...༻⌘༺...
Erma menggertakkan gigi karena merasa sangat kesal. Dia mengambil teh buatan Altesa. Lalu menghempaskannya ke lantai.
"Lihat saja. Kau akan menyesal karena sudah bersikap begini kepadaku. Dan sebaiknya kau bersihkan kekacauan ini." Erma menatap ke arah pecahan gelas dengan genangan air di lantai. Ia beranjak dari meja makan.
Altesa tersenyum puas. Dia segera menyelesaikan masakannya.
Lima menit berlalu. Hidangan istimewa Altesa untuk Azka telah jadi. Kini hanya perlu memanggil anak itu saja.
"Azka mau nggak ya..." gumam Altesa meragu. Mengingat Azka masih enggan mendekatinya.
Saat hendak meletakkan makanan ke meja, Altesa tidak sengaja terpeleset. Ia terkena genangan teh yang tadi dibuang Erma ke lantai. Tangannya bahkan terkena beling nan tajam. Altesa sontak meringis kesakitan.
"Ugh..." erang Altesa. Dia melihat telapak tangannya tertusuk pecahan kaca. Mengeluarkan darah yang cukup banyak.
Meskipun begitu, musibah kecil yang menimpa Altesa bukanlah apa-apa. Dia segera berdiri dan membersihkan semua kekacauan di lantai. Altesa juga tidak lupa membalut lukanya dengan perban kecil.
"Kenapa aku yang malah dapat karma? Padahal tadi aku hanya memberinya teh asin," gerutu Altesa. Dia memungut pecahan kaca terlebih dahulu. Lalu barulah mengelap teh di ubin sampai bersih.
Selepas itu, Altesa lanjut berkutat dengan hidangan di meja makan. Ketika sudah menyelesaikan semuanya, Wildan datang.
"Ternyata kau tahu diri juga. Terima kasih... kebetulan aku sudah lapar." Wildan menarik sebuah kursi. Dia memperhatikan makanan buatan Altesa yang ada di meja.
"Jangan, Mas! Kita makan di luar saja malam ini. Aku sudah melakukan reservasi di sebuah restoran. Azka juga akan ikut." Erma tiba-tiba muncul. Dia terlihat sudah berpakaian rapi dan menggunakan tas branded berwarna hitam.
Mendengar Azka akan dibawa, Altesa buru-buru bergerak. Dia ingin menemui sang putra secepat mungkin. Berlari melewati Erma begitu saja.
Wildan dan Erma otomatis bertukar tatapan. Keduanya tentu dapat mengira apa yang akan dilakukan Altesa.
Erma yang cemas, berniat menghentikan. Namun Wildan dengan cepat mencegat.
"Tidak perlu khawatir. Aku jamin Azka tidak akan mau mendekatinya," ucap Wildan.
Erma lantas mengangguk. Dia berpikir usulan Wildan ada benarnya.
Benar yang dikatakan Wildan, Azka memang masih tidak mau berdekatan dengan Altesa. Dia bahkan mengunci pintu kamarnya.
"Azka... ini adalah Bunda kamu yang sebenarnya. Aku ingat bagaimana tampannya dirimu saat baru saja lahir..." ungkap Altesa. Tepat berdiri di depan pintu.
"PERGI!" pekik Azka dari dalam kamar.
Altesa tersentak. Dia reflek memegangi dadanya. Perempuan itu merasa sakit hati. Tetapi Altesa tidak sedikit pun membenci Azka. Ia tahu anaknya tersebut hanya korban keegoisan Wildan.
"Ayolah, sayang... setidaknya ceritakan sama Bunda kenapa kamu jadi begini," imbuh Altesa sembari mengetuk pelan pintu. Akan tetapi hardikan Azka kian menjadi-jadi.
"Bunda! Papah!" Azka lebih memilih memanggil Erma dan Wildan. Panggilannya sukses membuat Erma datang.
Erma tidak menoleh ke arah Altesa. Kemudian mengetuk pintu dan memanggil Azka.
Tidak butuh waktu lama, Azka langsung membukakan pintu. Dia memeluk Erma di hadapan Altesa.
"Sudah, Azka. Sekarang ada Bunda. Ayo kita pergi! Kita ke restoran yang es krimnya enak itu ya." Erma menjongkokkan badan ke hadapan Azka. Keduanya persis seperti ibu dan anak yang saling menyayangi.
Azka berseru senang. Dia pergi dalam tuntunan Erma. Meninggalkan Altesa tanpa salam atau pun sapaan yang berarti.
Altesa berlari ke depan jendela. Memandangi mobil Wildan pergi dari rumah. Rasa sakit yang mendalam kembali lagi. Ternyata mendekati Azka tidak semudah yang dirinya kira. Entah apa yang sudah dibisikkan Wildan ke dalam kepala anak itu. Sampai-sampai Azka tega membenci ibunya sendiri.
"Wildan, apa yang sudah kau lakukan?" gumam Altesa. Dia baru terpikir untuk mencari tahu alasan rinci dibalik tindakan Wildan.
Terlintas nama Pak Wisnu dalam kepala Altesa. Usai membereskan makanan yang ada di meja, dia segera pergi.
Altesa berniat ingin menanyakan apa saja yang terjadi semenjak dirinya koma. Tiba-tiba banyak sekali pertanyaan yang menghantui pikiran Altesa.
'Kenapa aku baru terpikir sekarang? Pokoknya aku harus cepat-cepat menemui Pak Wisnu,' batin Altesa. Ia sekarang ada di dalam bus. Melakukan perjalanan ke apartemen Rika.
...***...
Setibanya di apartemen, Rika dan Beno sudah menunggu. Altesa bergabung dan mendiskusikan perihal Wildan.
Altesa mengatakan sikap Azka yang begitu membencinya. Selain itu, dia juga memberitahu kemungkinan Erma yang menderita kemandulan.
"Apa kalian memikirkan apa yang kupikirkan?" cetus Beno seraya menatap Rika dan Altesa secara bergantian.
"Maksudnya kau mengira kalau Wildan sengaja mencuci otak Azka? Agar percaya kalau Erma adalah ibu kandungnya. Begitu bukan?" tanggap Rika yang langsung direspon dengan anggukan kepala dari Beno.
"Aku juga berpikir begitu. Sebab Azka terasa sangat membenciku! Bahkan tadi aku sempat mendengar dia menyebutku sebagai tante jahat. Coba pikirkan? Sejak kapan aku berbuat jahat pada Azka? Sebelum aku koma, justru Azka lebih sering di urus olehku dibanding Wildan." Altesa mengungkapkan segalanya.
"Jujur, Wildan adalah lelaki paling bejat di dunia. Apa semua ini karena pengaruh wanita tua itu?" ujar Rika menduga.
"Sepertinya tidak. Kulihat Erma selalu tunduk dengan semua perkataan Wildan," sahut Altesa.
"Sekarang bagaimana? Apa kau akan tetap tinggal bersama mereka?" tanya Beno.
Altesa mengangguk. Dia tidak akan menyerah untuk kembali bersama putranya. "Aku harus tetap bertahan sampai Pak Wisnu kembali," imbuhnya. Perlahan menyilangkan tangan ke depan dada.
"Sepertinya aku harus merubah strategi agar bisa menemukan lebih banyak bukti," kata Altesa. Membuat Beno dan Rika mengernyitkan kening.
"Apa?" Rika menuntut jawaban.
"Aku akan mendekati Wildan!"
"HAH?!" Beno dan Rika kaget bukan kepalang. Altesa lagi-lagi merencanakan hal gila.
Tinggal bersama Wildan dan Erma merupakan ide gila yang Beno dan Rika nyaris tidak terima. Lalu sekarang? Altesa ingin menggoda suami bajingan yang tak pantas untuk diberi ampun?
"Kau sekarang benar-benar sinting! Aku tidak setuju! Aku tahu kau masih memiliki sedikit cinta untuk Wildan. Aku tidak akan membiarkan percikan itu menjadi empati yang berlebihan!" omel Rika. Menolak tegas ide Altesa.
"Lalu bagaimana aku bisa menemukan jawaban lebih cepat? Mau lapor ke polisi? Kita bahkan tidak punya bukti sedikit pun," jawab Altesa. Memperhatikan ekspresi Beno dan Rika dengan seksama.
Wajah Rika nampak masam. Jelas dia tidak setuju. Berbeda dengan Beno, yang terlihat menampakkan keraguan.
"Aku akan carikan pengacara untukmu ya. Kita bisa selidiki sama-sama. Iyakan Ben?" usul Rika. Dia menatap Beno. Berharap teman lelakinya tersebut setuju.
Beno terdiam. Dia tampak memiringkan kepala seolah berpikir. Beno melakukannya cukup lama. Sampai akhirnya dia berkata, "Setelah dipikir-pikir, ide Altesa ada benarnya. Tapi bukan berarti aku tidak menyetujui usulanmu, Rik. Pokoknya aku suka ide kalian berdua."
"Jadi?" Altesa dan Rika bertanya secara serentak.
"Lakukan saja keduanya. Tidak ada salahnya kan?" Beno mengangkat dua tangannya ke atas. "Bagiku masalahnya cuma satu," tambahnya.
"Apa?" Rika penasaran.
Beno menatap malas ke arah Altesa. "Penampilanmu, Al. Wildan tidak akan tertarik, jika kau masih begini," komentarnya sembari menunjukkan raut wajah tidak enak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Fitriani Fitriani
rencana apa ya altesa ,penasaran thor
2022-08-12
1