Pembalasan Dendam Sang Leona
Tak ada yang lebih membahagiakan dari pada hidup bersama keluarga tercinta. Hampir setiap manusia yang ada di muka bumi memiliki keinginan untuk membangun sebuah keluarga sendiri dan menciptakan kebahagiaan yang hakiki.
Hal tersebut tentu saja merupakan satu impian juga bagi Keluarga Demspter.
Keluarga Dempster merupakan keluarga terpandang yang memiliki perusahaan besar dan sukses, yaitu Dempster Enterprise. Perusahaan mereka yang semula bergerak dibidang ekspor impor barang-barang mewah kini melebarkan sayapnya ke ranah lain.
Dengan menggandeng perusahaan-perusahaan terbaik, Dempster Enterprise melebarkan sayapnya hampir ke seluruh faktor industri, seperti tekstil, makanan, farmasi, hingga entertainment. Mereka bahkan baru saja selesai mendirikan sebuah stasiun televisi yang akan diresmikan dalam beberapa hari kedepan.
Semua kesuksesan yang diraih perusahaan itu tak lain berkat tangan dingin Steven Dempster, anak tunggal dari Alexander Dempster yang telah meninggal hampir lima tahun lalu, menyusul sang istri tercinta yang sudah lebih dulu pergi tiga tahun sebelumnya.
Dibantu salah seorang kepercayaan sekaligus sahabat baik Alexander, Steven mengelola perusahaan milik kedua orang tuanya dengan sangat baik.
Tak hanya sukses dalam mengelola perusahaan, Steven juga sukses dalam membina rumah tangga.
Delapan tahun yang lalu dia berhasil menikahi pujaan hatinya dalam sebuah upacara pemberkatan yang sangat sederhana —permintaan dari sang istri—.
Kini mereka hidup bahagia bersama sepasang putra putri yang cantik dan tampan.
...***...
"Bye, Mom!" teriak Laura pada sang ibu, Lynelle, dari ambang pintu bus sekolahnya seraya melambaikan tangan.
Sembari menggendong si bungsu, Sean, Lynelle membalas lambaian anak sulungnya. Senyum manis terpatri dari wajah cantik wanita berusia 33 tahun itu.
Sean, sang adik, turut melambaikan tangannya pada kakak tercintanya dengan raut antusias.
Laura tertawa kecil. Dia pun duduk di salah satu bangku dan bus pun pergi setelahnya.
"Kakak sudah pergi ke sekolah. Jadi, apa yang akan kita lakukan setelah ini, Sean?" tanya Lynelle dengan raut wajah jenaka.
"Cookies, Mommy! Cookies!" teriak Sean. Celotehan sang putra yang baru berusia tiga tahun itu membuat Lynelle tertawa kecil.
"Ini masih pagi, Sean, dan kau sudah ingin memakan cookies?" tanya Lynelle seraya menjawil hidung mungil si bungsu.
Sean tertawa kecil dan menganggukkan kepalanya tiga kali.
"Baiklah, karena kau sudah pintar menghabiskan sarapanmu tadi, Mommy akan membuatkan cookies yang enak sebagai camilan!" Lynelle menatap Sean antusias. Mereka pun berbalik dan mulai berjalan menuju ke dalam rumah.
Beberapa penjaga yang dilewati ibu dan anak itu langsung membungkuk hormat. Dua orang di antaranya buru-buru menutup pagar besar rumah tersebut, tatkala sang nyonya telah pergi dari hadapan mereka.
Sesampainya di dalam, Lynelle langsung mendudukkan sang putra pada baby chair miliknya. "Duduk yang tenang, maka kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan, Sayang," ucap Lynelle disertai sebuah kecupan singkat pada kening Sean.
Sean mengangguk. Dia menarik leher sang ibu dan membalas kecupannya di pipi. Lynelle kembali tertawa.
Dengan cekatan, wanita itu membuat cookies seorang diri. Meski hidup di rumah yang luas dan memiliki beberapa asisten rumah tangga, Lynelle sama sekali tidak mengijinkan mereka membantu, ketika dia sedang berada di dapur. Untuk hal-hal tertentu sebisa mungkin wanita itu akan menyiapkannya sendiri, seperti sarapan, makan malam, dan menyiapkan pakaian untuk dipakai saat itu juga.
Hanya sesekali saja para asisten rumah tangganya dibiarkan membantu saat dia di dapur, jika memang sedang mengalami sedikit kesulitan.
Suara dering telepon rumah berbunyi kala Lynelle sedang sibuk mencetak adonan cookies di atas loyang.
Salah seorang asisten rumah tangganya mengangkat telepon tersebut, dan menyerahkannya pada Lynelle tak lama kemudian.
"Tuan menelepon, Nyonya," beritahunya.
Lynelle menyelesaikan sentuhan terakhirnya dan meminta sang asisten rumah tangga untuk memasukkan cookies tersebut ke dalam microwave.
