POV Sandyakala
Saat pintu dibuka, keluarlah Arunika dan Kendra. Arunika memakai make up sederhana. Tampak lebih berseri. Aku mulai menjahilinya, tapi ada Kendra yang mencoba memujinya. Iya, betul kata Kendra, dia terlihat manis. Seperti biasanya, mau model apapun, bagiku Arunika selalu manis. Mungkin merasa sebal karena ku goda, Arunika sengaja menabrak bahuku dengan keras dan menarik Kendra untuk mengikutinya. Lucu sekali kamu Nika. Dari dulu selalu begitu. Tidak ada yang pernah berubah. Hal-hal seperti itu membuatku rindu padanya.
"Mau ke mana?" tanya Arunika masih dengan muka juteknya.
"Udah ikut aja." kataku supaya dia penasaran.
Tidak lama kemudian, tampak Jeevan berlari kecil menuju kami bertiga. Masih dengan parfum khas aroma kopinya. Dia selalu tampil rapi dan wangi. Tipe-tipe pria perlente. Untuk apa dia ke sini? Kan dia bisa menunggu di rumah. Rencananya kan kami dianterin Pak Santo, sopir yang sudah lama berbakti untuk keluarga kami. Bahkan sejak aku belum lahir. Jeevan mendekati Arunika dan berjalan berdampingan dengannya. Entah kenapa, ada rasa marah di hatiku saat hanya mampu memandang mereka dari belakang. Apakah ini namanya cemburu? Tapi untuk apa aku cemburu? Menyesal tadi mengiyakan Jeevan untuk ikut, dan menerima usulannya mengajak Kendra. Kenapa aku tidak menahan diri dan menunggu waktu yang tepat untuk pergi berdua saja dengan Arunika.
Tiba-tiba Kendra melepaskan tangan Arunika yang sedari tadi menggandeng lengannya. Dia lalu berhenti dan menoleh ke arahku.
"Sandy, sini!" katanya sambil melambaikan tangan.
Tapi aku tetap berjalan santai. Kendra diam di tempat menungguku sedangkan Arunika dan Jeevan tetap terus berjalan. Rasanya ingin ku batalkan saja semuanya. Tapi kalau mendadak pasti Arunika ngambek.
Pak Santo sudah menunggu di pinggir jalan. Jeevan lalu membukakan pintu untuk Arunika. Arunika duduk di belakang sopir.
"Jeevan, kamu di depan aja" kataku setelah dekat dengannya.
"Kamu kan bosnya, ya kamulah yang di depan" katanya menolak.
Masa iya aku harus duduk terpisah dengan Arunika? Tujuanku jalan kan untuk bisa menghabiskan waktu bersama Arunika.
"Sudah, aku saja yang jadi bos" sela Kendra lalu membuka pintu dan duduk di samping sopir.
Dengan cepat aku langsung masuk dan duduk di samping Arunika. Aku melihat tali sepatunya yang tidak terikat rapi lalu aku mengikat tali sepatunya. Jeevan lalu masuk dan duduk di sampingku.
"Nika, kan aku sudah bilang. Kamu pakai sepatu yang tanpa tali aja. Biar nggak ribet" kata Jeevan tegas ke Arunika.
Arunika hanya tertunduk diam, dia lalu memalingkan wajahnya melihat ke luar jendela. Mobil berjalan pelan membelah kota yang lumayan ramai. Dia tampak lelah, mungkin tadi asyik mengobrol dengan Kendra sampai-sampai tidak sempat istirahat. Aku mendekat ke arah telinganya dan berbisik
"Maaf ya, tadi aku bercandanya kebablasan. Nika tersinggung ya?"
Dia menatapku sebentar dan mengangguk sambil tersenyum padaku. Lega rasanya hati, seperti menggeliat saat bangun pagi. Dia mendorong wajahku menjauh sambil tertawa.
"Nika kan perempuan. Wajarlah dandan" katanya.
"Aku kan laki-laki yang baik. Wajar dong komentar apa adanya" balasku.
"Maaf ya, tidak tersedia kolom komentar" balasnya sinis.
Aku menarik rambutnya seperti biasa dan menepuk kepalanya.
"Mau ke mana?" tanyanya sambil menepis tanganku.
"Ke cafe tempat kerja Mas Sandy, mbak" malah Pak Santo yang menjawab.
"Mau ngapain?" desaknya lagi.
"Makan es krim aja sambil nungguin kisah dari dalang" jawabku lagi.
Arunika tersenyum riang. Sudah seperti anak kecil yang diajak naik gondola bersama ayahnya.
"Hanya makan es krim?" tanya Jeevan dengan nada ketus.
"Iya kan di situ nggak cuma ada es krim, ada yang lain juga kan?" kataku.
Kami semua menjadi hening, hanya terdengar alunan lagu dari radio mobil. Aku heran, kenapa Jeevan selalu ketus padaku seolah dia tidak suka denganku. Aku terus memandangi wajah manis Arunika, padahal sudah sejak lama aku bersamanya, tapi tidak pernah ada rasa jenuh sama sekali. Kami tiba di cafe. Jam segini memang belum terlalu ramai. Aku sudah reservasi meja sebelumnya. Di situ di sebelah sisi pojok yang di atas dindingnya bergambar mural yang jika diperhatikan baik-baik akan terbaca nama Arunika dengan aksara Jawa. Ada juga tokoh wayang punakawan di sisi kirinya. Abhi yang menggambarnya atas permintaanku. Iya, saat itu Om Alden mengalami masalah keuangan lalu aku membujuk mama untuk menginvestasikan uang tabunganku dan tambahan uang dari mama di sini dan mama setuju. Jadilah sebagian dari cafe ini milikku. Jadi aku bebas ikut mendesain dan memberi ide di cafe ini. Tapi ini hanya aku dan mama yang tahu. Harusnya aku memberitahu Arunika saat ini tapi aku tidak nyaman karena ada Jeevan dan Kendra. takut nanti disangka mau pamer.
...****************...
POV Arunika
Aku berjalan berdampingan dengan Jeevan. Kendra dan Sandyakala berada di belakang kami. Seketika itu langkahku terhenti. Ada Semar, Petruk, Gareng dan Bagong yang menghiasi dinding. Dan yang membuat mataku berkaca-kaca dan hatiku mengharu biru adalah ada aksara Jawa yang menuliskan namaku di sana dilatarbelakangi oleh motif batik Sekar Jagad. Aku mendekati dinding dan menyentuh tulisan tersebut dengan lembut.
"Nika suka?" suara Sandyakala tiba-tiba di belakangku.
"iya" kataku sudah berlinangan air mata.
"lho? Kenapa nangis?" tanya Sandyakala mulai panik.
"Nika bahagia, Sand" kataku.
Terasa lembut tangan Sandyakala membelai rambutku. Hatiku berasa sangat damai.
"Maafin aku ya Nika. Sekarang jarang punya waktu untuk bersama Nika. Nanti kalau waktunya tepat aku ceritakan ya." kata Sandyakala.
Aku membalikkan badan dan menatap ke dalam mata Sandyakala. Bimbang dan ragu tentang perasaanku kepadanya. Aku yakin, tidak ada yang sebaik Sandyakala dalam mengerti dan memahamiku. Kadang muncul emosi dan amarah hanya karena egoku sendiri.
"Kapan makannya ni?" suara Kendra lalu mengubah suasana haru menjadi lucu.
"Ayo duduk, kita nikmati sajian cafe ini, sudah aku pesenin kok" ajak Sandykala.
Tanpa aku pesan, es krim kesukaanku sudah tersaji di meja. Demikian juga Kendra yang terus tersenyum saat es krim vanila kesukaannya tersaji di meja dan secangkir cappucino hangat yang dipesankan untuk Jeevan.
"Sandy memang the best " puji Kendra.
"Kenapa bisa begitu?" tanya Jeevan sambil menikmati cappucino kesukaannya.
"Dia tau lho kesukaan kita semua" kata Kendra bersemangat.
Aku perhatikan memang Jeevan sepertinya kurang suka dengan Sandyakala. Dari awal dia berusaha menjauhkan aku dari Sandyakala. Saat berangkat tadi pun dia langsung mendekatiku dan Kendra dan berbuat seolah Sandyakala tidak ada di sana walaupun Kendra sudah mengingatkannya bahkan mengajak berhenti untuk menunggu Sandyakala. Namun Jeevan terus memegang tanganku dan mengajak terus berjalan. Bahkan, Jeevan juga mengatakan kalau aku hanya pelarian Sandyakala saat dia bosan atau tidak ada kegiatan apapun. Jeevan juga terus menerus mengkritik tali sepatuku yang tidak rapi dan memintaku memakai sepatu selop. Sampai saat akan masuk ke mobil pun.dia masih ngotot supaya Sandyakala duduk di samping Pak Santo. Bahkan terus terang protes saat Sandyakala mengikat tali sepatuku.
Ayolah Arunika, jangan terlalu terbawa oleh kata-kata Kendra. Semua itu hanya kebetulan saja, bukankah harusnya melihat dari semua sudut pandang barulah kemudian mengambil kesimpulan? Ini tentang perasaan yang benar-benar tau ya harusnya yang punya hati. Lalu tanya kan hatimu, cintakah kau pada Sandyakala?
Bergumul dengan pikiranku sendiri, aku melihat seorang gadis cantik mendekati Sandyakala dari belakang dan sambil tersenyum senang. Tiba-tiba gadis itu menutup kedua mata Sandyakala. Sandyakala kaget dan berusaha melepaskannya. Aku tidak suka melihat keadaan ini. Ingin rasanya melabraknya, tapi aku harus tetap tenang dan menguasai emosi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments