Aiden meletakan ponselnya di meja, setelah di hubungi oleh anak buahnya yang mengikuti Raka, pikiran menebak tentang siapa pengkhianat itu.
Apakah Friska atau Raka? hanya dua orang itu yang mengetahui semuanya tentang Aiden.
Atau mungkin malah keduanya?
"Tidak, pasti bukan mereka. aku pasti sudah salah."
Pintu terbuka, Lara memasuki kamar membawa nampan berisi bubur yang baru saja Ia buat.
"Makan dulu dan kembali istirahat." kata Lara memberikan mangkuk pada Aiden.
"Tangan ku lemas, aku tidak bisa makan sendiri."
Lara menghela nafas panjang, "Aku akan menyuapimu."
"Tentu saja kau harus merawatku, kamu yang membuat ku sakit." kata Aiden sambil tersenyum tengil.
"Maaf, kamu tidak bilang jika tidak boleh makan mie pedas." Lara membela diri karena memamg Ia tak tahu jika Aiden memiliki asam lambung.
Aiden tersenyum, mengelus kepala Lara membuat Lara menatap Aiden.
"Dia terlihat tampan jika tersenyum." batin Lara tanpa sadar menatap Aiden sambil tersenyum.
"Jadi sampai kapan kamu akan menatapku seperti itu?" sindir Raka membuat Lara sadar dan memalingkan wajahnya, mulai mengangkat sendoknya.
"Lidah ku pahit." keluh Aiden.
"Tapi harus tetap makan."
"Asal kamu yang menyuapi aku akan tetap makan." kata Aiden membuat Lara tersenyum malu.
Ponsel Aiden kembali berdering membuat Aiden melihat siapa yang menelepon dan saat tahu siapa penelepon itu, Aiden kembali meletakan ponselnya, membiarkan ponsel itu berdering.
"Kenapa tidak di angkat?" tanya Lara heran.
"Tidak penting."
"Ck, bagimu tidak penting tapi mungkin bagi dia sangat penting." kata Lara.
Aiden menghela nafas panjang, mengingat si penelepon itu adalah Adira. Wanita manja itu pasti hanya akan merepotkan dirinya saja.
Ponsel Aiden terus berdering membuat Aiden kesal hingga akhirnya mematikan ponselnya. Lara sempat melihat profil penelepon seorang wanita, "Apakah kekasihmu?" tanya Lara memberanikan diri meskipun dirinya merasa sangat ingin marah.
"Bukan, hanya penggemar."
Lara tertawa, "Apa kau merasa sangat tampan hingga memiliki penggemar?"
"Aku memang tampan." balas Aiden penuh percaya diri.
"Kamu terlalu percaya diri Tuan!"
Aiden tersenyum, "Apa ketampanan ku membuatmu menyukai ku?" goda Aiden yang langsung membuat Lara gugup.
"Sudah habis, aku harus mengembalikan mangkuknya."
Lara berdiri hendak pergi namun Aiden menahan tangan nya, "Kamu terlihat gugup, apa karena menyukai ku?" goda Aiden lagi membuat pipi Lara memerah malu.
"Tidak, mana mungkin aku menyukai pria kejam sepertimu." balas Lara membuat raut wajah Aiden berubah masam.
"Oh kau masih menganggap ku seperti itu!" Aiden terdengar kesal, Lara mulai ketakutan karena merasa dirinya sudah asal bicara.
"Ti tidak bukan seperti itu maksud ku."
Aiden melepaskan genggaman nya, Ia memalingkan wajah pada Lara.
"Apa kamu marah? maaf aku tidak bermaksud mengatakan itu padamu." kata Lara kembali duduk.
"Aku memang pria kejam, jangan menyukai ku!" balas Aiden yang entah mengapa membuat hati Lara terasa sakit.
"Kamu menembak Nathan waktu itu membuatku berpikir seperti itu." jelas Lara.
"Dan aku juga bisa menembakmu setiap saat jadi berhati hatilah."
Deg, Lara terkejut dengan ucapan Aiden. Ia kembali berdiri dan segera keluar membawa mangkuk kosongnya.
Aiden menghela nafas panjang melihat punggung Lara yang kini sudah keluar dari kamarnya.
Didapur Lara meletakan mangkuk kotor di wastafel, Ia memukuli bibirnya yang sudah salah bicara.
"Bodoh, apa yang sudah kau katakan!"
Mengingat beberapa hari yang lalu saat dirinya mengatakan hal yang sama dan Aiden langsung memperkosanya namun hari ini tidak, Aiden justru terlihat sakit hati membuat Lara merasa tidak enak.
Lara kembali ke kamar melihat Aiden sudah memejamkan matanya, entah tidur atau hanya pura pura tidur.
Lara mendekat untuk menaikan selimut Aiden, Ia melihat jam sudah pukul empat sore dan memilih mandi.
Lara keluar dari kamar mandi sudah lengkap dengan pakaian nya karena memang Ia membawa baju ganti ke kamar mandi.
Ia kembali mendekati Aiden yang masih terlelap. Lara duduk di pinggir ranjang dan tersenyum melihat wajah polos Aiden saat tidur.
Terlalu asik menatap wajah Aiden membuat Lara terkejut saat Aiden menarik tangan nya dan bibirnya hampir mencium Aiden.
"Kamu tidak tidur?" tanya Lara terdengar gugup.
Aiden membuka matanya, sorot matanya masih memperlihatkan jika Ia sedang marah.
"Aku marah padamu!"
"Maaf, tapi bukankah kamu memang kejam." kata Lara keceplosan lagi.
Aiden kini sudah berada di atas tubuh Lara, mengekang Lara, "Katakan sekali lagi!"
Lara sudah ketakutan, "Ti tidak..."
Aiden tersenyum tengil, Ia memajukan bibirnya ingin mencium Lara namun saat bibir mereka sudah dekat terdengar suara ketukan pintu membuat Aiden mengeram marah.
"Sial!"
Lara merasa terselamatkan dan segera bangun untuk membuka pintu.
"Mbok Nah?"
"Ada yang mencari Tuan." kata Mbok Nah.
"Masuklah Mbok." tawar Lara membuat Mbok Nah memasuki kamar.
"Siapa yang mencari ku?" tanya Aiden.
Belum menjawab, Aiden sudah bangun dan segera keluar kamar.
"Tuan..."
Aiden melihat Raka datang dengan Friska, cukup membuat Aiden terkejut.
"Kenapa kalian bisa datang kesini berdua?" tanya Aiden puar pura tak tahu.
"Ada yang ingin kami bicarakan Tuan." kata Raka sementara Friska tampak menunduk, jika dilihat Friska terlihat habis menangis.
"Kita keruang kerja ku sekarang." ajak Aiden.
Ketiganya berjalan melewati Lara dan Mbok Nah, "Siapa wanita itu Mbok?" Lara tampak penasaran dengan wanita yang datang dengan Raka. Ia berpikir wanita itu sama seperti dirinya, hanya wanita tawanan milik Aiden yang baru saja ditangkap.
"Dia tangan kanan Tuan Aiden yang mengurus club malam milik Tuan." jawab mbok Nah membuat Lara merasa lega.
"Kenapa suasana sangat tegang ya Mbok?"
"Entahlah Non, mungkin mereka sedang ada masalah dengan Tuan."
Lara menghela nafas, Ia berharap semua akan baik baik saja, tidak akan ada kekejaman lagi di villa ini seperti yang terjadi pada Nathan.
Sementara di ruangan Aiden, tampak Raka dan Friska berdiri didepan Aiden yang duduk.
"Apa yang ingin kalian katakan?" tanya Aiden tampak menunggu.
"Tuan, sepertinya saya harus mengatakan ini. kami adalah sepasang kekasih." kata Raka terlihat gugup.
Aiden tersenyum, "Aku tidak akan mempermasalahkan itu, selama kalian melakukan pekerjaan dengan baik, aku dukung apapun yang membuat kalian bahagia."
Kata kata Aiden membuat Friska menangis dan langsung tersungkur di kaki Aiden,
"Tuan maafkan saya, maafkan saya. saya sudah melakukan kesalahan yang fatal." ucap Friska sambil menangis.
Melihat Friska tersungkur berlutut di kakinya dan menangis, kini Aiden mengetahui siapa tangan kanan Hutama.
Aiden berharap bukan kedua orang ini, Ia sangat berharap tidak akan di khianati oleh kedua orang ini namun sepertinya Aiden harus menerima kenyataan jika memang salah satu dari mereka pengkhianat itu.
"Jadi benar kamu?"
BERSAMBUNG....
jangan lupa like vote dan komenn
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
adiah diah
Memang kecewa sih dikhianati apalagi yg berkhianatorg yg paling kita percaya dan dekat dngan kita.
semoga saja aiden dapat berlaku adil dengan friska dan mau memaafkan friska 😊
2022-08-03
0
Eka Bundanedinar
memang kecewa klo di hianati sana orang dekat kita
2022-08-03
0
HeRni Handayani
tor lanjut jangan sedikit sedikit up nya
2022-08-03
0