...༻⌘༺...
Altesa berpikir keras untuk memberikan jawaban. Satu-satunya tempat dirinya ingin kembali adalah rumah sakit. Mengingat ada Stevan yang selalu ringan tangan untuk membantu.
"Antar saja aku ke rumah sakit Anugerah Indah," ujar Altesa.
Dahi Revan berkerut. Matanya menatap penuh selidik. Dia agak penasaran dengan tujuan Altesa yang ingin di antar ke rumah sakit.
Walaupun begitu, Revan memilih tidak peduli. Tekadnya hanyalah satu. Yaitu mengantar Altesa dan pergi tanpa mengenal perempuan yang sekarang duduk di sebelah.
Selang sekian menit, Altesa dan Revan sampai di tempat tujuan. Altesa melihat-lihat ke arah rumah sakit sejenak.
"Apa kau tidak akan turun?" tegur Revan. Mendesak Altesa agar segera keluar dari mobil.
"Terima kasih..." Altesa akhirnya keluar dari mobil. Ia berderap masuk ke rumah sakit. Bersamaan dengan itu, Stevan muncul.
"Al! Kau kemana saja?!" tukas Stevan. Hingga membuat langkah kaki Altesa terhenti.
Bahkan Revan yang tadinya hendak menjalankan mobil, mengurungkan niat. Dia menoleh ke arah Stevan. Lelaki yang tidak lain adalah kakak kandungnya sendiri.
"Kak Stev?" dua alis Revan terangkat bersamaan. Dia segera mengambil topi dan keluar dari mobil. Melangkah cepat untuk menghampiri sang kakak.
"Kak Stev!" panggil Revan. Dalam sekejap, dia sudah ada di hadapan Stevan. Di waktu yang sama, Altesa juga datang. Revan sontak menatap heran.
"Kau mengikutiku?" ucap Revan.
"Aku yang memanggilnya. Dia pasienku." Stevan menjawabkan pertanyaan Revan. Ia menyarankan Revan menunggu dan mengurus Altesa.
"Al, kau bisa temui Nirina. Dia akan mengantarkanmu ke kamar. Tolong jangan pergi tanpa pemberitahuan. Aku hampir saja mencoretmu dari daftar pasien." Kening Stevan mengernyit dalam. Dia tentu serius dengan pernyataannya.
"Maaf... aku hanya ingin memastikan sesuatu," ungkap Altesa. Menambahkan senyuman tipis.
"Kau harus melakukan beberapa pengobatan lagi agar bisa benar-benar pulih."
"Aku mengerti." Altesa mengangguk. Dia segera beranjak meninggalkan Stevan dan Revan.
Altesa merebahkan diri ke hospital bed. Menatap langit-langit pelafon dengan pikiran yang berantakan. Dia tidak tahu harus bagaimana. Dari lubuk hati terdalam, Altesa yakin kalau Wildan sudah mengambil semua harta warisan miliknya. Mengingat semua properti bangunan telah dijual.
Satu jam terlewat. Rika akhirnya datang berkunjung. Kali ini dia tidak sendiri. Ada Beno yang juga ikut bersamanya.
Beno merupakan teman dekat Altesa dan Rika. Sejak SMA mereka sudah akrab. Beno sendiri adalah lelaki yang bekerja sebagai perancang busana. Gayanya jauh dari maskulin. Sebagai lelaki, dia justru sangat feminin. Beno bahkan seringkali berlagak layaknya perempuan.
"Altesaaaaa.... sayangku..." seru Beno sambil memegangi dada. Dia terlihat mengenakan pakaian nyentrik dengan warna mencolok.
"Beno!" Altesa langsung merubah posisi menjadi duduk. Dia menerima pelukan hangat dari Beno. Teman lelakinya itu meluruhkan tangis dalam dekapan.
"Aku sudah dengar semuanya dari Rika..." perlahan Beno melepas pelukan. Ia menatap penuh iba. "Yang sabar ya, Al... aku minta maaf karena nggak pernah jenguk kamu. Andai aku dan Rika tahu kamu koma, kami pasti--"
"Udah... kalian nggak usah merasa bersalah. Kalau aku jadi kalian, pasti juga akan melakukan hal sama." Altesa memotong ucapan Beno. Dia berusaha memahami kedua sahabatnya.
Suasana nostalgia menyelimuti dalam sesaat. Beno membawakan banyak bingkisan untuk Altesa. Dari mulai pakaian, buah-buahan, bahkan sepatu.
Mengobrol bersama Rika dan Beno, membuat Altesa melupakan masalahnya sejenak. Namun itu tidak berlangsung lama. Sebab Rika dan Beno tiba-tiba membahas perihal Wildan.
"Sekarang aku tahu alasan Wildan bisa memiliki perusahaan hiburan. Ternyata semua uangnya dia dapat darimu," cetus Beno. Sebagai orang yang bekerja di dunia hiburan, dia mengetahui bisnis utama Wildan.
"Perusahaan hiburan? Apakah bisnisnya berjalan baik?" tanya Altesa meragu.
"Lebih dari baik! Perusahaannya bernama Wiler Entertainment. Perusahaan itu bahkan mampu menyaingi perusahaan Athena Entertainment," jelas Beno yang disetujui Rika dengan anggukan kepala.
"Athena? Kau pasti bercanda. Perusahaan hiburan itu sangat sukses kan?" Altesa tak mau percaya.
"Ya! Karena itulah mereka bersaing sangat hebat. Mereka saling berdahuluan untuk melakukan kerjasama denganku. Dan karena aku tidak tahu, aku memilih bekerjasama dengan perusahaan Wildan. Maafkan aku... Al. Tapi setelah ini aku akan mengurus kepindahan--"
"Tidak! Jangan lakukan itu." Altesa sekali lagi menjeda perkataan Beno. "Mungkin aku nanti akan butuh bantuanmu. Kebetulan aku sedang memikirkan rencana untuk merebut Azka dan harta warisanku," sambungnya.
Rika dan Beno reflek bertukar pandang. Keduanya tersenyum mendengar ide Altesa.
"Al, ternyata kegilaanmu masih belum hilang. Jujur saja, aku kira kau akan memilih pasrah saat dicampakkan oleh Wildan!" Rika memegangi tangan Altesa.
"Aku tidak bisa tinggal diam! Andai Azka bersamaku, mungkin aku tidak akan berpikir begini." Altesa memberi alasan.
"Helooo ciiin... Wildan itu pantesnya kena beraknya ultraman. Orang kayak dia harus diberi pelajaran!" imbuh Beno dengan gaya gemulainya.
Rika dan Altesa tidak bisa menahan tawa. Sikap Beno yang percaya diri, selalu menghibur mereka.
Saat itu, Rika dan Beno sepakat membantu Altesa. Mereka akan membicarakan semuanya ketika Altesa sudah menyelesaikan pemeriksaan kesehatan dari Stevan.
Dua hari berlalu. Altesa akhirnya diperbolehkan pergi dari rumah sakit. Dia tidak lupa berpamitan dengan Stevan dan Nirina.
"Aku janji akan membayar semua kebaikanmu, Dokter..." ungkap Altesa bersungguh-sungguh.
"Al... lupakanlah. Yang terpenting kau sudah sehat sepenuhnya. Berhati-hati dan jagalah kesehatanmu," ujar Stevan. Ia memegang lembut pundak Altesa.
Stevan melepas kepergian Altesa dengan lambaian tangan. Dia tetap mematung di tempat walau mobil yang membawa Altesa telah pergi.
"Aku harap kita bisa bertemu lagi..." harap Stevan.
Sementara itu, Altesa tengah dalam perjalanan menuju apartemen Rika. Ia akan menginap di sana Setidaknya sampai rencana yang dia susun sudah matang.
Atensi Altesa tertuju ke jendela mobil. Dia memikirkan rencana terbaik untuk merebut Azka. Usai berpikir lama, Altesa akhirnya terpikirkan sesuatu hal. Ia akan membahas segalanya saat berkumpul bersama Rika dan Beno.
Kini Altesa baru selesai mandi. Dia mendapat banyak makanan dari Beno. Lelaki itu datang setelah pulang bekerja.
"Jadi bagaimana? Sudah punya ide?" tanya Beno seraya menatap Altesa dan Rika secara bergantian.
Rika mengangkat bahunya bersamaan. Pertanda bahwa dia belum terpikirkan rencana apapun. Akan tetapi tidak bagi Altesa, yang sudah memakan waktu panjang untuk berpikir.
"Aku akan tinggal bersama Wildan dan Azka," imbuh Altesa. Membuat mata Rika dan Beno terbelalak bersamaan.
"Apa kau gila?! Bukankah itu akan membuatmu semakin tersiksa?!" tanggap Rika.
"Rika benar, Al. Itu rencana yang gila. Membayangkannya saja aku tidak sanggup." Beno sependapat dengan Rika.
"Itu satu-satunya jalan agar aku bisa dekat dengan Azka!" Altesa tampak bertekad.
Beno dan Rika tak bisa berkata-kata lagi. Keduanya saling bertatapan lebih dulu, lalu menyuruh Altesa untuk menjelaskan lebih lanjut.
Altesa tersenyum lebar. Dia lantas memberitahu tentang rencananya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Yeni Yulieni
Suka dengan karakter Altesa...
2022-10-03
2
🦅ᴮᵀ⃝☽⃟☾fítrí
bagus all susun rencana mu sampe berhasil lelaki macam wildan harus di basmi pare ron up sampe akar nya biar nyaho dia
2022-08-07
1
penahitam (HIATUS)
altesaaa... omaigat, jgn deh. Nanti kamu tersiksa karena selalu dipanas-panasi sana pasangan biadap itu.
2022-08-07
1