18

Sudah hampir satu jam Raka berbicara dengan Friska dan hari juga hampir sore.

"Jika kamu ingin mendapatkan ampunan dari Tuan, kamu harus meminta maaf padanya." kata Raka pada Friska.

"Aku takut, bagaimana jika Tuan memecatku?" tanya Friska.

"Jangan takut untuk dipecat, seharusnya kamu takut di bunuh."

Deg, jantung Friska terasa berhenti berdetak mendengar Raka mengatakan itu, wajahnya pun terlihat memucat.

"Setidaknya meminta ampunan pada Tuan, entah apa yang akan Tuan lakukan padamu." kata Raka.

"Jika Tuan membunuhku? kau akan menerima?" tanya Friska.

"Bagaimanapun kamu bersalah dan pantas mendapatkan hukuman."

"Aku terpaksa melakukan itu, tidak mengertikah kamu!" raut wajah Friska tampak kecewa pada Raka.

Raka menghela nafas panjang, "Kamu memiliki aku juga Tuan, kamu bisa menceritakan masalahmu pada kami namun kamu malah memilih mengkhianati Tuan, kamu bersalah Fris dan kamu harus menerima apapun yang akan Tuan lakukan padamu." kata Raka sambil mengelus kepala Friska.

"Tapi aku tidak mau mati!"

"Tapi kamu harus meminta ampunan." balas Raka tak kalah sengit.

"Tuan begitu baik pada kita, tidak malukah kamu Fris melakukan ini di belakangnya?"

Friska terdiam, mencerna ucapan Raka yang memang benar. Sangat benar dirinya memang mengkhianati Aiden dan memang sudah seharusnya Friska meminta ampunan dari Aiden.

"Kita ke villa sekarang dan jelaskan semua pada Tuan sebelum Tuan mengetahuinya sendiri dan semakin kecewa padamu." bujuk Raka yang akhirnya di angguki Friska.

Dan disinilah Friska sekarang, ruangan yang terasa seperti neraka karena untuk pertama kalinya Ia melihat sorot mata kecewa Aiden. Ya untuk pertama kalinya.

Selama ini Friska selalu bekerja dengan baik, membuat Aiden senang dan akhirnya mempercayakan semua padanya namun kali ini Friska melihat sesuatu yang berbeda dari Aiden.

Aiden kecewa, Aiden marah padanya.

"Pada akhirnya aku harus menerima kenyataan ini, aku berharap selalu berharap pengkhianat itu bukan satu diantara kalian, aku meyakinkan diriku jika kalian tidak akan mengecewakanku namun sepertinya aku salah." kata Aiden membuat tangis Friska semakin pecah.

"Apa salahku padamu hingga kamu tega melakukan ini Fris?" tanya Aiden.

Friska diam, menunduk dan menangis.

"APA SALAH KU? KATAKAN APA SALAHKU!" teriak Aiden membuat Friska mulai ketakutan sementara Raka tampak diam tidak memberikan pembelaan pada Friska.

Friska melawan rasa takutnya, Ia menghentikan tangisnya dan mulai berbicara, "Tuan, sudikah Tuan mendengar penjelasan saya?"

"Katakan semua, aku akan mendengarnya!" Aiden kembali duduk dan mendengarkan penjelasan Friska.

Tangan nya mengepal setelah mendengar penjelasan Friska, mengetahui Hutama begitu memeras kaum miskin seperti keluarga Friska.

"Kenapa tidak menceritakan padaku? apa kau tidak percaya aku bisa membantu mu?" tanya Aiden dengan suara kecewa.

"Saya hanya tidak ingin merepotkan Tuan, selama ini saya terlalu banyak merepotkan Tuan."

"Dan kau memilih mengkhianatiku?" sinis Aiden.

"Maafkan saya Tuan, saya tidak memiliki pilihan lain." kata Friska menundukan kepalanya tidak lain melihat sorot mata kecewa Aiden.

"Jadi apa yang akan kau lakukan sekarang?" tanya Aiden pada Friska.

"Saya menerima apapun hukuman yang akan Tuan berikan pada saya."

"Termasuk jika aku akan menembakmu saat ini juga dan membuang mayatmu?" tanya Aiden membuat tangan Friska gemetar takut, menatap Raka yang masih terlihat santai.

"Tuan akan membunuhku?" tanya Friska dengan bibir bergetar.

"Tentu saja, pengkhianat memang pantas mati."

Friska memeluk kaki Aiden, "Saya mohon Tuan, ampuni saya." Friska terdengar ketakutan.

