POV Sandyakala
Akhir-akhir ini Kanaya tampak sangat serius dan sering emosian, saat ku tanyakan ke Abhi, jawabnya Kanaya baru datang bulan. Terlalu naif untuk percaya begitu saja dengan kata-kata Abhi. Tapi aku perhatikan, Kanaya sedang bersungguh-sungguh mempersiapkan untuk natal dan tahun baru. Hampir setiap detail diperhatikannya, terutama untuk estimasi biaya yang akan dikeluarkan dan semua kebutuhan dari bahan pokok, untuk dekorasi, pelatihan barista. Ada sedikit saja yang tidak sesuai dengan ekspektasinya, Kanaya bisa stress dan emosi sepanjang hari. Akhirnya, dia malah melimpahkan kesalahan ke aku dan Abhi, dengan alasan kami tidak banyak membantu.
"Kamu sih enak jadi bos, tinggal melimpahkan ke karyawan. Tapi partner aku ni lho" kata Kanaya sambil menunjuk ke Abhi.
"Salahku apa?" tanya Abhi
"Kamu itu nggak mau tahu masalah budget, yang kamu minta untuk dekorasi itu harganya terlalu tinggi" kata Kanaya dengan nada tinggi.
"Lha kamu nggak pernah mau buka masalah budget, mana aku tau" jawab Abhi membela diri.
"Silahkan kalian ribut, aku cukup tau beres" kataku sambil berusaha berlalu pergi.
Emosi Kanaya malah semakin meninggi. Tapi aku salut dengan semangat kerjanya yang luar biasa walaupun sebenarnya aku tidak suka dengan sikap arogannya. Emosinya yang meledak-ledak membuat suasana kerja menjadi tidak nyaman. Aku lalu memutar badan dan melangkah kembali ke Arunika.
"Begini saja kalian berdua atas nama Kanaya dan Abhi, bikin proposal mengenai konsep seperti apa yang ingin kalian buat, serta berapa budget menurut perkiraan mu sesuai dan bisa menembus BEP" jawabku tegas.
Bagaimanapun aku harus bertindak tegas dan bijak biar tidak ada yang merasa diberatkan dan semua bisa bekerja dengan nyaman. Aku lalu menemui Arunika di ruang kerja dan menanyakan kepadanya mengenai budget untuk tema natal dan tahun baru ini. Tapi ternyata menurut Arunika, Kanaya bahkan tidak pernah melibatkannya untuk mengurus hal itu dengan alasan, nantinya Arunika akan pergi bersama Sandyakala. Selama ini, Arunika hanya mengerjakan laporan omzet serta laporan keuangan. Arunika tidak pernah dilibatkan untuk masuk ke perencanaan. Aku sedikit terganggu dengan hal ini, aku lalu mengirimkan WA untuk Abhi dan Kanaya supaya mereka berdua ikut berkumpul di ruang kerja.
"Kenapa Nika bisa tidak tahu mengenai plan untuk bulan Desember?"
"Harus?" tanya Kanaya
"Maksud pertanyaanmu apa?" aku malah balik bertanya ke Kanaya.
"Kan kalian akan berlibur?" jawabnya seolah menantang
"Berapa hari?" tanyaku lagi memancing logikanya.
"Dua" jawab Kanaya lantang.
"Lalu?" Aku melontarkan lagi pertanyaan dengan nada tegas.
Kanaya hanya diam, seolah dia bisa menangkap ke arah mana pembicaraan ini. Aku terus menatap tajam ke arahnya.
"Jelaskan!" perintahku, namun tidak ada jawaban darinya.
"Begini saja, timnya saya ganti, Abhi sama Arunika yang buat proposal. Mengenai estimasi dana, kalau Nika nggak yakin atau nggak paham, tanya mama. Aku yakin Abhi bisa mendampingi Nika dengan baik. Dan untuk Kanaya, suka-suka kamu mau apa, tidak perlu pusing dan repot" kataku sambil berlalu pergi meninggalkan mereka bertiga.
...****************...
POV Arunika
Belum pernah aku melihat Sandyakala setegas ini, sangat berwibawa. Kanaya yang biasanya mendominasi pun tak bisa berkata apa-apa, bahkan mengangkat wajah dan menatap Sandyakala pun, Kanaya segan.
"Ada apa sebenarnya? Aku belum mengerti apa maksud Sandy" tanyaku mencoba mencari kepastian.
"Kanaya merasa seolah semua urusan bulan Desember jadi bebannya. Dan kita tidak ada satupun yang membantu, hanya karena kalian mau pergi 2 hari, padahal kan Desember ada 31 hari. Dan ini masih pertengahan November" Abhi berusaha menjelaskan.
"Oh, jadi walaupun kami akan pergi, kami tetap akan banyak terlibat?" tanyaku memastikan
"Tuh, kamu pintar" kata Abhi
"Terus yang proposal itu apa? tanyaku lagi.
"Kamu pernah buat kok, hampir sama seperti Agustus kemarin, hanya beda tema dan kita ada launching menu baru" jelas Abhi lagi
"Oh, OK. Aku mengerti. Jadi nanti yang ngurus di menu tetap mama kan?" tanyaku memperjelas.
"Iya betul. Sesederhana itu sebenarnya, tapi Kanaya ribut terus. Cari perhatian banget" sindir Abhi lalu pergi ke luar dari ruang kerja.
Tinggallah aku dan Kanaya di ruang kerja ini. Kanaya menarik kursi dan menghempaskan duduknya dengan kasar. Ada raut marah tersirat di wajahnya. Naluriku mengatakan tidak perlu berbicara dengannya. Aku lalu kembali melanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda karena kedatangan mereka tadi.
