...༻⌘༺...
Altesa kembali pulang. Dia tidak melihat keberadaan Erma maupun Wildan. Hanya ada Azka yang terlihat asyik bermain sambil ditemani oleh pengasuhnya.
Pupil mata Altesa membesar. Ia merasa mendapatkan peluang emas untuk mendekati Azka. Tanpa pikir panjang, dirinya buru-buru berganti pakaian.
Usai membenahi diri, Altesa segera menemui Azka. Meskipun begitu, dia memilih mengamati dari jauh. Altesa takut kesenangan Azka terganggu gara-gara dirinya.
'Aku harus mulai dari mana?' batin Altesa. Tidak tahu cara mengawali pendekatan. Sebab dia sudah beberapa kali gagal mendekati anaknya sendiri.
Azka nampak memainkan mobil mainan. Itu berselang cukup lama. Sampai akhirnya Azka meminta dibuatkan makanan.
Altesa lantas menggunakan peluangnya untuk mendekat. Dia tersenyum dan berjongkok ke hadapan Azka.
"Mau Bunda masakin nggak?" tawar Altesa.
"Enggak!" tolak Azka sambil membuang muka. Dia segera menghampiri Nina.
"Cepat, Tante Nina. Aku udah lapar..." desak Azka.
"Ya udah, biar Tante pesankan makanan dulu. Azka nggak masalah kan kalau menunggu?"
Azka tertegun sejenak. Tak lama kemudian, barulah dia menganggukkan kepala. Azka tetap mengabaikan Altesa seperti sebelum-sebelumnya.
Altesa mendengus kasar. Dia tidak peduli dengan segala penolakan Azka. Perempuan tersebut beranjak ke dapur dan tetap memasak.
Kali ini Altesa memilih membuat nasi goreng. Selain ahli melalukan make up, dia juga jago memasak.
Aroma masakan yang dibuat Altesa menyeruak kemana-mana. Terutama pada Azka dan Nina. Kebetulan mereka ada di ruang tengah. Lokasi yang tidak begitu jauh dari dapur. Jujur saja, keduanya tidak bisa mengelak kalau bau yang tercium sangatlah lezat.
Perut Azka langsung keroncongan saat menghirup bau masakan Altesa. Kini dia menelan ludahnya sendiri. Lalu perlahan melirik ke arah dapur.
"Kenapa, Ka? Udah lapar banget ya? Kalau mau makan masakannya Tante Al bilang aja," tegur Nina sekaligus memberi tawaran.
Azka menggeleng. Dia memilih menahan lapar dari pada harus memakan makanan buatan Altesa.
"Ya udah..." Nina mencoba mengerti.
Satu jam terlewat. Tetapi makanan pesanan Azka tidak kunjung datang. Wildan dan Erma bahkan belum juga pulang.
Azka mulai meringiskan wajah. Satu tangannya terus mengelus-elus perutnya sendiri. Nina yang melihat, berinisiatif menghubungi jasa pengantar makanan. Namun dia sama sekali tidak mendapat kabar apapun.
Nina menghela nafas panjang. Ia jadi kasihan menyaksikan Azka. Nina ingin memasakkan sesuatu, tetapi Azka tidak pernah menyukai masakan buatannya. Itulah alasan Nina selalu memesan makanan dari luar. Wildan bahkan selalu memberikan uang khusus untuk makan Azka.
Sementara itu, Altesa sengaja menunggu di dapur. Nasi goreng buatannya masih tersedia untuk Azka. Ia menunggu sang putra di meja makan.
"Lapar, Tante!" keluh Azka. Akibat rasa lapar yang mengganggu, dia jadi tidak merasakan kantuk.
Altesa reflek berdiri saat mendengar teriakan putranya. Dia langsung mengambil sepiring nasi goreng, kemudian mendatangi Azka.
"Jangan sampai kelaparan, Ka. Ini udah dibuatkan nasi goreng. Lihat! Nasi gorengnya kayak boneka beruang kan?" Altesa duduk di hadapan Azka. Meletakkan hidangan buatannya ke atas meja. Dia sengaja membentuk nasi gorengnya semenarik mungkin.
Ilustrasi nasi goreng buatan Altesa :
Atensi Azka terpaku pada nasi goreng buatan Altesa. Selain lapar, hidangan tersebut juga terlihat enak dan menarik. Azka lagi-lagi harus menelan ludahnya sendiri.
Nina yang tahu Azka tertarik, saling bertukar pandang dengan Altesa. Dia bicara menggunakan gerakan bola mata. Memberikan kode agar Altesa bisa mengambil peluang untuk menyuapkan makanan pada Azka.
Tanpa ba bi bu, Altesa meraih piring berisi nasi goreng. Lalu mengambilkan satu sendok untuk disuapkan ke mulut Azka.
"Enggak. Tante Nina aja." Azka menggeleng. Dia tetap menolak. Kali ini nada penolakannya tidak ketus seperti biasa.
Altesa tersenyum. Bukannya sedih sudah ditolak, dia justru senang. Setidaknya Azka bersedia memakan hidangan buatannya.
"Ini! Cepat suapi Azka! Dia sudah kelaparan." Altesa langsung menyerahkan nasi gorengnya kepada Nina. Membiarkan Nina menyuapi makanan kepada Azka.
Senyuman Altesa melebar, ketika melihat Azka makan sangat lahap. Anak itu bahkan tidak menampakkan ekspresi kebencian lagi.
'Tidak apa-apa. Setidaknya sudah ada sedikit kemajuan. Pelan-pelan saja, Al...' sama seperti wajahnya, hati Altesa juga tersenyum. Dia berharap bisa lebih dekat lagi dengan anaknya.
Tak lama kemudian Erma datang. Matanya langsung melotot saat melihat Altesa berkumpul dengan Azka.
"Azka!" panggil Erma seraya melangkah laju mendatangi Azka.
"Bunda!" Azka reflek berdiri. Dia berlari ke dalam pelukan Erma.
"Kamu makan apa, hah?!" tanya Erma sembari melepas pelukan Azka. Lalu berjongkok ke hadapan anak tersebut.
"Nasi goreng buatan Tante..." Azka menjawab sambil melirik ke arah Altesa.
"Tante Altesa?! Astaga, Nina! Kenapa kau biarkan begitu saja?!" Erma justru memarahi Nina.
"Kenapa kau menyalahkan Nina? Memangnya apa salahnya Azka memakan masakanku. Bukankah kau sudah mempercayaiku?" Altesa mengerutkan dahi. Dia tidak mengerti terhadap sikap Erma. Begitu pun Nina.
"Ini berbeda! Aku tidak akan membiarkannya makan sendirian bersamamu!" balas Erma. Alasan terbesar kemarahannya adalah karena dia takut Azka akan diambil oleh Altesa. Mengingat Azka merupakan anak satu-satunya bagi Erma.
"Kenapa?!" Altesa menuntut jawaban. Ia masih tidak paham.
"Nina! Ikut aku! Kita perlu bicara!" Erma mengabaikan pertanyaan Altesa. Dia, Azka, dan Nina segera beranjak. Meninggalkan Altesa sendiri tanpa menerima jawaban.
Diam-diam Erma melarang Nina agar tidak membiarkan Azka berdekatan dengan Altesa. Bahkan saat mengalami keadaan tersulit sekali pun.
"Pokoknya jangan biarkan Altesa bicara dan menyentuh Azka. Kalau tidak, aku pasti akan langsung memecatmu!" begitulah ancaman yang diberikan Erma pada pengasuh Azka.
Sebagai bawahan, Nina hanya bisa menurut. Dia juga tidak berani bertanya tentang alasannya.
Di waktu yang sama Altesa duduk di depan meja rias. Dia melihat wajahnya mulai tirus. Akan tetapi dirinya malah menghembuskan nafas berat.
"Entah apakah ini karena beban hidup atau memang karena diet yang kulakukan," gumam Altesa. Dia meneruskan kegiatan dengan merebahkan diri ke kasur dan tertidur.
Malam berganti siang. Altesa terbangun karena ada teriakan serta gedoran dari depan pintu.
"Altesa! Cepat bangun dan buka pintunya!" desak suara wanita yang tidak lain adalah Erma.
"Apa lagi coba." Altesa tercengang. Dia memang selalu mengunci pintu kamar untuk berjaga-jaga. Terutama dari Wildan yang masih belum resmi bercerai dengannya.
Walau Wildan sudah tidak tertarik dengannya, Altesa tetap berusaha menjaga diri. Apa yang dia lakukan termasuk salah satu masukan dari Rika dan Beno. Altesa juga mencoba melindungi diri dari Erma yang bisa saja melakukan hal tak terduga. Seperti sekarang misalnya. Andai Altesa tidak mengunci pintu, Erma pasti sudah masuk ke kamarnya tanpa permisi.
Usai merapikan rambut, Altesa segera membuka pintu. Penglihatannya disambut dengan pemandangan baskom pakaian kotor yang sebelumnya dia abaikan.
"Ini! Kenapa kau belum juga mencucinya! Mas Wildan ingin memakai kemeja favoritnya. Cepat cuci sana!" geram Erma sambil berkacak pinggang.
Mata Altesa mendelik. Dia sempat kelepasan. Namun itu tidak berlangsung lama. Altesa dengan cepat mengambil semua pakaian kotor.
"Maaf, Kak. Aku lupa. Harusnya Kakak bilang kalau Mas Wildan ingin cepat-cepat memakai kemejanya. Kan aku nggak akan menunda-nunda waktu begini," kilah Altesa.
Sesampainya ke ruang laundry, Altesa langsung menuang semua pakaian kotor ke mesin cuci. Seringai muncul di parasnya. Ide jahil terselubung muncul dalam benak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Sari Dewi
istri cerdas
2022-09-01
2
penahitam (HIATUS)
susahhhh ya hidup sama biang kerok
2022-08-18
1
🦅ᴮᵀ⃝☽⃟☾fítrí
ayok all kerjain tuh orang picik ky wildan dan istrinya
2022-08-16
1