Sebastian yang baru saja selesai mengadakan rapat bersama koleganya tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Steven.
Pria itu tampak sedang duduk di sofa ruangan Sebastian, sembari menikmati secangkir teh jasmine yang masih mengepul.
Sebastian mencoba terlihat biasa. "Steve! Sudah berapa lama kau menunggu? Kenapa tidak memberi kabar terlebih dahulu kalau mau berkunjung ke sini?" tanya Sebastian dengan nada ramah.
Steven menggenggam badan cangkir selama beberapa detik, sebelum kemudian menjawab, "belum lama."
"So?" tanya Sebastian sembari duduk di hadapan Steven. Pria itu menyandarkan tubuhnya di kepala sofa dengan nyaman.
"Kau pasti sudah mengetahui tujuanku datang ke sini, Uncle," ujar Steven. Sebisa mungkin dia tetap menjunjung tinggi adab kesopanan terhadap sahabat dari mendiang ayahnya tersebut.
"Ahh, soal pengambil alihan Herz37. Aku hanya tidak begitu mempercayai David, Steve. Jadi lebih baik aku membentuk tim peneliti baru. Kepala penelitinya bahkan jauh lebih berpengalaman dari pada David." Sebastian terlihat santai-santai saja saat berkata demikian. Tak ada raut kecemasan atau permusuhan yang tertera di wajahnya.
"Bagaimana bisa kau mengambil alih hal tersebut begitu saja tanpa memberitahuku terlebih dahulu?" Suara Steven sedikit meninggi.
"Sudah jelas bukan, kinerja David terlalu lambat. Dengan tim peneliti yang baru aku bentuk, Herz37 tidak akan mengalami keterlambatan. Mereka akan melakukan pengujian ulang secara tepat dan akurat. Lagi pula semua pihak sudah menyetujuinya."
Steven membelalakkan mata begitu mendengar kalimat terakhir Sebastian. "Semua? Kapan?"
"Rapat waktu itu. Kau terlambat datang, Steve," kata Sebastian. Sebuah senyum tipis tersungging di bibir pria paruh baya itu.
Emosi sontak meluap di dalam diri Steven. Entah mengapa, perkataan Sebastian barusan terdengar mengejek di telinganya.
Steven bangkit dari tempat duduk. Mereka sempat berdebat sengit sesaat. Steven dengan keras meminta Sebastian mengembalikan lagi Herz37 ke tangan tim peneliti yang sudah terbentuk sejak awal. Namun Sebastian menolak. Dia bahkan mengancam pria itu akan mengeluarkannya dari daftar proyek.
Steven tentu tidak mau kalah. Proyek ini berada di bawah naungan Dempster Enterprise dan dia memiliki wewenang penuh atas kelangsungan Herz37.
Mendengar itu, Sebastian tertawa terbahak-bahak. "Semua sudah melalui persetujuan para pemodal, Steve. Kau tidak bisa melakukan apa-apa selain menurutinya, begitu pun dengan aku."
Steven terdiam. Tangannya yang dingin mulai terkepal. "B3d3b4h sial!" umpatnya dalam hati.
Baru saja dia hendak mengeluarkan suaranya kembali, ponselnya tiba-tiba berdering.
Nama sang istri tertera di layar ponsel. Steven segera mengangkat telepon dari Lynelle.
"Steve, Laura masuk rumah sakit!" seru Lynelle dengan suara tersendat. Kentara sekali dia sedang berusaha menahan tangis.
"Apa! Bagaimana bisa?" tanya Steven. Dia pun berusaha menenangkan sang istri dan menyuruhnya untuk mengambil napas panjang.
Setelah sedikit tenang, Lynelle segera meminta Steven untuk pergi ke St. Maria Joseph Hospital yang berada tak jauh dari kantornya.
"Ada apa Steve?" tanya Sebastian.
"Laura masuk rumah sakit. Aku harus pergi!" jawab Steven.
"Ya Tuhan! Baiklah, kabari aku soal keadaannya." Raut wajah Sebastian terlihat panik.
Steven hanya mengangguk. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia segera pergi meninggalkan ruangan Sebastian.
Setelah memastikan Steven benar-benar pergi, raut wajah Sebastian yang semula panik tiba-tiba berubah datar.
...***...
Lynelle tengah duduk di sebelah Laura yang sedang terbaring lemah sembari memejamkan matanya. Tadi, begitu Laura sampai di rumah sakit, dokter segera melakukan pemeriksaan fisik dan mengecek tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, denyut nadi, frekuensi napas, suhu tubuh, dan tingkat kesadaran gadis itu.
Keadaan Laura baru benar-benar stabil setelah dokter memberikan suntikan adrenalin, cairan infus, dan oksigen. Kini, putri sulungnya tersebut tengah tertidur pulas.
Gadis berusia 7 tahun itu memiliki alergi terhadap kacang yang sudah akut. Penyakit yang Laura idap merupakan penyakit turunan dari sang kakek dari pihak ayahnya. Kendati demikian, Steven tidak memiliki penyakit yang sama.
"Sekali lagi, maafkan saya, Nyonya." Anna ditemani Noah membungkukkan badannya dalam-dalam di hadapan Lynelle dengan wajah sembab. Sebagai wali kelas dia merasa bersalah akan insiden yang terjadi pada Laura. Andai saja dia bisa menjaga Laura dengan baik, gadis cantik itu sudah pasti tidak akan mengalami hal buruk seperti ini.
"Tidak perlu meminta maaf, aku memahami posisimu." Lynelle berdiri dari tempat duduknya dan memeluk tubuh Anna.
Beberapa saat kemudian, Steven tiba di rumah sakit. Pria itu segera memeluk Lynelle dan mencium kening Laura. Wajah dan lehernya masih terlihat membengkak dan merah.
"Apa yang terjadi? Bagaimana Laura bisa seperti ini? Bukankah dia sedang berada di sekolah? Sekolah tahu alergi yang diidapnya, kan?" Steven menoleh pada kedua guru Laura dan memandang mereka tajam.
Lynelle berusaha menenangkan Steven dan meminta kedua guru Laura untuk meninggalkan tempat. Wanita itu tidak ingin mereka berdua semakin terpuruk dengan kemarahan sang suami.
"Tolong, kabari kami jika Laura sudah bangun," pinta Noah yang langsung diiyakan oleh Lynelle.
Setelah kedua guru tersebut pergi, Lynelle pun menceritakan hal ganjil yang terjadi di sekolah Laura. Yaitu perihal mobil ford keluaran lama yang sempat mengintai anak mereka selama beberapa hari kebelakang.
"Aku pikir semua sudah selesai, sebab selama dua hari kemarin mobil tersebut tidak lagi tampak di sekolah. Namun, tiba-tiba ketika Laura pulang sekolah siang ini, entah bagaimana ceritanya dia dihampiri oleh seorang anak kecil. Anak tersebut memberikan sekotak permen untuk Laura dan beberapa anak lain. Tanpa pikir panjang Laura segera memakan permen tersebut, yang ternyata mengandung kacang." Lynelle bercerita panjang lebar.
"Lalu apa hubungannya dengan mobil ford? Aku sama sekali tidak mengerti." Steven mengerutkan keningnya. Dia masih belum memahami perkataan sang istri.
"Pasalnya, kata salah seorang teman sekelas Laura, setelah memberikan permen pada mereka, anak kecil tersebut menaiki mobil ford itu lalu pergi meninggalkan sekolah. Kini, polisi masih mencari keberadaannya."
Tangis Lynelle kontan saja pecah. Dia meminta maaf pada Steven karena belum sempat menceritakan hal tersebut padanya. Kekhawatiran Lynelle pada kondisi Steven membuat wanita itu memilih untuk memendamnya terlebih dahulu. Dia tidak ingin menambah beban pikiran sang suami.
Steven memeluk Lynelle kembali dan mencium keningnya. Perasaan bersalah justru hinggap di hati pria itu. Sejak menangani proyek Herz37, terlebih ketika Sebastian mulai menunjukkan ambisinya, Steven jadi mengenyampingkan kepentingan istri dan anak-anaknya.
"Aku lah yang seharusnya meminta maaf, Sayang. Jangan menangis lagi, yang terpenting sekarang Laura sudah baik-baik saja. Aku akan mendesak pihak kepolisian untuk mencari pemilik mobil ford tersebut. Aku juga akan menempatkan beberapa penjaga di sekolah. Kau tak perlu khawatir," kata Steven.
Lynelle menganggukkan kepalanya.
Steven menghela napasnya yang terasa berat. Pasalnya, penyelidikan tentang keberadaan mobil box yang menabraknya waktu itu belum selesai, dan mereka harus menghadapi masalah lain lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
ZaeV92
nyesek bangeeet rasanya
2022-08-13
1
Santai Dyah
sabar pasti sksn ada jln keluar nya
2022-08-10
0
Siska Agustin
Steve disibukkan dg masalah kluarganya dan disaat bersamaan Sebastian akan menjalankan rencana nya yg lain agar Steve mau mundur dr proyek itu,mugkin sih ini..Sebastian ingin Steve slalu ada dibawahnya dan bisa nahklukin Steve..
2022-08-06
0