...༻⌘༺...
Melihat kedatangan Wildan, Altesa langsung berbalik badan. Memicingkan mata dan menunggu lelaki itu keluar dari mobil.
Hal serupa juga dilakukan Rika. Sebagai sesama perempuan, dia tentu mendukung aksi sahabatnya.
Di dalam mobil, Wildan dan Erma saling bertukar pandang. Keduanya sama-sama mengukir senyuman licik.
"Mas, kulit kacangmu kayaknya mau marah deh," ucap Erma sambil melipat tangan di dada.
"Tenang aja, aku bisa hadapin." Wildan segera keluar dari mobil.
Altesa lantas mendatangi. Dia segera melayangkan sebuah tamparan keras ke pipi Wildan.
Plak!
Bunyi tamparan itu terdengar nyaring. Altesa jelas melakukannya dengan tenaga maksimal. Kepala Wildan bahkan sampai oleng ke kiri.
"Kau itu keterlaluan! Kenapa kau tega melakukan ini kepadaku?! Apa salahku, hah?!" tukas Altesa dengan dahi berkerut dalam. Wajahnya juga tampak memerah padam.
Wildan mengelus pipi bekas tamparan Altesa. Ia terkekeh sembari menatap lurus kepada istri yang belum resmi diceraikannya tersebut.
"Kau sebaiknya pergi dan memulai hidup baru," jawab Wildan.
"Apa kau bilang?!" balas Altesa yang kian tersungut amarah.
"Takdir sepertinya memang ingin kau menderita. Padahal aku hampir mengantarmu pergi ke surga, tapi sayang kau keburu sadar. Ya sudah, aku juga tidak masalah dengan hal itu." Wildan mengucapkan kalimat tersebut dengan santainya. Ia tidak merasa bersalah sama sekali.
Altesa mengepalkan tinju di kedua tangan. Sekali lagi dia mencoba menampar wajah Wildan. Namun serangannya tertahan, karena Erma sigap menghentikan.
"Jangan sentuh suamiku!" ujar Erma seraya menghempas kasar tangan Altesa.
Kini Altesa semakin dibuat geram. Dengan munculnya Erma yang tidak tahu malu, kemarahannya sontak memuncak.
"Seharusnya aku yang bilang begitu!" Altesa mendorong kuat Erma. Hingga perempuan itu nyaris terjatuh. Dia tidak terjatuh, karena Wildan menangkap badannya dengan mulus.
"Mana Azka?! Aku ingin bertemu dengannya!" ujar Altesa dalam keadaan mata yang menyalang hebat.
"Dia tidak akan sudi bertemu denganmu, jala*ng!" sahut Erma.
"Kurang ajar banget ya!" Rika yang sejak tadi diam, akhirnya angkat suara. Dia segera berdiri ke sebelah Altesa.
"Aku ibu kandungnya! Mana mungkin Azka tidak mau menemuiku!" Altesa bersikeras.
"Tidak! Aku tidak akan--" ucapan Erma terpotong, ketika Wildan memegangi lengannya. Lelaki tersebut punya sesuatu yang lebih baik untuk dikatakan.
"Baiklah kalau itu maumu. Kau bisa menunggu Azka pulang dari sekolah. Tapi aku tidak akan membiarkan masuk kalau kau tetap bersama temanmu ini." Wildan menunjuk Rika dengan dagu.
"Apa?! Dasar bajingan! Aku tidak akan membiarkan Altesa sendirian bersama kalian!" Rika tidak terima. Akan tetapi tidak bagi Altesa. Baginya yang terpenting adalah menemui Azka. Dia sangat merindukan anak semata wayangnya itu.
"Sudahlah, Rik. Pergilah, aku bisa menjaga diriku sendiri." Altesa bicara dengan Rika baik-baik.
"Tapi--"
"Percayalah kepadaku." Altesa terus meyakinkan.
Rika terdiam sejenak. Ia menatap ke arah Wildan dan Altesa secara bergantian. Sampai akhirnya dia memutuskan untuk mengalah.
"Berhati-hatilah. Ini! Kalau ada apa-apa teleponlah aku." Rika memberikan ponsel miliknya kepada Altesa.
"Makasih banyak. Aku pasti akan meneleponmu," ungkap Altesa seraya menyambut ponsel pemberian Rika. Dia melepas kepergian temannya itu. Lalu malangkah masuk ke dalam rumah Wildan.
...***...
"Tunggulah di sini!" Wildan menyuruh Altesa duduk di ruang tamu. Sedangkan Erma sedari tadi hanya mengamati dari jarak jauh. Memastikan Altesa tidak berbuat apa-apa terhadap Wildan.
Altesa mengabaikan Wildan habis-habisan. Niat kedatangannya hanya untuk menemui Azka.
Pandangan di edarkan Altesa ke segala penjuru. Dia melihat rumah baru Wildan sangat mewah. Bahkan lebih bagus dibanding rumahnya dulu.
'Apa Wildan sudah sesukses itu?' benak Altesa bertanya-tanya. Dia tentu penasaran dengan asal muasal uang yang didapat Wildan.
"Sini, Mas. Biar aku lepasin dasinya. Kamu pasti capek." Suara dengan nada mesra itu sukses menarik pendengaran Altesa. Pemiliknya tidak lain adalah Erma. Wanita tersebut tampak sibuk mengurus dasi yang ada di leher Wildan.
"Terima kasih. Kamu semakin cantik..." ujar Wildan yang dapat didengar Altesa dari kejauhan. Posisinya dan Erma memang tidak begitu jauh.
"Mas, bisa aja." Erma terlihat saling bertatapan dengan Wildan. Entah sengaja atau tidak, keduanya berciuman bibir tepat di hadapan Altesa.
Suara kecup-mengecup terdengar jelas. Altesa langsung membuang muka. Dia hanya dapat menahan sakit di hatinya. Walau Wildan kurang ajar, bukan berarti rasa cintanya untuk pria itu sudah pudar.
Perlahan air mata Altesa berjatuhan. Dia tetap bertahan karena ingin bertemu Azka.
Lama-kelamaan ciuman Wildan dan Erma semakin memanas. Tangan Wildan bahkan terlihat sudah mengacak-acak rambut Erma. Suara deru nafas mereka juga terdengar jelas.
"Kita ke kamar saja!" ucap Erma. Setelah melepas tautan bibirnya.
Wildan mengangguk dan langsung menggendong Erma masuk ke kamar terdekat. Keduanya seakan tidak peduli lagi dengan keberadaan Altesa.
Kini tangisan Altesa menghambur ria. Dia segera menutup dua telinganya rapat-rapat. Altesa tentu bisa menduga apa yang dilakukan Wildan dan Erma selanjutnya. Saat itulah sebuah mobil berhenti di halaman depan. Seorang anak lelaki keluar dari mobil tersebut.
Dari wajah, rambut, serta matanya, Altesa yakin anak lelaki yang keluar dari mobil adalah Azka.
Altesa langsung menghapus air mata. Dia berhenti menangis dan berlari menemui Azka.
"Azka! Ini Bunda! Kamu tidak lupa sama Bunda kan?" seru Altesa penuh haru.
Menyaksikan kemunculan Altesa, raut wajah Azka seketika cemberut. Keningnya mengernyit bingung. Dia tidak mengatakan apapun dan berjalan melewati Altesa begitu saja.
"Azka! Ini Bunda!" Altesa dengan cepat memegangi lengan Azka.
"Lepasin! Bunda aku itu cuman Bunda Erma!" Azka berusaha keras melepas cengkeraman Altesa.
"Azka... kenapa kamu bicara begitu? Aku adalah ibu kandungmu. Bunda kangen banget sama kamu..." lagi-lagi cairan bening merembes di sudut mata Altesa. Hati ibu mana yang tidak tersayat saat anaknya tidak mengakui.
"Enggak! Ibu kandungku itu ya Bunda Erma! Tante nggak usah ngaku-ngaku lagi. Aku nggak akan percaya!" pekik Azka menegaskan. Ia langsung berlari meninggalkan Altesa.
Wildan keluar dalam keadaan bibir yang membengkak serta kemeja dengan kancing terbuka. Parahnya di kemeja putih itu juga ada beberapa lipstik merah milik Erma.
Wildan berseringai sambil berjalan mendatangi Altesa. Dia berucap, "Aku sudah bilang kepadamu, kalau Azka tidak akan sudi bertemu denganmu. Jadi sebaiknya kau pergi saja. Oh, jika kau tidak punya tempat tinggal, aku akan dengan senang hati menampungmu di sini. Lagi pula aku belum resmi menceraikanmu."
Wildan menghela nafas sejenak. "Aku terlalu sibuk untuk mengurus masalah kecil seperti perceraian. Andai kau mau repot, bisakah kau mengurusnya untukku?" ujarnya lagi.
Altesa terududuk di lantai. Beban batin yang di angkatnya membuat dia tidak sanggup berdiri tegak. Tangisnya telah mencapai sesegukan.
"Hiks... kenapa Mas begini sama aku... apa salahku?... hiks..." ungkap Altesa di sela-sela tangisannya. Namun Wildan malah mendecakkan lidah. Lalu pergi meninggalkan Altesa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Neneng Liauw
jgn lemah, ambil semua hak mu al..
2022-11-27
0
Adila Ardani
ini bener"menguras emosi
2022-08-21
1
penahitam (HIATUS)
huaaaaa.....
kok nyesek gitu sih 😭😭😭😭
2022-08-07
1