...༻⌘༺...
Altesa meratap cukup lama. Meskipun begitu, Wildan membiarkannya tetap di tempat. Meninggalkan Altesa yang masih terduduk di lantai.
Puas menangis sendiri, Altesa perlahan berdiri. Dia mengedarkan pandangan ke segala penjuru. Pikirannya sedang runyam sekarang. Altesa hanya ingin membawa Azka pergi bersamanya.
Diam-diam Altesa melangkah semakin masuk ke rumah Wildan. Ia nekat mencari Azka.
Satu per satu ruangan diperiksa. Hingga Altesa berhasil menemukan Azka. Anak itu terlihat duduk sambil meminum jus jeruk.
Tanpa pikir panjang, Altesa berlari mendatangi putranya. Dia langsung menarik tangan Azka agar bisa ikut dengannya.
Azka kaget terhadap apa yang dilakukan Altesa. Baginya perempuan itu hanyalah penipu. Setidaknya begitulah yang dikatakan Wildan dan Erma kepadanya.
"Azka! Kamu harus ikut Bunda ya, sayang..." ujar Altesa sembari menyeret paksa Azka agar mau berjalan. Akan tetapi sayang, sang putra terus memberontak.
"Lepasin! Aku nggak mau ikut!" protes Azka. Dia berusaha keras melepas genggaman Altesa.
"Ayah! Bunda! Tolongin aku!" pekik Azka.
Altesa sontak gelagapan. Ia segera menyuruh Azka tutup mulut. "Pssst... jangan teriak begitu. Bunda nggak akan-- Arrrkhhh!!!"
Perkataan Altesa terhenti, saat Azka tiba-tiba menggigit tangannya. Cengkeraman Altesa otomatis terlepas.
"Ada apa ini?" Wildan yang sudah berganti pakaian, akhirnya muncul. Azka lantas berlari ke pelukannya. Anak itu ketakutan karena perbuatan Altesa.
"Dia mau bawa aku pergi, Pah... aku nggak mau..." ungkap Azka sambil menyembunyikan diri ke balik badan Wildan.
Altesa sekali lagi tercengang akan sikap Azka. "Kamu apakan Azka, Mas? Sampai dia bisa lupa sama aku?!" timpalnya dengan tatapan getir.
"Kau sebaiknya pergi. Jika kau tetap di sini, maka deritamu justru semakin bertambah," kata Wildan dengan tatapan penuh akan keseriusan.
Altesa termangu dalam sesaat. Tatapannya terus tertuju ke arah Azka. Sebagai seorang ibu, dia tentu tidak rela pergi dari sang anak.
"Pergilah, Al..." usir Wildan lirih.
Kepala Altesa tertunduk. Dia tidak punya pilihan lain selain pergi. Kini dirinya segera menghubungi Rika untuk menjemput.
Pagar rumah langsung ditutup. Tepat ketika Altesa melangkah keluar. Perempuan tersebut lagi-lagi menebar tatapan kosong.
Selang sekian menit, Rika datang dengan mobilnya. Dia menyuruh Altesa untuk masuk.
"Bagaimana? Apa kau bertemu dengan Azka?" tanya Rika seraya menjalankan mobil.
Altesa menjawab dengan anggukan kepala. Dia hanya menyebutkan tempat tujuannya sekarang. Yaitu rumah pribadinya yang telah lama ditinggalkan.
Rika mencoba mengerti. Itulah alasan dia berhenti bertanya. Membiarkan Altesa beristirahat dalam diam.
Sesampainya di tempat tujuan, Altesa menemukan rumah pribadinya sudah ditinggali orang lain. Dia sontak terkejut. Bagaimana bisa hak pemilik rumah bisa pindah? Sementara dirinya tidak pernah sama sekali melakukan penjualan.
"Kenapa bisa begini?" benak Altesa bertanya-tanya.
"Jangan-jangan Wildan..." duga Rika. Dia perlahan saling bertukar pandang dengan Altesa. Mereka seakan terpikir dugaan yang sama.
Demi membuktikan, Altesa buru-buru bertanya kepada pemilik rumah. Dia mencari tahu orang yang sudah menjual rumahnya.
Ternyata benar dugaan Altesa dan Rika, Wildan-lah orang yang telah menjual rumahnya.
Perasaan gelisah menyelimuti Altesa. Dia jadi teringat perkataan Wildan tadi. Yaitu mengenai tawaran untuk tinggal bersama.
"Sekarang bagaimana? Apa kita lapor polisi saja? Atau kita temui pengacaramu?" tanya Rika yang sekaligus memberikan saran.
"Tidak!" Altesa menjawab singkat. Bola matanya bergerak menatap Rika yang tengah menyetir. "Kau tidak sibuk bukan?" tanya-nya memastikan.
"Kebetulan sekarang tidak. Kau mau apa?"
"Temani aku untuk mengunjungi semua properti bangunan milikku. Tiba-tiba aku punya firasat buruk."
"Baiklah. Kita kemana lebih dulu?"
"Gedung apartemenku."
Rika langsung melajukan mobil ke lokasi tujuan yang disebut Altesa.
Saat sampai di gedung apartemen, Altesa menemukan kalau gedung apartemennya juga dijual. Parahnya, pelakunya merupakan orang yang sama. Yaitu Wildan.
