POV Jeevan
Aku lalu berdiri mengikuti langkah Sandyakala. Kenapa sulit sekali mencari celah untuk dekat dengan Arunika kalau ada Sandyakala. Dunia seolah hanya ada mereka berdua. Kadang Arunika mau berbicara denganku hanya saja Sandyakala selalu main serobot. Belum pernah aku seingin ini mendekati seseorang.
"Kalian mau pergi ya?" tanyaku sambil menyetarakan langkah dengan Sandyakala
"Iya. " balasnya singkat sekali
"Boleh aku ikut?" tanyaku setengah memohon
"Kalau aku nggak masalah tapi kan ini Arunika yang punya agenda" balasnya.
"Ya, aku kan baru di sini. Paling tidak ajaklah aku jalan-jalan biar tahu keadaan di sini" aku memohon lagi.
"OK lah. Kalau begitu kita siap-siap saja" jawabnya singkat.
Hatiku langsung bersorak girang. Aku mulai membayangkan pelan-pelan bisa mulai mendekati dan mengenal Arunika dengan lebih lagi. Bagiku dia sangat menarik. Perempuan yang malu-malu.
Aku lalu masuk ke kamar dan membuka lemari pakaianku. Aku malah bingung mau pakai baju apa supaya tampil menarik di depan Arunika. Aku lalu berinisiatif mengirim chat WA ke Arunika
[Nika]
[Ini aku, Jeevan]
Dengan hati berdebar aku menanti jawabannya.
[Iya] jawabnya. Aku langsung bersorak senang
[Aku ikut kamu sama Sandy ya? Ya, biar aku nggak bosan di rumah] balasku lagi
[OK]
Aku merasa sangat senang. Sulit diungkapkan dengan kata-kata. Kira-kira nanti acaranya apa ya? Mungkin nanti kami akan pergi nonton di bioskop atau nongkrong di cafe? Aku akan berusaha sebaik mungkin supaya bisa menarik hati Arunika. Aku akan mencari tau banyak hal mengenai Arunika dan mengenalnya lebih dekat lagi. Mungkin terlalu awal berharap lebih karena kami baru dua hari ini saling bertemu. Ya, semua pasti butuh waktu, perlahan tapi pasti aku akan mendapatkan Arunika.
Aku memutuskan memakai hem flanel kotak-kotak dengan inner kaos putih polos. Merapikan rambut dan memakai sepatu terbaikku. Lalu ku ayunkan langkah kakiku menuju ke ruang keluarga. Ada Sandyakala di sana sedang fokus di depan laptopnya padahal acara gosip di televisi dibiarkan tetap menyala. Menyadari kedatanganku, dia mengalihkan pandangannya ke arahku dengan tatapan mata heran.
"Rapi banget, mau kondangan, Van?" tegurnya.
"Lha kamu? Nggak siap-siap?" tanyaku karena melihat penampilannya yang hanya memakai Kaos oblong dan celana selutut.
"Sudah siap dari tadi, tinggal nunggu Nika" jawabnya lalu kembali fokus menatap laptopnya.
Aku lalu mengeluarkan handphone dan mulai mengirimkan pesan ke Arunika.
[Jadi jalan kan Nika? Aku sama Sandy sudah siap-siap] ketikku bersemangat. Tapi agak lama, Arunika tidak kunjung mambalasnya padahal sudah tertera double bluetick. Aku mulai gelisah sampai saat Sandyakala bersuara.
"Van, kamu chat apa sama Nika?" tanya Sandyakala dengan nada sedikit kesal
"Aku hanya memastikan kapan kita berangkat. Ini sudah dibaca sama Nika tapi belum di balas" jawabku panjang
"Lain kali kalau kamu kirim chat ke dia dibalas cuma 'ya' atau 'OK', jangan diteruskan ya" jelas Sandyakala lalu kembali fokus lagi ke laptop. Tampak jelas ketidaksukaan di raut wajahnya.
"Kenapa?" tanyaku penasaran
"Nika nggak suka, merasa terganggu dia" katanya dengan nada datar
"Kenapa Nika nggak bilang langsung ke aku?" jawabku tidak terima.
"Ya sungkanlah" jawabnya singkat.
Ada perasaan sedikit tidak suka dengan Sandyakala. Katanya bukan pacar tapi kenapa seolah-olah dia selalu ikut campur dan mengatur tindakanku ke Arunika. Kalau memang Arunika tidak suka harusnya Arunika bisa langsung membalas chatku. Kenapa dia harus melaporkan semua ke Sandyakala? Moodku langsung turun. Aku lalu duduk dan menatap layar televisi tanpa memperhatikan acaranya. Saat ini di otakku hanya ada Arunika.
Tidak berapa lama kemudian terdengar langkah kaki sedikit tergesa ke arah kami. Aku mengalihkan pandanganku dari televisi. Arunika terlihat sangat manis. Rambut ikalnya tergerai indah. Namun, mukanya agak tegang sedikit cemberut tapi tampak sangat lucu.
"Sandy, ayo! Udah ditunggu taksi onlinenya, dipanggil-panggil dari tadi ke mana saja?" marahnya ke Sandyakala.
Aku langsung cepat berdiri mendekati Arunika. Sandyakala masih sibuk membereskan laptopnya. Tapi Arunika malah mengabaikanku dan berjalan menuju Sandyakala lalu menarik tangannya. Sesekali Arunika tampak mencubit tangan Sandyakala sambil mengomel tidak jelas.
"Pelan-pelan Nika, ini Jeevan mau ikut. Sekalian biar dia nggak bosan di rumah" kata Sandyakala.
Akhirnya, sadar juga dia dengan keberadaanku. Arunika hanya menganggukkan kepalanya dan melepaskan tangan Sandyakala. Dia lalu memberikan sedikit senyum tipis kepadaku lalu melangkah pergi disusul oleh Sandyakala yang dengan santainya merangkul tangannya ke bahu Arunika. Aku menghela napas dan mengikuti mereka dari belakang.
Di dalam taksi online itu, Arunika duduk di belakang sopir. Sandyakala duduk di tengah sedangkan aku duduk di sisi kiri Sandyakala. Arunika hanya diam melihat keluar jendela. Sandyakala asyik menikmati musik dengan memakai headset. Sesekali tampak Sandyakala memainkan rambut Arunika dan selalu ditepis oleh Arunika.
"Kok kamu mainin rambut Nika? dia kan nggak suka" aku mencoba menegur Sandyakala
"Aku nggak papa, Van. Sudah terbiasa diusilin sama Sandy" malah Arunika yang menjawab dengan senyum yang tampak tulus.
Sandyakala malah menarik rambut Arunika dengan lembut. Arunika malah meliriknya manja. Aku semakin tidak bisa membayangkan. Sebenarnya hubungan apa yang mereka jalani. Aku lalu melihat ke arah luar jendela. Ada perasaan iri pada Sandyakala. Ingin bisa seakrab itu dengan Arunika. Harapanku sedikit pupus. Mungkin aku terlalu berharap besar dan nantinya aku bisa kecewa.
Kami sampai di toko buku ternama. Arunika tampak sumringah, jalannya sangat bersemangat sedangkan Sandyakala berjalan di belakangnya sangat santai. Tangan kanannya dimasukkan ke dalam kantong. Aku yang sudah patah semangat berjalan agak jauh dari mereka. Tiba-tiba langkah Sandyakala berhenti lalu menoleh ke arahku. Dia melambaikan tangan ke arahku isyarat agar aku mendekat. Setengah berlari aku menuju ke arahnya.
"Jangan jauh-jauh, Van. Nanti tuan putri ngamuk" katanya
Aku hanya mengangguk. Semua tidak sesuai bayanganku. Aku pikir kami akan bersenang-senang tapi selama di perjalanan mereka hanya diam dan kami malah ke toko buku.
"Kalian berdua kalau main biasanya ke mana?" tanyaku membuka pembicaraan
"Ya, ke sini " jawab Sandyakala
"Nggak nongkrong ke mana gitu?" tanyaku penasaran.
"Ya, ke foodcourt lah beli minuman atau es krim sambil dengerin Nika bahas buku yang baru dibeli" jelasnya.
Ternyata benar, setelah Arunika datang kami bertiga ke foodcourt lalu memesan minuman dan sedikit camilan. Arunika sangat bersemangat menceritakan tentang buku yang baru dibelinya. Tiga buku bersampul hitam tentang Ramayana dan perang Baratayudha. Sandyakala tampak antusias menanggapinya. Dia juga sepertinya tahu dan paham mengenai buku yang dibeli Arunika dan aku hanya mampu menyimak.
"Kamu juga suka baca?" tanyaku ke Sandyakala setelah keduanya diam.
"Nggak.";jawabnya singkat
"Lalu? Hanya untuk menyenangkan Arunika?" tanyaku sedikit sinis.
"Kenapa bisa begitu?" tanya Sandyakala dengan muka skeptis.
"Ya, kalau kamu nggak suka baca kenapa ikut Arunika ke sini?" jawabku semakin sinis
"Ya, memang suka atau tidak aku selalu menemani Arunika ke manapun dan aku nggak ada masalah. Kamu menyesal ikut kami ke sini?" pernyataan Sandyakala malah seolah menyudutkanku.
"Ya, aku pikir tadi kalian ke bioskop atau ke cafe, atau shopping. Have fun lah kita" jawabku datar.
"Kalau mau itu kamu jalan sama Sandy dan teman-teman nongkrongnya. Kalau sama aku ya ke sini" Jawab Arunika seolah mengingatkan aku kalau ini adalah harinya Arunika.
Aku hanya terdiam. Tidak tau mau membalas apa. Setelah aku pikir-pikir memang mereka tidak mengajakku untuk ikut. Aku sendiri yang mau ikut tapi bertanya terlebih dahulu dan menyimpulkan sendiri. Diam-diam aku melirik Arunika. Wajahnya sangat tenang hanyut dengan buku bacaannya. Wajahnya terlalu manis membuat aku malah jadi salah tingkah sendiri.
"Kamu suka nonton?" tanya Arunika sambil melirikku.
"Aahh?? Apa?" seketika aku tergagap seperti maling tertangkap basah
"Nika tuh tanya, kamu suka nonton?" jelas Sandyakala
"Oh, ya. Suka. Standard laki-laki, nonton film action. Nika pasti sukanya Drakor ya?" aku mulai sok akrab dengan Arunika. Awal yang bagus
"Nggak, aku nggak suka nonton" balas Arunika masih dengan senyum manisnya.
"Nika itu sukanya nonton yang ceritanya ada novel atau bukunya. Harry Potter tuh misalnya. Terus juga yang diangkat dari kisah nyata sama dunia pewayangan"
Ini malah Sandyakala yang menjelaskan. Macam dia tau segalanya tentang Arunika. Arunika malah mengiyakan dengan anggukan kepalanya dan tersenyum ke Sandyakala. Sesekali dia menyendokkan es krim ke mulutnya dan menjilati yang tersisa di bibirnya. Bibir yang sepertinya hanya memakai lipbalm tanpa warna lipstick yang mencolok. Begitu sempurna dalam kesederhanaan.
"Habis ini langsung pulang kan Nika? Aku mau istirahat, nanti sore mau latihan basket" Kata Sandyakala.
"Iya" Jawab Arunika singkat lalu membereskan buku-bukunya dan menyelesaikan makan es krimnya.
Sandyakala lalu memesan taksi online yang kemudian membawa kami pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments