Masa sekolah SMA sudah dimulai. Siapa sangka Arunika dan Kendra berada di kelas sama sehingga Arunika tidak perlu bersusah payah beradaptasi dengan teman baru. Jeevan juga berada di kelas itu. Hanya Sandyakala saja yang terpisah. Setiap pagi mereka bertiga diantar jemput oleh Mikha. Hanya kadang Sandyakala tidak pulang bersama. Sepulang sekolah Sandyakala lebih sering mengikuti ekstrakulikuler atau menghabiskan waktu dengan menyalurkan hobinya bersama teman-temannya yang lain. Sandyakala menjadi bintang di sekolah. Banyak gadis yang mengidolakan dia dan berharap dekat dengannya. Tanpa sadar banyak yang iri pada Arunika karena bisa akrab dengan Sandyakala. Hubungan antara Jeevan dan Arunika juga semakin lama semakin akrab, karena setiap hari mereka selalu bersama. Namun hati kecil Arunika masih belum puas karena setelah sekolah usai Sandyakala lebih sering bersama teman-temannya daripada bersama dirinya. Perlahan semua berubah. Tidak seperti yang dulu lagi.
...****************...
POV Arunika
Hari ini langit tampak mendung padahal sebentar lagi jam pulang sekolah. Kendra sudah mulai menguap dan terus menerus melihat keluar jendela
"Kurang sepuluh menit tapi rasanya lama banget" bisik Kendra sambil menunjukkan jam tangannya ke arahku.
Aku mengabaikannya. Berpura-pura fokus ke pelajaran. Bisa panjang ceritanya nanti kalau aku menanggapinya. Sampai saat bel tanda pulang berbunyi. Aku lalu membereskan semua peralatan sekolah dan bukuku. Dan tiba-tiba Kendra menyenggol tanganku dengan sikunya. Saat aku menoleh ke arahnya, dia hanya memberi isyarat dengan memonyongkan bibirnya ke arah pintu. Spontan aku melirik ke arah pintu. Sandyakala berjalan ke arahku dengan senyum dan lesung pipinya.
"Nika, bawain tasku pulang ya. Aku mau latihan basket." katanya dengan wajah sangat dekat denganku.
"Iya" kataku tersenyum sambil mendorong wajahnya menjauh.
"Biar aku aja ya bawain" tiba-tiba Jeevan sudah di belakangku dan mengambil tas Sandyakala "Kita kan serumah, kenapa kamu malah merepotkan Arunika?" protes Jeevan dengan nada ketus.
Tanpa basa-basi, Sandyakala lalu menyerahkan tasnya ke Jeevan. Sebelum pergi, Sandyakala menepuk lembut pipiku dan tersenyum
"Nika, pulangnya hati-hati ya." katanya yang kemudian berlalu pergi.
"Nika, aku main ke rumahmu ya? Bosan! Di rumahku aku sendirian, ibuku hari ini arisan" kata Kendra sambil menepuk pundakku.
Aku menganggukkan kepala tanda setuju. Aku, Jeevan dan Kendra berjalan santai menuju gerbang sekolah. Di sana bunda sudah menunggu. Namun anehnya, bunda mengobrol dan tertawa bersama Sandyakala. Dengan berlari kecil aku mendekati mereka.
"Sandy nggak jadi basket?" kataku riang
"Iya Nika, tadi salah info. Ternyata latihannya minggu depan jadi bisa pulang bareng Nika kan?" kata Sandyakala sambil menepuk lembut kepalaku. Akhir-akhir ini Sandyakala selalu melakukan itu, menepuk kepala atau pipiku.
"Iya, Kendra juga mau main ke rumah." jawabku riang
"Mana tas ku?" tanya Sandyakala sambil mengulurkan tangannya.
"Tuh!' kataku sambil menunjuk ke arah Jeevan.
Sandyakala lalu mengambil tasnya saat Jeevan sudah mendekat. Dia lalu membukakan pintu mobil untukku.
"Silahkan non" candanya.
Aku masuk diikuti oleh Kendra dan Jeevan, Sandykala duduk di depan di samping bunda. Sebelum pulang kami makan siang di rumah makan padang karena hari ini bunda tidak sempat masak. Bunda yang biasanya hanya ibu rumah tangga sekarang lebih sering membantu ayah di kantor. Ayah dan Papa Bram membuka cabang lagi di luar kota sehingga tanggungjawab kantor pusat diserahkan untuk para istri. Namun Mama Naomi terlalu sibuk mengurus cateringnya yang juga berkembang pesat. Rencananya setelah aku dan Sandyakala lulus sekolah, semua tanggungjawab perusahaan diserahkan ke kami. Kami bisa mengurusnya sambil kuliah.
Sesampainya di rumah, aku dan Kendra langsung masuk ke kamarku. Kendra langsung merebahkan badannya di tempat tidur sambil mengambil buku yang ada di di bantal.
"Radha Krishna, hmmm" bacanya sambil bergumam "Radha Krishna itu kisah cinta abadi, kamu sama Sandy itu calon the next Radha Krishna" kata Kendra mulai ngawur.
"Bicara kok tanpa alibi" protesku sambil mengambil baju ganti dari lemari.
"Cinta itu tidak perlu alibi, ndoro putri. Semua bisa melihat cara Sandy memperlakukanmu, dia sesayang itu ke kamu. Zaman kita SMP saja, semua pada ngomongin kalian berdua. Bayangkan saja, tiap kali kamu ada masalah, tiap kali kamu sedih, selalu saja Sandy yang tanpa diminta jadi pahlawan. Sampai-sampai tiap kali tali sepatumu nggak bener, Sandy yang ikat. Jongkok di depan mu" panjang celotehnya Kendra.
"Iya sih, dulu begitu. Sekarang Sandy punya dunianya sendiri. Kamu lihat sendiri, pulang sekolah dia banyak kegiatan. Aku nggak pernah diajak" kataku lirih sambil memandang pigura yang menempel di dinding, yang berisi tatanan tulisan dan foto masa kecil kami yang diberikan Sandyakala sebagai kado untuk ulangtahunku.
"Dan kamu merasa kehilangan Sandy kan? Kalau menurut hemat saya, dari kacamata dan berbagai sudut pandang. Kalian itu saling cinta Nik, tapi kalian nggak sadar. Kalian sama-sama nggak peka dengan perasaan masing-masing." tambah Kendra
"Bukan begitu, itu karena kami terbiasa bersama Ken, dan terlalu akrab. Aku hanya belum terbiasa tidak selalu bersama Sandy" bantahku.
"Kata siapa tuh? Kok kedengarannya kurang cerdas." tanya Kendra dengan nada sedikit meledek
"Kata Jeevan" balasku tegas
"Ya iyalah, Jeevan bilang begitu. Kamu nggak tau ya kalau Jeevan suka sama kamu? Dia bilang begitu biar kamu nggak sadar kalau kamu ternyata mencintai Sandy. Kelihatan kok dari cara Jeevan mencari perhatianmu. Dia juga kelihatan nggak suka kalau Sandy sudah dekat-dekat sama kamu. Cemburu tuh dia. Iri dia nggak bisa seakrab Sandy, yang bisa kapan saja narik-narik kucir kudamu. Lagian dia kan cowok. Kenapa coba dia nggak ikut Sandy jadi anak band, main basket, main sepak bola? Biar jadi idola cewek-cewek. Malah ngikutin kamu terus. Kamu dan Sandy itu terlalu dekat kalau mau disebut teman, tapi belum saatnya disebut kekasih, belum ada pengesahan. Jadi si Jeevan was-was sekalian masih berharap" tambah panjang ceramahnya Kendra. Yang tadinya rebahan, sekarwnh dia malah duduk saking semangatnya dengan jalan pikirannya.
"Kalau Jeevan nggak hobi dan nggak suka dengan semua yang Sandy lakukan, ngapain dia ikut-ikutan? just be himself kan yang terbaik" timpalku menolak semua pernyataan Kendra.
"wait and see ajalah, Nik. Kamu itu kebanyakan main wayang, nonton tuh film Hollywood yang romantis atau Bollywood atau yang lagi trending nonton Drakor" kata Kendra lalu kembali rebahan.
"Wayang juga ada kisah cintanya, sekali-kalilah kamu melek nonton wayang semalam suntuk" balasku.
"Iya, tapi kan kurang relate dengan kisah nyata. hai Hanoman" kata Kendra mulai memojokkanku.
"Terserah, aku mau ke kamar sebelah mau ganti baju" jawabku menghindari Kendra.
Aku keluar kamar untuk ganti baju. Kata-kata Kendra terngiang-ngiang dan rasanya mengisi seluruh otakku. Apa benar yang dikatakan oleh Kendra? Tapi aku sering kecewa jika Sandyakala sekarang lebih banyak kegiatan lain selain pergi denganku. Bahkan buku-buku yang biasanya menyita seluruh perhatianku pun tidak bisa menghilangkan dia dari otakku. Apa benar juga kalau Jeevan menyukaiku? Memang selama ini dia sangat baik padaku, selalu menemaniku. Kadang Jeevan juga memberikan kejutan-kejutan kecil seperti yang terakhir, dia memberikanku buku tentang kisah Radha Krishna yang belum selesai aku baca.
Suara Kendra memanggilku membuyarkan lamunanku. Segera aku kembali ke kamar dan menemuinya.
"Handphone mu bunyi. Panggilan dari Sandyakala, belahan jiwamu" kata Kendra begitu aku membuka pintu. Aku lalu menjawab panggilannya.
"Kendra masih di situ ya?" tanyanya dengan nada bersemangat
"Masih, kenapa?" tanyaku penasaran
"Jalan-jalan yuk! Mumpung aku nggak ada jadwal. Nanti Kendra diajak aja sama Jeevan. Kangen nih jalan-jalan sama Nika" katanya lagi yang entah mengapa membuat hatiku nggak karuan
"Aku tanya Kendra dulu ya, dia mau nggak" jawabku lalu Sandyakala mengakhiri panggilan.
Ternyata Kendra setuju untuk pergi bersama. Namun, belum sempat aku mengabari Sandyakala, dia sudah mengetuk pintu kamar. Perlahan aku membuka pintu kamar dan dia sudah rapi walau hanya memakai kaos oblong dan celana jeans seperti biasanya. Karena obrolanku dengan Kendra tadi, aku malah merasa canggung di depan Sandyakala Jantungku rasanya berdetak sangat kencang. Tapi semua itukan hanya kesimpulannya Kendra. Kenyataannya belum tentu seperti itu.
"Ayo, malah bengong!" kata Sandyakala sambil menarik rambutku.
"Iya, bentar. Kendra belum ganti baju. Kan belum diinfo. Sandy malah udah nongol di sini" kataku sambil menepis tangannya.
Aku lalu menutup pintu dan mengambil baju untuk ku pinjamkan ke Kendra. Aku memasukkan dompet, handphone dan sisir ke dalam tas mungilku. Aku berkaca sebentar. Ku perhatikan wajahku. Terlihat kusam, tidak menarik seperti gadis-gadis yang genit yang berusaha mendekati Sandykala. Kurapikan rambutku, kutepuk bedak tipis-tipis di wajahku lalu ku ambil lipstick berwarna soft pink dan ku pulaskan di bibirku. Lumayan tampak seger. Aku dan Kendra sudah rapi, cantik dan wangi. Kami siap berangkat dan menemui Sandyakala. Lama Sandyakala menatapku lalu dia menutup mulutnya dan berusaha menahan tawa. Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Sial, aku hatiku berdebar lagi tidak karuan. Ku dorong wajahnya menjauh.
"Nika pakai lipstick? Sejak kapan mulai genit?" tanyanya sambil tertawa lepas.
"Sejak Sandy mulai sibuk dengan entah apa." kataku sedikit emosi
"Tapi Nika tambah manis kan, San?" Kendra menyela
"Seperti biasa. Nggak ada yang berubah" jawab Sandyakala singkat.
Aku lalu berjalan dan menabrak bahu Sandyakala dengan keras supaya dia sadar kalau aku tidak suka dengan pendapatnya. Aku berhenti sejenak dan menarik tangan Kendra yang berdiri terpaku di belakang Sandyakala. Seenaknya Sandyakala bilang kalau ini seperti biasa, aku berusaha untuk tampil beda supaya dia senang tapi apa? Ah, tidak mungkin dia mencintaiku. Jika memang begitu, mana mungkin dia tidak menghargai ku dengan menertawakan dandanan ku dan mengatakan kalau aku seperti biasa. Bodohnya aku termakan kata-kata Kendra. Toh selama ini, dia selalu usil menggangguku, orang cinta tidak mungkin begitu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments