pun terlihat sangat indah. Ini pasti akan mahal jika dijual," batin Natura dengan mata berbinar-binar menatap jepit rambut itu.
Sebagian orang telah membubarkan diri, kembali melanjutkan aktifitas sebelumnya, sementara itu, beberapa orang memandang Natura penuh dengan amarah.
Si pengguna pedang besi pondasi itu berjalan begitu riang sambil menggenggam jepit rambut itu menuju ke arah gadis kasir rumah makan itu. Dia lalu meletakkan jepit rambut itu di atas meja kasir dan tersenyum pada gadis kasir yang dingin.
Gadis itu pun menyodorkan koin transparan dan hal itu membuat senyum Natura berubah menjadi canggung. Dia mengambil koin itu dan menggunakannya layaknya kaca pembesar untuk memeriksa jepit rambut tersebut.
"A!!!!" teriak Natura kaget tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Pengunjung rumah makan yang tadinya seakan ingin memukul Natura kini justru tertawa terbahak-bahak.
"Apa yang pemuda itu pikirkan tentang hadiah? Apakah dia tidak memiliki koin pemindai harga hingga seolah berani berbuat hal yang merendahkan seperti itu? Ha ha ha ha," ucap pria sepuh sambil tertawa.
"Jadi, apakah kau tetap ingin menjualnya kepadaku?" tanya sang gadis kasir.
Natura menjawab dengan tawa canggung.
Gadis itu lalu menjepitkan jepit rambut ke tempat semula lagi. "Koin pemindai itu untukmu saja. Aku masih ada penggantinya."
"Terimakasih." ucap Natura sambil membungkukkan badan.
Pemuda bertopeng karung itu berjalan keluar dengan rasa malu yang melekat erat di otaknya. "Sungguh aku baru sadar jika sistem pelit game Deep Dive ternyata masih saja ada sampai dunia ini. Jika player yang membeli jepit rambut seperti itu, pasti harganya sekitar 1 koin besar. Namun harga jual akan jauh berbeda apabila jepit rambut itu adalah pemberian orang lain. 100 koin kecil? Yang benar saja! Sungguh harga yang tidak sebanding dengan harga beli," batin Natura.
Demi melampiaskan rasa malu, si pengguna pedang besi pondasi pun melanjutkan aktifitas mencari 0,3% keberuntungannya.
Sampai biru lambang hari berubah menjadi berwarna jingga, si pengguna pedang besi pondasi baru tersadar akan waktu yang telah dia habiskan. Dia lalu bersandar pada monster batu dan berbagi roti yang ada di saku celananya. "Sial! Mengesalkan. Tak ada yang berubah hari ini kecuali hanya pengetahuan kecil semata yang harusnya aku ketahui seandainya Ortuna tak menyembunyikannya."
"Apa kau bilang?" tanya Ortuna yang tiba-tiba saja terdengar. "Kau harus tahu jika yang merahasiakan informasi Kyalowng adalah pihak lain. Aku hanya menyetujuinya saja."
"Ayolah, katakan siapa dia? Apa tujuannya menyiksaku seperti ini? Aku perlu penjelasan."
"Yang jelas dia marah karena kau bermain game sampai berhari-hari tanpa henti."
"Apa? Jadi di Bumi pun kalian bisa memantauku?" tanya Natura tak percaya dengan apa yang didengar.
"Pihak itu sulit, tapi tidak denganku. Berhubung aku memiliki rencana terhadap manusia, aku menurutinya."
Natura, benar-benar pusing mendengar perkataan itu. Kini tak masuk akal mengapa Ortuna seolah tahu segalanya tentang dirinya. Sangat tidak masuk akal bila sampai ada orang yang membuatnya masuk ke dalam dimensi lain. Hal yang mustahil dilakukan bahkan dengan tekhnologi yang tercanggih saat ini. Hanya pikiran takhayul yang sekarang bisa menjelaskan sesuatu tentang Ortuna. Terlalu seram mengingat Ortuna seperti gadis yang masih labil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Machan
0,3% keberuntungan segede apa bang? kemungkinan yang tak memungkinkan😂😂😂
2022-09-03
1
BaDiPra
sinis bung bukan sini 🙂
2022-08-11
1