Kanaya mengambil handphonenya dan menelpon dengan nada manja, mengadukan keputusan Sandyakala ke seseorang. Kemudian, dia menutup telponnya dan pergi meninggalkan ruang kerja.
...****************...
POV Sandyakala
Aku kembali duduk di tempat favoritku, selang beberapa waktu, tampak Abhi menyusulku. Dia lalu menyalakan rokok dan menikmatinya tanpa basa-basi atau berkata apapun. Sesekali Abhi fokus ke layar handphonenya.
"Kanaya itu benar-benar keterlaluan" kataku membuka pembicaraan.
"Sudah, kan kamu sudah mengambil keputusan. Ya, selama itu baik, kita jalankan" kata Abhi.
Itulah hebatnya Abhi, walaupun dia tampak santai dan seolah tidak peduli dengan pekerjaannya. Tapi sebenarnya, di sedang mengerjakannya dengan sangat serius. Dan hasil akhirnya selalu memuaskan. Dan sangat pintar membawa diri dan menempatkannya di tempat yang tepat. Lumayan lama aku dan Abhi ngobrol berbagai hal, sampai saat handphoneku berbunyi.
[Ayo, Sandy sama Abhi ke ruang kerja sekarang] pesan WA dari mama.
Aku lalu menyampaikannya ke Abhi, dan kamipun bergegas kembali ke ruang kerja. Di sana sudah ada mama, Kanaya dan Arunika. Tampang mama tampak sangat serius. Aku dan Abhi lalu duduk tepat di depan mama.
"Ada apa San?" tanya mama yang membuatku bingung
"Lho? Bukannya mama yang manggil Sandy sama Abhi ke sini?" jawabku yang malah membuat mama bingung
"Ada apa? kenapa Sandy semena-mena dalam mengambil keputusan?" tanya mama
"Keputusan yang mana ma?" tanyaku masih tidak tahu ke arah mana pembicaraan mama.
Mama malah menghela napas dan memegang keningnya. Hal yang selalu dilakukan dengan alasan pusing dengan perbuatanku. Tapi kali ini aku benar-benar tidak tahu, apa salahku dan keputusan mana yang aku ambil secara semena-mena.
"Gini ajalah, mama kan pasti dapat info dari seseorang, minta penjelasan lah sama informan mama. Sandy baru nggak ingin main tebak-tebakan" jawabku mulai sewot.
"Gimana Kanaya?" mama malah bertanya pada Kanaya.
Baru aku mengerti, pasti Kanaya mengadu ke mama karena keputusanku tadi.
"Kalau kamu nggak puas kenapa nggak langsung ngomong ke aku?" tanyaku namun masih berusaha menahan emosi.
"OK. Sandy nggak semena-semena ya ma. Kanaya ini yang repot sendiri. Rencana kerja itu kan melibatkan satu tim. Dia sudah ribut sana sini, mencari kesalahan yang lain, dan tidak melibatkan Arunika, padahal kan kita mau perginya cuma 2 hari" aku berusaha menjelaskan ke mama.
"Nggak semena-mena gimana? Hanya karena aku nggak melibatkan Nika, kamu malah mendepakku, seolah aku nggak bisa mengurus pekerjaan itu sendiri. Nika, cuma admin, pak bos! Nggak penting juga kan dia harus tahu semuanya hanya karena dia dekat sama kamu? Kerja harus profesional bos!" Kata Kanaya sangat menggebu-gebu
Mendengar itu, aku dan Abhi saling berpandangan dan melepaskan tawa. Luar biasa pernyataan dari Kanaya ini. Mama malah melotot karena sedikit terkejut seolah tidak percaya dengan kata-kata yang baru saja didengarkannya. Perlahan mama menggelengkan kepala kemudian melipatkkan tangan di depan dada lalu duduk bersandar, mama sudah mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Heran, berani-beraninya Kanaya mengadu ke mama, berusaha menjatuhkan status Nika di depan mama,m. Belum tau dia kalau Nika ini kesayangan mama.
"Ehmm..begini ya Kanaya. Bukannya membela Sandy, tapi pada faktanya memang Sandy tidak salah. Nika bukan hanya admin di sini, tapi juga Nika punya saham di sini. Jadi Nika punya hak yang sama dengan Sandy" jelas mama pelan-pelan berusaha tidak meremehkan Kanaya.
...****************...
POV Kanaya
Tawa Sandyakala dan Abhi semakin menjadi. Apa aku tidak salah dengar? Arunika juga pemilik cafe ini? Apa Sandyakala memberikannya begitu saja? Apa mungkin saat aku dan Arunika membahas ulangtahun sweet seventeen, kata Arunika dia dapat kado cafe, itu maksudnya dapat kado cafe dari Sandyakala?
"Kok bisa begitu? tanyaku ke Tante Naomi.
"Begini saja, setahu kamu, siapa saja yang dulu membeli cafe ini dari Om mu?" Tante Naomi malah balik bertanya.
"Tante, Suami Tante, sama Pak Rendra" jawabku sambil berusaha mengingat.
"Rendra itu ayahnya Nika, kami orangtua hanya menjembatani saja. Tapi bila menurut kami saatnya sudah tepat, cafe ini akan kami lepaskan sepenuhnya ke Sandy dan Nika. Jadi ya memang cafe nya mereka berdua" kata Tante Naomi menjelaskan.
Aku seperti kehabisan kata, rasanya seperti tersambar petir. Pantas saja Sandyakala dan Abhi tertawa mengejek, aku sukses mempermalukan diri sendiri. Padahal aku berusaha mencari dukungan untuk menyingkirkan Arunika, tapi nyatanya aku malah semakin terdepak.
"Ya sudah, kalau begitu. Mama mau kembali ke catering" kata Tante Naomi.
"Iya Tante, terima kasih sudah ke sini" jawabku tergagap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments