Reiner bergegas menghampiri Jonathan, padahal dia baru saja bisa beristirahat dengan tenang tapi lagi-lagi Xaveryn melakukan hal yang membahayakan. Reiner cukup terkejut sesaat mendapati Xaveryn berani menyayat pergelangan tangannya sendiri. Sekujur tubuh Reiner tiada henti bergetar karena dia begitu mengkhawatirkan kondisi Xaveryn. Untungnya saja Jonathan menyelamatkan Xaveryn sebelum terlambat. Kini Xaveryn harus berbaring tak sadarkan diri sembari membawa rasa putus asa yang mendera hatinya.
Jonathan senantiasa menemani sang putri dan menantinya sadar di samping tempat tidur. Tidak peduli seberapa lelah yang dia derita, keselamatan Xaveryn merupakan yang utama baginya. Jonathan menyesal teramat sangat membawa Xaveryn ke menara yang hanya dihuni oleh putrinya bersama sang pengasuh.
“Kenapa kau melakukan ini semua? Apa yang terjadi padamu? Apakah keputusanku menyakitimu? Apakah aku terlalu egois mengurungmu di menara tak berpenghuni ini? Tolong maafkan Ayah, Xaveryn …,” lirih Jonathan seraya menggenggam tangan Xaveryn yang dingin.
Jonathan memikirkan masalah ini dan membuatnya tak sanggup memejamkan mata. Pandangan sendu Jonathan tak luput dari Xaveryn, dia menyalahkan dirinya atas apa yang menimpa Xaveryn. Hingga dini hari, ruas jemari Xaveryn bergerak menunjukkan bahwasanya gadis kecil itu akan segera sadarkan diri. Jonathan tersentak dari lamunannya, tatapannya berubah penuh harap ketika kelopak mata Xaveryn hendak terbuka.
“Xaveryn … apa kau bisa mendengar suara Ayah?” Jonathan membuka suara, dia mengusap lembut kepala Xaveryn.
Xaveryn mengerjapkan matanya berulang kali, sebelumnya dia berharap tidak pernah bangun lagi di kamar tersebut. Namun, keinginan matinya dipatahkan oleh sang Ayah yang datang menyelamatkan dirinya. Bulir-bulir air mata berjatuhan dari sudut mata Xaveryn, dia merasa putus asa sekali dan ingin menyerah atas hidupnya.
“Kenapa aku masih hidup? Kenapa semua orang menyelamatkanku? Aku tidak mau hidup lagi … aku lelah … aku sangat lelah …,” lirih Xaveryn menggapai pendengar Jonathan.
Kedua mata Jonathan sontak membulat sempurna, dia tidak menyangka putrinya akan mengatakan sesuatu yang membuatnya membisu.
“Apa … apa yang kau katakan? Mengapa kau berkata kau tidak ingin lagi hidup? Apakah kau kecewa pada Ayah yang mengurungmu di menara ini?” Suara Jonathan terdengar bergetar, dia nyaris menangis akibat ucapan Xaveryn.
Xaveryn melirik ke arah Jonathan sambil perlahan bangkit dari posisinya, dia menemukan kembali sosok pria yang sangat lama dia rindukan. Sosok lelaki yang mengurungnya di menara ini demi keselamatan dirinya, meski pada akhirnya Jonathan harus merenggang nyawa bahkan sebelum usia Xaveryn belum dewasa. Tangisan Xaveryn semakin pecah, dia tak kuasa menahan sesak di dada, betapa menakutkannya bayangan kekaisaran selepas kematian Jonathan.
“Ayah … kenapa Ayah di sini? Mengapa Ayah baru datang mengunjungiku? Aku kesepian, aku takut … Ayah jahat mengurungku di menara bersama Annita. Sejak aku lahir, aku hanya pernah melihat potret Ayah, aku tidak pernah bertemu dengan Ayah sekali pun. Apa Ayah tidak menyayangiku?”
Betapa hancurnya hati Jonathan mendengar ucapan Xaveryn, tak disangka jika putrinya berpikir sejauh itu. Dia memang tidak pernah mengunjungi Xaveryn, tapi bukan berarti dia tidak menyayangi Xaveryn melainkan dia melakukan ini semua demi keselamatan Xaveryn.
“Ayah menyayangimu, tentu saja Ayah menyayangimu karena kau adalah satu-satunya putriku—”
“Lalu kenapa? Kenapa Ayah membuangku ke menara? Ayah mengasingkanku dari ibu kota dan meninggalkanku di tempat menyeramkan ini. Padahal aku juga mau tinggal di istana sembari menikmati statusku sebagai Tuan Putri. Namun, nyatanya sebaliknya, aku tidak lebih dari seorang Tuan Putri yang tersembunyi di balik menara sunyi. Keberadaanku seolah sebuah dosa yang tak boleh diketahui dunia luar.” Xaveryn meluapkan segala perasaan yang terpendam di hatinya selama ini.
