"Kaylee, lihat siapa yang datang!" Seorang wanita cantik berusia 45 tahun berteriak dari ambang pintu rumah. Ia baru saja menyambut tiga orang tamu penting yang datang berkunjung. Siapa lagi kalau bukan menantu dan cucu dari sahabat suaminya, Lynelle, Laura, dan Sean.
Suara derap langkah kaki yang tengah menuruni tangga terdengar beberapa saat kemudian. Seorang gadis remaja berusia 15 tahun dengan rambut ikal muncul di hadapan mereka.
Dia memeluk Lynelle, Laura, dan Sean bergantian, sebelum kemudian meminta izin untuk membawa Laura dan Sean ke kamarnya.
"Dia selalu saja antusias jika kedua adiknya datang," ujar Alyssa, nama wanita itu, seraya menggelengkan kepalanya. "Ayo, masuk, Elle," pintanya kemudian.
Lynelle melangkah masuk. "Sebagai anak tunggal, aku mengerti bagaimana perasaannnya," kata Lynelle menimpali. Dia dan Kaylee memang memiliki sedikit kesamaan, salah satunya adalah, mereka sama-sama seorang anak tunggal. Maka tak heran jika Kaylee selalu antusias menyambut kedatangan Laura dan Sean, meski perbedaan usia mereka cukup jauh.
Kaylee bahkan sering meminta kedua anaknya menginap di sana sepanjang liburan akhir pekan, dan Lynelle tidak keberatan mengizinkannya.
"Bagaimana kabarmu, Ell?" tanya Alyssa, istri dari Sebastian. Keduanya berjalan menuju ruang tamu.
"Baik, Aunt. Bagaimana denganmu? Cedera di tangan tampaknya sudah mulai membaik." Lynelle melirik pergelangan tangan kiri Alyssa yang masih terbalut medicrepe. Seminggu lalu, wanita itu tergelincir di pelataran rumahnya saat hendak berjalan menuju taman belakang.
"Kau benar, aku sudah merasa lebih baik. Dokter sebenarnya sudah memperbolehkan medicrepe ini dilepas, tetapi Sebastian tidak mengizinkannya. Dia terlalu mengkhawatirkan segala sesuatu." Alyssa terlihat kesal ketika mengatakannya, walau pun kemudian, senyum simpul terpatri di wajah cantik wanita itu.
"Setiap pria memang seperti itu," kelakar Lynelle. Tawa kecil keluar dari mulut keduanya.
Mereka pun berbincang-bincang seraya menikmati secangkir teh dan kudapan yang dibawa asisten rumah tangga Alyssa.
Meski kedua mertuanya telah meninggal dunia, sebisa mungkin Lynelle tetap meneruskan jalinan kekerabatan di antara Keluarga Dempster dan Calder. Dia tak ingin hanya Steven yang memiliki peran menjaga jalinan itu tetap terjaga.
"Aku harap proyek peluncuran Herz37 dapat berjalan sesuai rencana," ungkap Alyssa di tengah-tengah pembicaraan mereka.
Lynelle yang mendengar hal itu tentu saja terkejut, sebab mereka tak pernah sekali pun membicarakan tentang perusahaan. Setiap kali bertemu, Alyssa mau pun Lynelle tidak pernah membicarakan perihal apa pun soal perusahaan. Namun kini sepertinya ada yang berbeda.
"Ya, aku harap juga demikian." Wanita itu tersenyum. Berusaha menanggapi perkataan Alyssa dengan raut wajah biasa.
"Pengujian yang dilakukan Steven pasti tidak akan berlangsung lama, kan?" Alyssa mengubah posisi duduknya dan menatap Lynelle dengan pandangan lain.
Lynelle mengerutkan keningnya. Tak biasanya Alyssa bersikap demikian.
"Ya. Aku tak mengerti bahasanya seperti apa, tetapi yang jelas, jika efek samping yang ditemukan memang memicu gejala berbahaya, mau tidak mau Herz37 harus dibuat ulang," jawab Lynelle.
Alyssa terlihat tidak begitu menyukai jawaban istri dari partner kerja suaminya itu. "Bayangkan, berapa jutaan dollar yang harus terbuang jika kita memulainya kembali dari awal. Padahal Herz37 menimbulkan efek samping jika dikonsumsi dalam dosis banyak."
Lynelle terdiam. Herz37 memang aman jika dikonsumsi dalam dosis tepat, tetapi tidak demikian bila dikonsumsi dalam jangka panjang, dan ini lah yang dikhawatirkan Steven.
Tak semua orang mampu melakukan transplantasi jantung. Jadi, selagi menunggu, mereka pasti akan terus mengonsumsi obat tersebut. Apa lagi, Steven berniat menjual obat itu dengan harga yang tidak tinggi, agar dapat meringankan beban penderita.
