Sean tidak menanggapi perkataan Kiara.
Karena sibuk berdebat dengan Sean, Kiara sampai tidak memperhatikan pemandangan di sekitar pondok ini. Begitu menyadari nya, ia langsung berlari ke arah Danau buatan di samping pondok.
"Waahhh," ujarnya takjub dengan pemandangan di sekitar.
Benar yang dikatakan Sean, meskipun rumah ini terlihat cukup usang, tapi perawatan nya sangat baik. udara di sekitar juga sangat bersih dan menyegarkan. Suasana seperti ini sudah lama sekali tidak dirasakan nya.
Kiara merebahkan dirinya diatas rumput, matanya terpejam mencoba menikmati suasana yang tenang ini. Sangat nyaman, semua kegelisahan nya seolah menguap begitu saja. Bahkan rasa kesalnya terhadap Sean juga sudah hilang begitu saja.
Terlalu nyaman dengan suasana sekitar, membuat Kiara tertidur diatas rumput.
"Bagaimana ? sudah merasa lebih baik ?" Sean ikut merebahkan diri di sebelah Kiara.
"Hei,,, apa kau beneran tidur disini ?" tanya Sean sekali lagi karena tak kunjung mendapat balasan dari seseorang di sampingnya.
Sean merubah posisi tidur nya dan menatap gadis yang berbaring di sampingnya. Wajahnya tampak damai tapi alisnya sedikit berkerut.
"Melihat kerutan di dahimu yang cukup dalam, tidak mengherankan jika ada orang yang mengira kau berada di usia 40 an." Gumam Sean sambil mengelus puncak kepala Kiara.
"Kebanyakan orang , mengira aku masih umur 17 an," jawab Kiara tanpa membuka matanya. Ia memang jarang bisa tidur nyenyak, jadi sedikit pergerakan disekitarnya saja sudah bisa membangunkannya.
"Jadi kau pura-pura tidur ?"
"Tidak juga, suasana disini sangat menenangkan jadi aku tertidur sebentar, mungkin bisa lebih lama jika kau tidak mengganggu ku."
"Maaf, tapi kau bisa masuk angin jika terus tidur disini. Ayo masuk ke dalam."
Kiara melihat Sean yang berlalu dibalik pintu, dalam hatinya ada banyak hal yang berkecamuk. Ia menggelengkan kepalanya dan meyakinkan dirinya untuk fokus pada tujuan utamanya saat ini.
Setelah merasa tenang, ia baru menyusul Sean ke dalam rumah.
Kiara mengamati interior rumah ini, semuanya tertata dengan rapih dan kebanyakan di dominasi warna-warna pastel yang hangat. Ia merasa sedikit familiar dengan rumah ini, baik dari segi desain maupun pemilihan warna, semua nya mirip dengan rumah miliknya.
"Kenapa tidak ada foto keluarga mu disini ?" tanya Kiara penasaran. Ia sudah menahan pertanyaan ini sejak pertama kali memasuki rumah ini, suasananya cukup hangat tapi seperti ada yang kurang.
"Untuk apa jika orang nya saja sudah tidak ada." Sean menjawab dengan ekspresi datar, tidak nampak emosi apapun didalamnya.
Ya begitulah Sean, dingin dan cuek.
"Meskipun orangnya sudah tidak ada setidaknya kita bisa mengenangnya," ujar Kiara.
"Apa semua penulis sangat pandai dalam merangkai kata ? Kau tidak tampak seperti seseorang yang memiliki empati."
"Hahh... Sepertinya begitu, jika tidak bagaimana para pembaca akan merasa tersentuh dengan cerita kami. Lagipula kami mendapatkan uang dengan menyentuh titik terendah di dalam hati mereka."
Sean tidak bisa berkata-kata lagi mendengar penuturan Kiara, sebenarnya tadi ia hanya ingin mengalihkan pembicaraan karena tidak ingin membahas perihal orang tuanya.
"Dimana toilet nya ? Aku ingin mandi."
"Pakai saja toilet yang ada di kamar sebelah kanan tangga, di lantai dua." Jawab Sean sambil menunjuk kearah lantai dua.
"Di dalam lemari ada baju ibuku jika kau ingin ganti," lanjutnya.
"Baiklah terimakasih."
Selesai mandi Kiara berdiri di depan sebuah lemari yang cukup besar, sedang mempertimbangkan untuk menggunakan pakaian ibu Sean atau tetap menggunakan baju yang tadi dipakainya. Biar bagaimanapun itu baju orang yang sudah meninggal, tapi ia benar-benar tidak bisa menggunakan baju yang telah digunakan tadi, karena lengket dan tidak nyaman.
Setelah berfikir cukup lama akhirnya Kiara memutuskan untuk membuka lemari di depannya. Ia terkejut melihat isi lemari yang dipenuhi dress dari designer ternama. Bahkan beberapa dress disana masih ada labelnya.
Kiara mengambil sebuah dress berwarna pink pastel yang ada di sana.
Selesai berganti pakaian, Kiara turun ke lantai satu dan melihat Sean sedang sibuk di dapur.
"Apa yang kau lakukan ?"
"Membuat makan malam."
"Kau bisa masak ?" Tanya Kiara dengan nada tidak percaya.
"Bisa atau tidak, kau bisa membuktikan nya sendiri." Sean menyodorkan sepiring nasi goreng seafood di depan Kiara.
"Tidak ada acar ?"
"Makan aja apa yang ada."
"Aisss,,, orang macam apa yang makan nasi goreng tanpa acar," gerutu Kiara dan masih terdengar oleh Sean.
"Jika tidak mau tidak usah dimakan."
"Aku bukan tipe orang yang menyia-nyiakan makanan." Kiara mengambil sendok nya dan mulai makan dengan tenang.
"Bagaimana ?"
"Not bad."
Mendengar tanggapan positif dari gadis didepannya, tanpa sadar sudut bibir Sean sedikit terangkat.
"Sean."
"Hmmm."
"Kau itu orang yang seperti apa ?"
"Menurut mu ?"
"Aku tidak tahu."
"Bagaimana pandangan mu begitulah aku. Tapi satu hal yang perlu ku ingatkan padamu, jangan pernah jatuh cinta pada ku."
"Dasar narsis."
"Aku serius."
"hahhh Baiklah, lagipula jatuh cinta denganmu tidak ada dalam rencana ku."
"Sudah malam, istirahatlah di kamar ibuku dan letakkan piring kotor mu di wastafel, biar aku yang mencucinya."
"Heiii... Meskipun jatuh cinta denganmu tidak ada dalam rencana ku, kalau kau bersikap manis seperti ini aku tidak bisa menjamin untuk tidak jatuh cinta pada mu."
"Biar bagaimanapun sekarang kau adalah kekasih ku, memberikan perhatian kecil itu sudah sewajarnya, dengan begitu orang-orang tidak akan curiga. Jadi jangan dimasukkan ke dalam hati, anggap saja latihan agar tidak terlalu canggung saat berada di hadapan orang lain."
"Hahaaa baiklah, ngomong-ngomong apa kamu selalu seserius ini ? Tidak bisa diajak bercanda sedikitpun."
Sean tidak menanggapi perkataan Kiara.
"Aku bukan orang yang baik Kia, kau akan menderita jika jatuh cinta padaku." Gumamnya setelah Kiara menghilang di balik pintu kamar. Sean pergi ke taman dan menelpon Ryan
"Halo."
"Apa semuanya sudah dipersiapkan ?"
"Baiklah, pastikan tidak ada kesalahan sedikit pun."
"Oke kalau begitu lanjutkan sesuai rencana."
Setelah masuk ke kamar, Kiara tidak tidur, melainkan pergi ke balkon kamar nya untuk melihat bintang.
"Masuklah di luar dingin, angin malam tidak baik untuk tubuh mu." Sean datang membawakan selimut.
Saat menelpon tadi, Sean melihat Kiara berdiri di balkon dan kebetulan pintu kamar nya tidak dikunci, jadi ia masuk untuk menghampiri gadis yang sekarang berstatus sebagai kekasihnya itu.
"Lain kali jangan lupa mengunci pintunya," lanjutnya sebelum Kiara sempat menjawab.
"Kalau begitu lain kali tolong ketuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke kamar orang lain," jawab Kiara sinis, ia masuk ke dalam kamar sambil menghentakkan kakinya.
Ia paling benci jika ada orang yang mengganggu ketenangannya.
"Hhahaa baiklah, kenapa tidak tidur ?"
"Belum ngantuk."
"Tidak bisa tidur ? Mau aku temani ?" Tanya Sean dengan nada menggoda.
Kiara tidak menjawab perkataan sean karena malas berdebat, ia hanya menunjuk arah pintu sebagai isyarat agar Sean keluar dari kamarnya. Ia paling benci dengan tipe laki-laki seperti Sean, yang sebentar baik sebentar cuek dan kadang tiba-tiba menegaskan garis diantara mereka. Untuk itu, mulai sekarang Kiara memutuskan untuk tidak lagi menganggap serius setiap perkataan pria ini.
...****************...
Nggak tahu kenapa kok tiba-tiba bab ini menghilang begitu saja 😌 untungnya masih simpan di notes.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments