Di alam mimpi, Xaveryn melihat ke dalam kobaran api yang sangat besar melahap menara dan istana kekaisaran. Xaveryn pada wujud dewasa meraung kesakitan di bagian telapak kakinya yang terluka parah akibat sayatan serpihan kaca. Gadis itu berusaha untuk bangkit kembali, tapi tiada daya yang mendorong badannya. Kedua pipinya basah tersiram air mata yang tak henti menggenang. Suara jeritan para pelayan hingga rakyat bisa didengar dengan jelas, tapi Xaveryn tidak punya kekuatan untuk menolong mereka.
“Aku mohon kakiku, berdirilah … apa pun yang terjadi aku harus lari dari sini karena aku tidak mau menjadi Permaisuri Saverio.”
Kemudian sepasang tangan tiba-tiba saja mengangkat tubuh Xaveryn, dia kaget karena orang itu adalah Claes. Pemuda tampan yang merupakan Kakak pertamanya dengan usia dewasa dan menjadi Kaisar di usia sangat muda. Claes tersenyum pahit pada Xaveryn, kepalanya dilumuri darah, serta kedua tangannya terluka parah. Namun, Claes melupakan segala rasa sakit itu demi membantu Xaveryn keluar dari sini.
“Kakak, kenapa Kakak bisa ada di sini? Bukankah seharusnya Kakak menyelamatkan istana?” tanya Xaveryn.
“Kau adalah yang terpenting saat ini, aku tidak mau melihatmu tertangkap oleh para pemberontak itu. Sekarang aku akan membawamu keluar dari sini, jadi jangan khawatir karena Kakakmu ini akan melindungimu.”
Claes melajukan langkahnya menuju jalan rahasia belakang istana yang dipenuhi tanaman rambat dan semak belukar. Mereka berjalan ke arah jalan masuk hutan, tepat sebelum memasuki hutan, Claes menurunkan lalu menyandarkan tubuh Xavery ke sebuah batang pohon. Dengan cepat Claes membalut luka di kaki Xaveryn, untung saja kala itu hanya ada mereka berdua di sana.
“Xaveryn, maafkan aku selama ini tidak bisa menjadi saudara yang baik untukmu. Aku merasa tidak berguna menjadi Kaisar karena tidak berhasil menyelamatkan Ayah serta kedua saudara kita yang lain dari kematian. Tetapi, asal kau tahu, aku sangat menyayangimu dan aku terpaksa mengabaikanmu demi menjagamu dari dunia luar. Aku menyesal … sangat menyesal … andai saja dulu aku menjemputmu dari menara, kita pasti punya lebih banyak kenangan bersama …,” lirih Claes.
Xaveryn tercengang, selama ini dia menganggap Claes tidak menyayanginya sebab dia tidak pernah dihiraukan sedikit pun oleh Claes. Pria berwajah dingin itu selalu menatap Xaveryn tanpa ekspresi, bahkan ketika Claes datang berkunjung ke menara, Claes hanya melihat dirinya dari jauh tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Akan tetapi, hari ini dia tahu bahwa sebenarnya Claes teramat menyayanginya sehingga dia berupaya melindungi Xaveryn dari dunia luar.
“Aku pikir Kakak membenciku karena Ibu meninggal saat melahirkanku, tapi rupanya aku salah paham. Aku selalu bermimpi hari di mana kita bisa bersama-sama menikmati waktu luang, aku ingin disayangi dan menjadi saudara yang bisa diandalkan. Namun, sampai akhir aku masih saja merepotkan, aku kerap kali menyalahkan kehadiranku. Ini semua salahku, Kak, andaikan aku mati—”
“Tidak, Xaveryn, jangan salahkan dirimu sendiri. Baik itu aku, Ayah, Alvaro, maupun Riley, kami semua menyayangimu. Kami terlambat menyadarinya, kau menderita di balik bangunan menara, kau menangis sendirian, hingga mengalami perundungan. Tolong tetaplah hidup, Adikku … aku berharap ada kehidupan di mana aku bisa menebus kesalahanku padamu. Aku bangga mempunyai Adik sepertimu, aku menyayangimu … sangat menyayangimu, Adikku ….”
Claes mendekap erat tubuh Xaveryn, tak kuasa dirinya membendung air mata yang turun kian deras. Claes yang terkenal dingin ternyata memiliki hati yang hangat, mereka berdua sama-sama terlambat menyadari kenyataan yang terjadi.
“Aku juga menyayangi Kakak, aku menyayangi kalian semua. Kini hanya kita berdua yang tinggal, jadi mari kita kabur dari sini, Kak. Mari kita isi kenangan kosong yang tidak pernah terisi selama ini,” ajak Xaveryn.
Claes menggeleng pelan. “Tidak, aku tidak bisa pergi dari sini karena aku adalah seorang Kaisar. Mulai dari tempat ini, kau pergilah ke dalam hutan, di sana ada orang yang akan membantumu kabur. Paham?”
Claes mengecup singkat kening Xaveryn, dia melayangkan sebuah senyuman penuh keputusasaan. Belum sempat Xaveryn menjawab, Claes sudah lebih dulu barlari menuju istana.
“Kakak! Jangan pergi, aku mohon … Kakak tidak boleh pergi! Kak! KAKAK!”
Xaveryn terbangun dari tidurnya sembari meneriaki nama Claes, irama napasnya berpacu cepat dan degup jantungnya terdengar tak karuan. Xaveryn selalu memimpikan masa lalunya setiap kali dia terlelap sehingga dia menjadi takut untuk memejamkan mata.
“Ayah … Kakak … kalian tidak boleh meninggalkanku lagi … aku akan melakukan apa pun demi menyelamatkan kalian. Aku janji meski harus mengorbankan diriku sendiri…,” lirih Xaveryn menekuk lutut dan kepalanya.
Hingga pagi menjelang, Xaveryn masih kesulitan memejamkan mata karena setiap kali dia mencoba tertidur lelap dirinya akan terus memimpikan kehidupan pertamanya berulang kali. Hati gadis kecil itu terlihat begitu lelah, tapi dia dipaksa kuat oleh keadaan yang hanya bisa diatasi dirinya seorang.
“Eris, Kak Claes akan berangkat ke akademi hari ini, ‘kan?” tanya Xaveryn kepada Eris yang sedang membantunya berpakaian.
“Benar, Yang Mulia, Pangeran Claes berangkat hari ini ke akademi. Apa Anda ingin memberi hadiah kepada Pangeran?”
Xaveryn mengangguk. “Iya, aku berencana memberi Kakak hadiah, itulah mengapa aku bertanya padamu.”
Pada waktu bersamaan, Alvaro tiba-tiba masuk ke kamar Xaveryn, dia tampak bersemangat sekali hari ini.
“Adik, ayo keluar bersamaku dan mengantarkan Kak Claes ke depan gerbang. Sebentar lagi dia akan berangkat bersama Caerick,” ucap Alvaro riang.
“Baiklah, aku sudah siap, mari kita keluar bersama.”
Alvaro menggendong Xaveryn ke luar kamar, mereka dipandu oleh Annita dan Eris lalu diikuti pula oleh Roxilius serta kesatria pribadi Alvaro. Mereka menuju ke halaman istana utama, di sana sudah banyak orang yang berkumpul.
“Ayah, Kakak!” panggil Xaveryn sambil melambaikan tangan dengan wajah ceria.
Jonathan, Claes, dan Riley serentak menoleh ke arah datangnya Xaveryn, ekspresi wajah mereka berubah gembira. Alvaro menurunkan Xaveryn dari gendongannya, dia membiarkan Xaveryn bergerak lebih leluasa. Xaveryn langsung menghampiri mereka, di sana juga Caerick yang menatapnya dengan mata berbinar penuh keriangan.
“Xaveryn, apa kau di sini ingin mengantar keberangkatan Kakakmu ini ke akademi?” tanya Claes memandang gemas Xaveryn.
“Iya, aku mengantar keberangkatan Kakak, jika Kakak pergi ke akademi itu artinya kita akan jarang bertemu.” Xaveryn menekuk ekspresi wajahnya, ini membuat Claes semakin tidak rela meninggalkan Xaveryn.
“Bagaimana ini?” Claes memeluk erat tubuh mungil Adik perempuannya. “Aku tidak mau pergi, kenapa aku harus masuk akademi? Tidak bisakah ditunda saja?” rengek Claes.
“Jangan berlebihan, Claes, kau harus pergi ke akademi karena kau akan menjadi pewaris takhta. Jadi, akademi penting bagimu untuk menguji kemampuan berpedangmu,” tutur Jonathan melenyapkan rasa sedih Claes.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments