Haidar dan Hamna memasuki area mall yang luas itu. Mata Haidar menatap ke sana ke mari. Ia benar-benar takjub dengan kemegahan mall di Ibukota. Benar-benar bagus dan luar biasa.
"Kamu sering ke sini, Na?" Haidar bertanya namun matanya tetap sibuk memerhatikan keseluruhan mall itu. Ia baru pertama kali mengunjungi yang namanya pusat perbelanjaan.
"Hanya sesekali saja, kadang saya pergi dengan Fiya, pergi mencicipi makanan-makanan, pergi jalan-jalan di pusat perbelanjaan, kadang juga bermain dan menghabiskan waktu di Time Zone, like a child." Jawabnya.
"Wah ada Time Zone? Ada di lantai berapa itu?" tanya Haidar antusias.
"Time Zone ada di lantai dua, Pak Haidar mau ... "
"Ayo ke lantai dua!" Haidar menarik tangan Hamna penuh semangat. Sewaktu kecil, ia sering bermain di Time Zone, tapi setelah masuk universitas dan tinggal di Kanada sudah tidak pernah bermain-main lagi, mana sempat melakukan hal sepele seperti itu.
"Pak Haidar semangat sekali"
"Tentu saja! Ini adalah kesempatan untuk saya. Sewaktu di Kanada mana ada waktu bermain dan menghabiskan waktu untuk diri sendiri. Sepulang dari sana, saya belum mengunjungi tempat apapun kecuali rumah sakit dan kampus."
Hamna mengingat saat di mana ia koma beberapa waktu lalu. Saat itu, seingat Hamna, Pak Haidar sepertinya memang baru pulang dari luar negeri. Baru berkenalan dengannya lalu ia kecelakaan dan koma dan Haidar lah yang menjaganya selama hampir setengah bulan. Tiba-tiba perasaan bersalah merayapi hatinya yang rapuh.
"Kalau toko bukunya ada di lantai berapa, Na?" Haidar bertanya tiba-tiba, membuat Hamna sedikit tersentak.
Hamna menatap Haidar, "ada di lantai empat, kenapa Pak?"
"Tidak ada, ayo ke toko buku dulu. Kamu tunjukkan jalannya ya Na."
"Eh? Bukannya Pak Haidar tadi mau ke Time Zone?"
"Eum. Saya pikir lebih baik menemani kamu dulu mencari buku, lalu pergi cari makan dan setelah itu baru bermain. Bagaimana?"
Hamna tampak menimbang-nimbang, "baiklah" akhirnya ia menyetujui saran Haidar. Kemudian keduanya menaiki eskalator hingga ke lantai 4.
Sama seperti baru datang, mata Haidar melihat ke sana ke mari. Merasa takjub dengan lautan orang yang memadati lantai 4 itu. "Wah, orang-orang di Ibukota sangat suka membaca, ya"
"Sepertinya sedang ada bazar buku tahunan, Pak. Mau melihat-lihat?" Haidar mengangguk, menyetujui. Keduanya turut berbaur dengan kerumunan.
Tanpa Haidar sadari, suasana bazar jadi semakin ramai, orang-orang banyak yang dorong-mendorong. Haidar seketika panik ketika menyadari Hamna tidak berada di belakangnya. Hamna hilang dari pandangannya. Matanya dengan cepat mencari-cari keberadaan Hamna.
'Kemana gadis itu? Oh ya ampun aku seharusnya mengikatnya di punggungku tadi. Di mana aku bisa menemukannya? Bagaimana jika dia terinjak-injak, dan tubuh mungilnya...' batin Haidar kacau.
"Hamna ... !"
"Hamna ... !"
"Hamna ... Kau di mana?" Haidar berusahalah memanggilnya dengan suara keras. Berharap ia mendengarnya dan menyahuti panggilannya.
"Hamna ... Awas!" seketika ia berlari ketika dilihatnya seorang perempuan berhijab biru yang terjepit oleh kerumunan. Hamna tampak sempoyongan. Beruntung Haidar sampai tepat waktu, hingga ia bisa menangkap tubuh ramping Hamna yang hendak jatuh ke lantai.
Hamna lemas lalu tak sadarkan diri dalam dekapan Haidar. Laki-laki itu menepuk-nepuk pipi Hamna yang tampak kemerahan itu. Karena tak ada respon, akhirnya ia menggendong tubuh gadis itu lalu mendudukkannya di kursi dekat situ.
Dengan cekatan tangannya mengoleskan minyak aromatherapy yang selalu dibawanya ke tangan Hamna lalu mendekatkan botolnya ke hidung Hamna. Hanya cara itu yang terpikir olehnya untuk membuat Hamna sadar. Jika ia tidak kunjung sadar, barulah ia akan membawanya ke rumah sakit.
Beberapa menit kemudian akhirnya Hamna mengerjapkan matanya, ia terbangun. "Akhirnya, kamu sadar juga. Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanyanya sedikit khawatir.
Gadis itu memegang kepalanya yang terasa sedikit pening, jujur saja ia tidak mengingat apapun kecuali saat ia menerobos kerumunan di belakang Pak Haidar. "Memangnya saya kenapa, Pak?" Hamna bertanya kebingungan.
Haidar menatapnya lekat-lekat. "Kamu pingsan di tengah kerumunan! Kamu membuat saya panik, tahu? Kalau kau tidak sehat kenapa tidak bilang? Kenapa kau ikut berdesak-desakan? Ya Allah, Hamnaaaa. Apa kamu tahu betapa khawatirnya saya?" Haidar tanpa sadar memeluk Hamna erat.
Membuat gadis itu terkejut, tapi ia tidak berani bergerak ataupun membuat suara. "Lain kali, jangan lakukan hal ini lagi, Na. Jangan membuat saya panik seperti tadi..."
Hamna hanya mengangguk pelan. Lalu setelah itu, Haidar melepas pelukannya. Hamna dapat melihat raut kekhawatiran yang begitu besar di wajah Haidar. Ia hanya lirih berkata "maaf, Pak. Sudah merepotkan"
"Sudahlah. Lupakan dulu soal buku-buku itu. Kamu mengerti kan apa yang saya katakan? Setelah ini, jangan lepaskan tangan saya, oke? Sekarang kita cari makan dulu. Lihatlah wajahmu pucat sekali. Kamu bisa berjalan?"
"Ya, bisa"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Ummi Salsabila
segera di halalin pak haidar
2022-12-30
1