"Halo, Sayang," sapa Lynelle lembut.
"Honey, maaf, hari ini sepertinya aku akan pulang telat. Mr. Jeremy memundurkan pertemuan kami menjadi sore hari." Suara merdu Steven, sang suami, langsung menerpa indera pendengaran Lynelle.
"Tidak apa-apa, Sayang, aku mengerti," jawab Lynelle.
"Terima kasih, Istriku yang cantik. Titip anak-anak, aku akan usahakan untuk pulang cepat. I love you!"
Lynelle tersenyum. Dia selalu menyukai kalimat terakhir yang tak pernah lupa disematkan sang suami, baik melalui telepon mau pun melalui pesan singkat.
"Love you too," balas wanita itu sebelum kemudian mengakhiri sambungan telepon mereka.
Setelah menerima telepon dari Steven, sembari menunggu cookies matang, Lynelle berjalan menuju sang putra yang sedang asyik memainkan beberapa mainan yang diberikan oleh asisten rumah tangganya.
"Daddy akan pulang telat, jadi kita hanya akan bersenang-senang bersama kakak saja sepanjang hari ini." Kecupan ringan didaratkan Lynelle pada kening Sean.
Sean hanya tertawa menanggapi perkataan sang ibu, lalu kembali memainkan mainannya.
...***...
Laura menyambut kedatangan sang ayah begitu mendengar suara pintu depan terbuka. Dia yang semula tengah menikmati makan malam bersama ibu dan adiknya bergegas lari tanpa menghiraukan panggilan Lynelle yang menyuruhnya untuk berhati-hati.
Tahu bahwa putri kecilnya datang, Steven memasang kuda-kuda. Dia segera mengangkat Laura sebelum sang gadis kecil menubruk tubuhnya hingga terjatuh.
"Welcome home, Daddy." Laura tersenyum dan mencium pipi Steven dua kali.
"Bagaimana sekolahmu?" tanya Steven sembari berjalan menuju ke ruang makan, tempat dimana istri dan putra bungsunya saat ini berada.
"Amazing! Mr. Gerrard berhasil membuat pesawat kecil buatan kami mengudara di lapangan baseball." Laura mulai berceloteh dengan antusias tentang kegiatannya di sekolah.
"Wow, keren sekali!" puji Steven tak kalah antusias. Dia pun mendengarkan dengan saksama setiap kata yang keluar dari mulut gadis itu. Entah mengapa, rasa lelah yang tadi sempat terasa, kini sedikit berkurang setiap tiba di rumah.
Ketika sampai di dapur, Steven segera menurunkan Laura, lalu menghampiri Lynelle dan Sean. Tak lupa, dia juga menggendong Sean yang ternyata sudah merengek karena melihat kemesraan kakak dengan ayahnya.
"Hari ini kau jadi anak yang baik, kan, Sean?" tanya Steven.
Sean mengangguk senang. "Aku anak baik, Daddy."
Steven tersenyum dan mengacak pelan rambut Sean. Sang istri kemudian menawarinya untuk mandi terlebih dahulu sebelum menyantap makan malam.
Steven menurutinya. Ditemani Lynelle, keduanya naik ke lantai dua, sementara Laura dan Sean tetap berada di ruang makan untuk menghabiskan makan malam mereka, bersama seorang asisten rumah tangga.
Dengan cekatan, Lynelle menyiapkan air hangat untuk mandi sang suami dan setelan pakaian rumah.
"Terima kasih, istriku yang cantik. Kalian selalu jadi obat paling mujarab untuk diriku," ucap Steven tulus seraya mendaratkan kecupan ringan di b1b1r Lynelle.
Lynelle tersenyum manis. "Ada apa? Pertemuanmu dengan Mr. Jeremy tidak berjalan lancar?" tanya wanita itu kemudian.
"Pertemuan itu baik-baik saja. Aku hanya sedang memikirkan sesuatu yang lain," jawab Steven. Raut wajahnya yang semula baik-baik saja tiba-tiba berubah.
Lynelle yang tak ingin membuat Steven kembali memikirkan pekerjaan, memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut.
"Jangan pikirkan apa pun dulu," ucap Lynelle lembut. Dia tahu sang suami butuh membebaskan sejenak isi kepalanya dari pekerjaan-pekerjaan.
Steven mengangguk.
"Mandilah," titah Lynelle seraya menggiring pria itu menuju kamar mandi.
"Kau tak ingin ikut?" tanya Steven dengan raut wajah jenaka.
Mendengar godaan itu, Lynelle hanya menjawab pertanyaan Steven dengan tawa kecil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
good job thor lanjutkan
2023-04-26
0
Emak PanDa🐼
Nitip jejak Ni,, semangat berkarya ya kak💕🥰👣👣👣👣
2022-11-29
1
Hulapao
keluarga idaman sih
2022-09-15
0