"Bagaimana jika aku tidak bisa mengampuni mu? bagaimana jika aku menginginkan kematianmu?" tanya Aiden.

Friska kembali menangis, "Jika memang itu bisa membuat Tuan mengampuni saya, tidak apa apa Tuan. saya memang pantas mati." kata Friska akhirnya.

Aiden berdiri, Ia mengambil pistol di lacinya. Melihat Aiden membawa pistol membuat wajah Friska memucat dan menangis sekeras mungkin.

Aiden menodongkan pistol tepat di kepala Friska dan...

Dorr ... suara tembakan mengema bersamaan suara barang pecah.

Friska pikir Ia sudah mati saat ini namun Ia tak merasakan apapun, hanya mendengar suara tembakan bahkan tidak ada darah disekitarnya.

Friska memegang kepalanya dan masih utuh, Ia masih hidup.

Friska melihat disampingnya ada pecahan vas yang berceceran di lantai. Barulah Friska sadar jika tembakan Aiden mengenai Vas itu bukan dirinya.

"Aku tidak mati, aku belum mati." gumam Friska tersenyum menatap Raka.

Aiden meletakan pistolnya di meja, "Aku bukan pria kejam yang membunuh seseorang yang pernah ku percaya apalagi seorang wanita." kata Aiden.

Friska kembali berlutut di kaki Aiden "Terimakasih Tuan, terimakasih atas kebaikan Tuan."

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang? apa kau masih akan tetap menjadi mata mata Hutama?"

Friska menggelengkan kepalanya, "Tidak Tuan, mungkin saya akan berhenti menjadi mata mata Tuan Hutama dan mencicil hutang saya."

"Atau mungkin kamu yang akan mati di tangan nya." kata Aiden membuat Friska terkejut.

"Tuan, saya..."

"Lanjutkan.. jadilah mata mata untuknya, berikan informasi tentang ku dan itu akan membuatmu dan keluargamu tetap hidup." kata Aiden.

"Tapi Tuan saya tidak mau-"

"Kau harus melakukan nya karena kau sudah masuk kesana, jika kau keluar kau akan mati jadi tetaplah menjadi mata mata untuknya."

Friska kembali menunduk, Ia benar benar berada di posisi tersulit saat ini.

Ia harus tetap mengkhianati Aiden meskipun dirinya sudah tidak ingin melakukan itu.

"Cukup laporkan apa yang ku lakukan di club pada Hutama, jangan melaporkan urusan pribadiku." kata Aiden yang akhirnya membuat Friska tersenyum lega.

"Baiklah Tuan, terima kasih atas segala kebaikan Tuan."

"Sekarang sebaiknya kalian segera pergi, aku sedang muak melihat wajah kalian."

Raka tersenyum, "Saya sudah membawa tersangka pada Tuan, kenapa saya tidak mendapatkan apresiasi apapun." protes Raka terdengar bercanda.

"Jadi apa kau ingin melihat kekasihmu mati tertembak?" tanya Aiden kembali mengambil pistolnya.

Raka menarik tangan Friska untuk berdiri, "Sebaiknya kita segera keluar sekarang sayang." ajak Raka.

"Terima kasih untuk kebaikan Tuan hari ini." kata Raka sebelum membuka pintu.

Dan saat pintu terbuka, Ketiganya di kejutkan oleh Lara dan Mbok Nah yang tengah menguping di pintu.

"Saya harus pergi Nona." Mbok Nah berlari meninggalkan Lara sendirian.

Kini tinggalah Lara yang mendapatkan tatapan tajam dari Aiden yang masih duduk.

"Saya akan pergi Nona, sebaiknya Nona menghibur Tuan karena Tuan sedang marah saat ini." kata Raka langsung pergi begitu saja bersama Friska.

"Hey apa yang kau katakan!" teriak Lara pada Raka.

"Dan apa yang kau lakukan disini?" tanya Aiden yang kini sudah berdiri didepannya.

"Ak aku hanya..."

"Hmm?" Aiden menunggu jawaban Lara.

"Aku mendengar suara tembakan jadi aku kesini untuk memastikan-"

"Tidak ada yang mati, aku tidak kejam hari ini." potong Aiden lalu berjalan meninggalkan Lara memasuki kamar Aiden.

Bersambung....

jangan lupa like vote dan komeen

Terpopuler

Comments

adiah diah

adiah diah

Syukurlah aiden bisa memaafkan friska dan bisa menyelesaikan masalahnya.

2022-08-03

1

shyafira fitri

shyafira fitri

Lanjut

2022-08-03

0

Eka Bundanedinar

Eka Bundanedinar

Aiden badmood lara jg kena

2022-08-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!