Walau sudah kehilangan dua properti bangunan, Altesa tetap berpikir positif. Dia dan Rika lanjut memeriksa bangunan yang lain. Namun sayang, hasilnya tetap sama. Semua properti bangunan milik Altesa sudah berpindah tangan ke orang lain.
"Wildan memang lelaki sialan!" geram Rika. Dia tentu ikut-ikutan kesal. Tangannya sigap mengelus pundak Altesa.
"Sekarang yang terakhir. Kalau Wildan juga menjual rumah warisan keluargaku, maka dia benar-benar tidak bisa dimaafkan!" gumam Altesa bertekad.
"Ya ampun, Al. Sekarang apa yang dilakukannya kepadamu sudah tidak termaafkan! Jangan maafkan lelaki bajingan itu!" Rika mendukung kemarahan Altesa. Keduanya segera pergi ke lokasi terakhir. Yaitu sebuah bangunan turun-temurun yang begitu dijaga oleh keluarga Dewangga sejak dulu. Tempatnya sendiri berada tidak jauh dari pegunungan dan kota. Tidak heran tempat tersebut sangat dijaga. Lokasinya nyaman dan begitu strategis.
Sepuluh menit terlewat. Altesa dan Rika sampai di lokasi tujuan.
"Kau duluan saja. Aku harus menjawab panggilan dari bosku," ujar Rika. Dia tetap di dalam mobil.
Altesa menjadi orang yang lebih dulu keluar dari mobil. Dia mencoba membuka pintu rumah tanpa mengetuk lebih dulu.
Karena tidak kunjung terbuka, Altesa berjalan menuju ke pintu belakang. Di sana ada seorang lelaki yang sedang asyik berolahraga.
Dahi Altesa berkerut. Walaupun begitu, dia mengangkat bahunya tak acuh. Lalu mendekati sebuah pohon beringin. Di akar pohon itu, Altesa menyimpan kunci rumah cadangan.
Tangan Altesa bergerak untuk mengais-ngais akar yang menutupi penglihatan. Tetapi dia tidak kunjung menemukan kunci yang dicari.
"Hei! Apa yang kau lakukan?!" suara lelaki menegur Altesa. Dia tidak lain adalah sosok yang tadi berolahraga.
Lelaki itu tampak mempunyai rambut panjang yang di kuncir. Berwajah rupawan, serta memiliki tubuh atletis. "Kau menguntitku ya!" tuduhnya.
Altesa mengabaikan teguran lelaki tersebut. Dia masih sibuk mencari kunci rumah.
Akibat tidak mendapat hirauan, lelaki berbadan atletis itu menarik tangan Altesa. "Pergilah dari rumahku! Sebelum aku laporkan pada polisi!" ancamnya.
Kali ini atensi Altesa teralih ke arah lelaki yang tiba-tiba menyinggung perihal rumah.
"Ru-rumahmu?!" Altesa membolakan mata.
"Kenapa kau kaget?! Kau pasti senang bisa mendapatkan rumahku kan? Dasar penguntit! Sebutkan saja apa yang kau inginkan agar bisa merahasiakan alamatku ini?! Tanda tangan atau foto?!" tukas lelaki misterius yang percaya diri itu.
Dahi Altesa berkerut. Dia tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh lelaki di hadapannya.
"Al! Aku harus pergi sebentar. Aku ada urusan mendesak! Tidak apa-apa kan kalau..." Rika mendadak muncul. Perkataannya terhenti saat menyaksikan lelaki yang sedang bersama Altesa.
"Ka-kau Revan Alvino kan?" pupil mata Rika membesar. Bagaimana tidak? Sosok lelaki di depannya adalah seorang aktor film naik daun. Nama Revan Alvino bahkan sudah merambah ke luar negeri. Dia disebut-sebut sebagai aktor yang memiliki klub fans terbesar di Indonesia.
Rika membekap mulutnya sendiri. Bertepatan dengan itu, ponselnya terus berdering. Dia tampak gelagapan.
"Revan! Aku tahu kau orang baik. Tolong jagakan temanku sebentar!" Rika pergi begitu saja. Sepertinya panggilan yang dia terima adalah hal genting.
"Tapi--" Revan tidak bisa berkata-kata karena Rika sudah beranjak. Dia berusaha mengejar, namun tidak bisa mencegah kepergian Rika.
"Hei! Apa yang kau lakukan?! Kenapa kau menitipkan temanmu kepadaku?!" teriak Revan tak percaya. Dia sangat bingung. Baginya Rika dan Altesa hanyalah orang asing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
penahitam (HIATUS)
wildan serakah bgt.
harta istri semuanya diambil.
punya istri kaya, cantik, muda, malah nikah sama istri yg lebih tua ..
hadehhhh wildan wildan, kenapa gak kamu aja yg koma! gedek.
jadi inget revannya aku thor, wkwk.😂
2022-08-07
1
Fitriani Fitriani
ya lanjutkan wildan sampai kau puas dan lelah sendiri
2022-08-05
2
Yenie Yul Rompis
ya ampun bisa begitu si Wildan....aq berharap Wildan itu mendapat balasan yg setimpal
2022-08-04
1