...༻⌘༺...
"Tidak! Itu salah besar! Aku tidak pernah menikahi lelaki lain selain Mas Wildan!" bantah Altesa dengan nada penuh penekanan. Matanya mulai berkaca-kaca. Dia berusaha menahan tangis. Di hatinya seakan ada sesuatu yang menusuk tajam.
"Tapi kata Wildan..." Rika jadi tidak enak. Dia merasa iba menyaksikan mimik wajah yang ditunjukkan Altesa.
"Aku akan ceritakan semuanya padamu..." lirih Altesa.
Rika mengangguk setuju. Dia dan Altesa pergi ke taman untuk saling bercerita. Di sana Altesa mengatakan apa yang sudah dilakukan Wildan terhadapnya. Ia tentu tidak lupa menceritakan perihal koma yang di alaminya selama dua tahun lebih.
Mulut Rika menganga lebar. Dia jadi ikut-ikutan terbenam amarah. Apalagi dirinya mengetahui sesuatu hal lain yang tidak diketahui Altesa.
"Al, aku tahu dimana Wildan sekarang. Maaf aku harus mengatakan ini. Tapi apa Wildan pernah cerita kalau dia telah menikah lagi?" ungkap Rika serius.
Mata Altesa terbelalak tak percaya. Kini dia tidak bisa membendung tangisannya lagi. Kepala Altesa tertunduk sambil terus mengeluarkan cairan bening dari sudut mata. Sakit! Hati Altesa terlampausakit. Apa yang sudah dilakukan Wildan benar-benar menyiksa batinnya.
"Maafkan aku, Al... andai aku tahu kau tertimpa masalah begini, pasti aku akan selalu menemani. Maaf karena aku datang terlambat..." Rika jadi ikut menangis. Dia memeluk Altesa dengan lembut.
Altesa tidak mengatakan apapun. Dia hanya membalas dekapan yang diberikan oleh Rika. Lagi-lagi dirinya harus menanggung rasa sakit di hati.
Tidak lama kemudian, Rika melepas pelukannya. Dia baru teringat kalau dirinya harus mengambil resep obat di apotek.
"Kau sakit apa, Rik?" tanya Altesa.
"Nanti aku akan ceritakan." Rika memberitahu sambil menyentuh bagian perutnya.
"Kamu hamil? Kau menikah dengan siapa? Aku pasti banyak sekali ketinggalan berita!" Altesa yang mengerti, langsung bertanya.
Rika menggigit bibir bawahnya. Dia tertunduk sendu. Seolah kehamilan yang di alaminya bukanlah kebahagiaan.
"Aku belum menikah, Al... lelaki itu memang bejat ya." Rika mengungkapkan semuanya dengan raut wajah masam.
"Maaf... aku tidak bermaksud..."
"Tidak apa-apa. Ini juga sepenuhnya salahku. Aku tidak bisa menjaga diri dengan baik," tutur Rika sembari mencoba beranjak dari ruangan.
"Boleh aku minta bantuanmu nggak?" tanya Altesa sembari mencegat kepergian Rika. Dia menggenggam pergelangan tangan temannya tersebut.
"Ya?" Rika menuntut jawaban.
"Bisakah kau membawaku untuk menemui Wildan? Aku ingin melihat semuanya dengan mata kepalaku sendiri."
"Kau yakin?"
Altesa mengangguk. "Aku ingin memberinya pelajaran!" ucapnya bertekad.
"Baiklah. Itu gampang. Tapi aku ke apotek dulu ya." Rika bersedia membantu Altesa. Dia pergi sebentar untuk mengambil obat ke apotek.
Sementara menunggu Rika, Altesa menatap kosong keluar jendela. Saat itulah Stevan muncul dari balik pintu. Dia membawakan parcel yang dipenuhi dengan buah-buahan.
"Kau perlu banyak makanan sehat," ujar Stevan seraya berjalan mendekat. Lalu mengambil sebuah apel dari dalam parcel.
Menyaksikan perhatian Stevan, Altesa menghela nafas. Dia merasa terlalu banyak merepotkan lelaki tersebut.
"Sudahlah, Dokter. Kau membuatku jadi merasa berhutang banyak. Aku tidak tahu harus bagaimana untuk membayar semuanya," ungkap Altesa.
"Aku memang begini kepada semua pasienku. Tanya saja Nirina. Bukan hanya kau saja yang pernah aku bantu. Kebetulan aku punya tabungan khusus untuk membantu pasien yang kesulitan sepertimu," tutur Stevan lembut. Dia duduk ke hadapan Altesa. Kemudian menyodorkan sebuah apel.
"Benarkah? Kau memang luar biasa. Aku tidak tahu harus bagaimana. Tapi aku janji, suatu hari nanti aku pasti akan bayar semua kebaikanmu," kata Altesa sembari tersenyum tipis. Dia meraih apel pemberian Stevan.
"Syukurlah sekarang kau sudah bisa tersenyum." Stevan membalas senyuman Altesa. Dia segera pergi karena harus mengurus pasien lainnya.
