Dalam hatinya berkata, 'tak seharusnya anak-anaknya menanggung semua beban yang seharusnya masih menjadi tanggung jawab orang tuanya. Semoga kau bahagia bersama laki-laki pilihanmu sendiri nak.
Astuti pulang ke rumah bersama sang adik dua hari sebelum keluarga dari calon suaminya datang melamar. Kedua orang tuanya menyambut dengan gembira begitupun sang adik.
"Mbak, nanti kalau aku dah lulus SMP aku mau ikut mbak aja kerja di Ibukota mbak" ucap Anita saat menyambut kakaknya.
"Kamu harus sekolah yang tinggi dik, jangan kaya mbak yang sekolah hanya sampai lanjutan atas, kadi mbak hanya bisa bekerja sebagai buruh aja. Teman-teman mbak yang sekolah tinggi bisa langsung bekerja di kantor bagian administrasi, nggak harus capek-capek ngejar target dan lembur" jawab Astuti pada Anita.
"Tapi aku nggak tahan mbak sama omelan ibu setiap hari padaku. Aku selalu salah, melakukan apapun nggak ada yang benar" bela Anita
"Kamu harus sabar dik, kita harus taat sama orang tua kita, bagaimanapun mereka menginginkan yang terbaik untuk kita, walau kadang caranya harus seperti yang ibu lakukan padamu. Nanti kalau kamu sudah dewasa pasti tau apa maksud ibu melakukan itu padamu. Jadi yang sabar ya, aku yakin kamu bisa. Aku akan bantu memberikan kebutuhanmu, walau tak bisa semuanya, tapi setidaknya bisa membantu ibu dan kamu" ucap Astuti.
"Aku mau ikut mbak aja mbak, aku bisa kerja apa aja di sana mbak" desak Anita.
Astuti mendesah dan mengambil nafas panjang. Ternyata sifat adiknya tak bisa berubah, masih saja keras kepala dan begitu pun ibunya yang tak pernah bertoleransi pada masalah adiknya tersebut.
Pada saat Astuti seusia Anita, Astuti memilih taat dan patuh pada orang tuanya terutama ibunya agar hidupnya tenang walau kadang tak sejalan dengan hati dan pikirannya. Dan masa-masa itu berakhir ketika ia memutuskan untuk mengikuti bursa tenaga kerja yang ada di sekolahnya dan ia bisa kepilih untuk bekerja di luar kota dan belajar mandiri jauh dari orang tuanya.
Saat jauh dari orang tuanya tersebutlah Astuti belajar memahami dan memaknai arti dari disiplin yang ibunya selalu lakukan kepadanya dan adik-adiknya.
Memang diakuinya bahwa ibunya lebih keras dalam mendidik adiknya, tapi memang ia sadari adiknya orang yang berbeda dengannya. Adiknya lebih suka melawan daripada taat pada orang tuanya.
"Kita lihat nanti aja ya dik" ucap Astuti pada akhirnya.
"Iya mbak" Akhirnya Anita pun melunak.
"Ayo mbak kita ke kamarku, mbak nanti tidur sama aku aja ya!" Ajak Anita pada kakaknya.
"Iya dik" jawab Astuti dengan tersenyum.
Hari ini yang masih pagi Astuti membaringkan badannya di tempat tidur adiknya yang berantakan untuk ukuran kamar perempuan, tapi Astuti tak memperdulikannya , yang ia butuhkan sekarang adalah tempat tidur untuk merebahkan tubuhnya yang lelah setelah semalaman ia duduk di kursi bus yang membawanya pulang ke rumah masa kecilnya ini.
Tak seberapa lama Astuti terlelap dalam dengkuran pelannya yang membuat Anita sedikit kecewa, karena Astuti ternyata tak mendengarkan ceritanya, padahal ia sangat bersemangat ketika menceritakan teman-teman sekolahnya dan kisahnya di sekolah.
"Ih...mbak ini, lagi di ajak bicara malah molor" ucap Anita ketus.
Dengan langkah yang Ratna hentakkan ke lantai ia keluar dari kamar dengan bibir yang manyun.
"Kenapa bibirnya di manyunin?" tanya Pak Susanto
"Mbak Astuti, aku lagi ajak bicara malah molor" jawab Ratna.
Hahaha..., suara tawa Bapaknya yang disambung pula tawa dari kakak laki-lakinya yang membuat Ratna tambah jengkel.
"Sudah tau kakakmu capek masih aja kamu ajak bicara" ucap Pak Susanto yang terlihat begitu bahagia dan nampak lebih sehat dari biasanya saat kedatangan kedua anaknya pulang ke rumah.
"Tau tuh.." saut Dwi.
"Mas, anterin aku ke sekolah ya...!!" pinta Anita dengan manjanya pada kakak laki-lakinya tersebut.
"Ogah, capek. Lagian masih jam segini, masih keburu naik angkot" jawab Dwi.
"Mas, aku males naik angkot kudu jalan jauh, belum lagi desak-desakan belum lagi berebut sama yang lain" bela Anita.
"Ya Alloh, gitu aja ngeluh. Aku dulu juga kudu berdiri tiap hari malah dari pangkalan sampai terminal, biasa aja" ucap Dwi.
"Ih...itukan Mas Dwi bukan aku" omel Anita tak mau kalah.
"Sudah..., sudah..., ayo Bapak aja yang anter. Mas Dwi biar istirahat" ucap Pak Susanto.
"Jangan..." Dwi dan Anita serentak menjawab kompak.
"Nggak usah ya pak, biar Anita berangkat naik angkot aja, Bapak kan masih kangen sama Mas Dwi, jadi Bapak di rumah aja ya..." ucap Anita dengan halus dan sopan pada Bapaknya.
"Tumben pengertian" jawab Dwi.
Anita menjulurkan lidah pada kakaknya yang terus-terusan menggodanya.
Pak Susanto tertawa lepas melihat kelakuan kedua anaknya yang tak pernah berubah dari dulu sampai sekarang.
Anita akhirnya keluar rumah dengan bersalaman dan mencium tangan semua yang ada di rumah tersebut, kecuali Astuti yang telah pergi ke alam mimpinya.
Ibu Suci tengah sibuk memasak hidangan untuk anak-anaknya yang sekian lama ia rindukan. Ia menghabiskan uang belanja hari ini yang biasa ia gunakan beberapa hari saat hari-hari biasa.
Ia memasakkan hidangan kesukaan kedua anaknya, yang sebelumnya biasa di masak pembantunya.
Ada rasa bahagia yang tidak bisa ia gambarkan di hatinya ketika kedua anaknya pulang. Sampai-sampai Bu Suci memberikan uang saku lebih pada Anita yang sebelumnya meminta uang saku lebih tapi ia marah-marahin.
Bu Suci mengerjakan pekerjaannya dengan bersenandung ria, seperti yang selalu ia lakukan saat menjahit baju-baju para pelanggan.
'Mimpi apa aku semalam, Ibu kok baik banget . Uang jajanku dikasih lebih. Coba tiap hari begini, pasti aku nggak akan males-malesan berangkat sekolah' gumam Anita dalam hati kala menghitung uang yang diberi Ibunya.
"Hai Anita manis, berangkat bareng aku yuk" suara laki-laki dan motor yang tiba-tiba berhenti di hadapan Anita.
"Hmmmmm...." Anita bergumam sambil berfikir.
"Ayolah..." desak laki-laki tersebut.
Anita berfikir sambil bergumam dalam hati 'lumayan juga numpang bonceng motor dia, walau anaknya nggak cakep-cakep amat, lumayan ngirit ongkos angkot, bisa buat beli bakso nanti siang'
"Ayo deh, tapi anterin sampai jalan depan sekolah aja ya, nggak usah masuk ke dalam halaman sekolah" ucap Anita memberi syarat pada laki-laki di hadapannya.
"Iya deh" jawab laki-laki tersebut singkat.
Setelah motor yang membawa Anita dan laki-laki yang di boncenginya berjalan beberapa saat, akhirnya mereka terlibat obrolan.
"Kenapa si aku nggak boleh anter kamu sampai halaman sekolah nit?" tanya laki-laki tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Adico
Lanjutkan
2022-09-24
1