"Kau pasti bisa membujuk Steve, Elle." Kendati tersenyum, tetapi Lynelle dapat melihat sorot menuntut dari mata Alyssa.
Kini dia mengerti, mengapa Alyssa bersikeras memintanya datang ke rumah, meski bukan akhir pekan.
...***...
"Kaylee, kau belum mencuci tanganmu!" seru Sebastian pada putri semata wayangnya yang baru saja kembali dari wastafel.
"Sudah Daddy. Aku bahkan mencucinya dua kali," balas Kaylee.
"Tidak! Tidak! Cuci tanganmu selama tiga menit. Lakukan dengan benar kalau ingin makan."
Melihat tatapan tajam sang ayah, mau tak mau membuat Kaylee kembali menuju wastafel.
Dengan perasaan jengkel, Kaylee menggosok dan menggaruk kedua tangannya hingga memerah demi menyenangkan hati Sebastian.
Sejak kepulangan ayahnya dari kantor, pria itu langsung menanyai seluruh kegiatan Kaylee. Dia juga mengecek kamar gadis itu dengan teliti. Sebastian sangat tidak menyukai jika kamar putrinya kotor. Begitu pula dengan diri Kaylee sendiri.
Sebastian selalu memastikan bahwa Kaylee terlihat cantik dan berpakaian rapi. Sejak seusia Laura, Kaylee bahkan sudah melakukan berbagai macam perawatan kecantikan.
Tak hanya itu, Sebastian juga menerapkan standar sendiri dalam tiap pelajaran Kaylee. Dia sama sekali tidak diperbolehkan mendapat nilai B. Jika ada satu mata pelajaran saja yang mendapat nilai tersebut, Kaylee akan langsung dikurung di dalam kamar selama seharian untuk belajar.
Sebastian juga membatasi pergaulan Kaylee. Itu lah salah satu alasan lain, mengapa Kaylee senang bermain dengan Laura dan Sean. Hanya dengan mereka lah, Kaylee bisa bebas bermain.
Sebastian melakukan hal tersebut, sebab Kaylee merupakan aset pentingnya di masa depan. Dia adalah penerus dirinya. Jadi, sebisa mungkin, Sebastian harus menempa diri Kaylee sejak dini.
Jujur saja, Kaylee sebenarnya lelah dengan semua peraturan yang dibuat Sebastian. Baginya, semua yang dilakukan sang ayah tak lebih dari sebuah penyiksaan batin.
Berkali-kali dia memprotes tindakan ayahnya pada sang ibu, tetapi ternyata Alyssa juga mendukung apa yang suaminya lakukan pada putri semata wayang mereka.
"Tegakkan punggungmu dan gunakan alat makan dengan benar, Kaylee," titah Sebastian begitu Kaylee datang dan bergabung dengannya di meja makan.
"Oke, Dad," jawab Kaylee dengan suara nyaris tak terdengar.
Mereka pun makan malam dengan tenang. Setelah makan malam, Sebastian langsung menyuruh Kaylee masuk ke dalam kamar dan beristirahat.
"No ponsel, Kaylee, besok kau harus ke sekolah."
"Baik, Dad." Kaylee menghampiri ayah dan ibunya untuk mencium pipi mereka.
Selepas kepergian Kaylee, Sebastian menanyakan soal kedatangan Lynelle dan kedua anaknya.
"Jadi, kau sudah meminta Lynelle untuk membujuk Steven?" tanya Sebastian.
"Sudah. Namun sepertinya, Lynelle tak jauh berbeda dengan Steven. Bagaimana jika peluncuran obat tersebut memang harus mundur? Apa yang akan kau katakan pada para investor? Mereka sudah menggelontorkan dana fantastis." Raut kekhawatiran timbul di wajah Alyssa.
"Jangan khawatir, Darling. Obat tersebut akan tetap diluncurkan sesuai rencana." Sebastian menggenggam tangan istrinya lembut.
"Tapi ... bagaimana jika obat tersebut memang berbahaya, Sayang?" tanya Alyssa kemudian.
"Obat tersebut tidak akan berhasil melewati uji klinis jika memang berbahaya, Darling." Senyum menenangkan terbit dari wajah pria berusia setengah abad itu.
Alyssa turut tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Imam Sutoto Suro
wooow keren thor lanjutkan
2023-04-26
1
Untaian Fiksi(Hiatus)
nyicil baca kak, semangattt
2022-08-16
1
Siska Agustin
gk bnr ini,knp harus menekan anak kek begitu,tujuanya sih bagus supaya anaknya cerdas tp liat kan anaknya lama² bosen dan tertekan dia gk nyaman dlm peraturan kek begitu..dia nglakuin itu karma terpaksa takut sama ayah dan ibunya karna dituntut jadi yg terbaik..
2022-08-03
1