...***...
Kini Altesa masih menunggu Rika. Dia jadi ragu karena sudah dibuat terlalu lama menanti oleh Wildan.
Satu jam terlewat. Orang yang ditunggu akhirnya datang. Rika terlihat membawa tas karton misterius.
"Kenapa lama banget? Aku kira kamu tinggalin aku juga kayak Wildan," keluh Altesa sembari mendengus kasar.
"Enggaklah! Mana mungkin aku tinggalin kamu. Aku cuman belikan kamu pakaian doang. Nih, cepat pakai!" Rika memberikan tas karton berisi pakaian.
"Benar juga. Aku nggak kepikiran. Nggak mungkin aku ketemu Wildan pakai baju ini." Altesa mengambil tas karton yang diberikan Rika. Dia segera mengganti pakaiannnya.
Rika mengamati Altesa yang sibuk mengenakan pakaian. Dia kaget saat melihat baju yang dikenakan Altesa sangat ketat.
"Aku lupa kasih tahu kalau berat badanku naik drastis setelah mengalami koma." Altesa menghembuskan nafas kasar. Meniup anak rambut yang kebetulan bertengger di depan wajah. Sekarang dia berdiri di depan cermin. Menyaksikan penampilan yang sudah tidak terawat selama dua tahun lamanya.
"Pakai aja itu dulu. Nanti di jalan kita singgah ke toko baju lagi." Rika mengusulkan.
Altesa mengangguk. Dia dan Rika sudah siap pergi dari rumah sakit.
"Rik, kamu punya masker nggak? Aku pokoknya nggak boleh ketahuan pergi dari sini," ucap Altesa. Membuat Rika mengernyitkan kening.
"Jadi kita pergi dari sini tanpa izin?" Rika memastikan.
"Iya! Aku nggak mau ngerepotin dokter Stevan lagi. Nanti aku akan kembali setelah bisa mengambil uang dari tabungan." Altesa menerangkan dengan pelan. Ia dan Rika lantas diam-diam pergi dari rumah sakit.
Sebelum mendatangi rumah Wildan, Rika dan Altesa berhenti di toko baju terlebih dahulu. Altesa memilih pakaian yang cocok untuk tubuhnya.
Selang sekian menit, barulah Rika dan Altesa benar-benar pergi. Mereka perlu memakan waktu sekitar lima belas menit untuk sampai di kediaman Wildan.
"Rumahnya mewah banget. Wildan baru beli nih rumah?" tanya Altesa. Dia mengamati rumah besar bak istana yang tertutupi oleh pagar.
"Sepertinya begitu. Aku sebenarnya nggak tahu betul bagaimana kehidupan Wildan. Yang aku tahu dia menikah lagi dengan wanita lebih tua," jawab Rika.
"Wanita lebih tua?!" Altesa terperangah. Dia tidak menyangka, Wildan lebih memilih wanita tua dibanding dirinya.
"Iya, dia emang cantik dan kayak punya kharisma gitu. Mirip-mirip artis Yuni Sara," ujar Rika sambil melipat tangan di dada.
Tanpa berpikir lama, Altesa langsung turun dari mobil. Dia melenggang laju menghampiri pagar rumah Wildan yang tertutup. Di sana Altesa celingak-celingukan untuk mencari pemilik rumah.
"Rumahnya sepi. Kayaknya Wildan nggak ada di rumah deh." Rika yang berdiri di samping Altesa, mengutarakan pendapatnya.
Altesa diam saja. Ia mencoba membuka pagar yang masih terkunci. Keributan yang dibuatnya sukses membuat seorang satpam menghampiri.
"Hei! Apa yang kau lakukan?!" timpal satpam bernama Sandi itu.
"Aku ingin bertemu dengan Wildan! Ini rumahnya kan?!" sahut Altesa dengan dahi berkerut dalam.
"Tuan Wildan sedang pergi bersama istrinya! Dia sedang tidak ada di rumah!" ujar Sandi ketus.
"Biarkan aku masuk! Walau pun begini, aku masih istri sahnya Wildan!" Altesa mendesak.
"Apa kau bilang?!" Sandi tentu tidak percaya.
"Sudahlah, Al... mungkin Wildan benar-benar sedang pergi." Rika mencoba menenangkan.
"Nggak apa-apa. Aku akan menunggunya di dalam," sahut Altesa bersikeras.
Dari arah belakang, terlihat sebuah mobil yang berhenti. Melihat mobil tersebut, Sandi langsung membukakan pagar. Ternyata yang datang adalah Wildan dan istri barunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Adila Ardani
ayo Al jgn lemah lawan laki"menjijikan itu
2022-08-21
2
penahitam (HIATUS)
sakit banget ya al dapetin fakta kalau suami kamu mendua, sakitt ya
2022-08-07
1
Yenie Yul Rompis
ayo Althesa lawan Wildan....kau harus jadi wanita tangguh🤣🤣🤣
2022-08-02
1