“Bukan begitu, Xaveryn … Ayah tidak bermaksud seperti itu, Ayah—”
“Apakah ini karena Ibu meninggal setelah melahirkanku? Ayah berpikir kalau aku penyebab kematian Ibu? Bahkan ketiga saudara laki-lakiku juga tak pernah mengunjungiku atau sekedar mengirimiku surat. Kalian membenciku, bukan? Mungkinkah Ayah benci rambutku yang berwarna emas? Padahal aku tidak minta untuk dilahirkan, aku tidak minta memiliki rambut emas. Tapi, kenapa? Kenapa semuanya terjadi padaku? Aku hanya seorang anak kecil, namun mengapa rasanya berat sekali? Seharusnya aku mati saja, dengan begini takkan ada lagi orang yang tersakiti karena kehadiranku ….”
Jonathan lekas membawa tubuh Xaveryn ke dalam pelukannya, alangkah rapuhnya hati dia kala itu. Kata demi kata yang terlontar dari bibir mungil itu merupakan curahan rasa sakit yang selama ini tertahan.
“Tidak, Xaveryn, tidak … jangan berpikir demikian, Ayah tidak pernah membencimu dan ketiga Kakakmu juga tak pernah membencimu, kami semua menyayangimu, putriku. Ibumu tidak mati karenamu, dia bahagia mengandung hingga melahirkanmu. Ayah tidak pernah melupakan keindahan senyum Ibumu ketika mendengar suara tangisanmu. Bisakah kau singkirkan pikiran burukmu itu? Kau putriku, tidak mungkin Ayah membencimu.”
Tersirat rasa cinta yang besar dari kata yang terucapkan, ini kedua kalinya sang Ayah mengatakan bahwa dia menyayangi Xaveryn setulus hati.
‘Pertama kalinya Ayah memelukku, pada kehidupan pertamaku, aku hanya pernah bertemu Ayah satu kali di saat Ayah berada di penghujung ajalnya. Ayah meninggal karena sakit, bahkan aku tidak sempat memeluknya. Ayahku yang malang, andai kau tahu aku tidak pernah menyalahkanmu karena telah mengurungku di menara ini. Aku tahu sebenarnya Ayah ingin melindungiku dari mereka yang mengincar kekuatanku. Aku tahu itu ….’
Isak tangis Xaveryn tak kunjung berhenti, dia tidak mengatakan apa pun lagi selain menangis sesengggukan di pelukan Jonathan. Lubuk hatinya begitu hancur, penderitaan selama enam kehidupan sebelumnya dia bawa hingga sekarang.
“Ayah … tolong bawa aku bersamamu ke istana, aku tidak mau tinggal di sini, aku ingin terus di samping Ayah. Jangan buang aku, aku janji akan melakukan yang terbaik, aku janji akan melakukan peranku sebagai Tuan Putri, tapi aku mohon bawa aku ke istana. Tenang saja, aku akan menjadi anak yang berguna.”
Tampaknya Jonathan sudah lebih dulu mengubah pikirannya, dia berniat membawa Xaveryn kembali ke istana bersamanya. Mengingat apa yang terjadi kemarin membuatnya tak kuasa meninggalkan Xaveryn di menara.
“Baiklah, Ayah akan membawamu pulang ke istana. Berhentilah menangis, kau tidak perlu melakukan apa pun. Cukup duduk diam saja, Ayah pastikan kau bisa hidup dengan bahagia, asalkan kau tidak melakukan hal yang berbahaya lagi,” balas Jonathan sekuat tenaga menahan tangisannya.
Selepas itu, Jonathan membaringkan tubuh di samping Xaveryn, mereka tidur di ranjang yang sama. Xaveryn sengaja membuat Jonathan tertidur dengan sihirnya, dia tahu kalau Jonathan belum tidur sama sekali.
‘Mungkin aku memang harus menjalani hidupku hingga akhir, tapi kali ini jauh berbeda dari sebelumnya. Aku kembali ke usiaku yang ke lima tahun, di kehidupan lalu aku tidak diberi kesempatan mengendalikan sihirku. Aku juga baru tahu punya sihir ketika aku berumur dua puluh tahun, jadi aku harus belajar mengendalikan sihir ini sehingga aku dapat melindungi keluargaku dari kehancuran.’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
YuniSetyowati 1999
Nah itu baru benar princess.Gunakan sihirm sebaik2nya.Lindungi dirimu dan kluargamu.Kalau ada laki2 yg mau melecehkanmu,ubah tuh belutnya jd jentik nyamuk 🤭
2024-02-16
0
DEWI Xback and EXO-Ls
akhirnya 😘😘😘😘
2023-06-22
1
AK_Wiedhiyaa16
Nah gitu dong Xav!
Apapun yg terjadi hrs optimis, ubah takdirmu sesuai apa yg kamu mau!
NEXXXT!
TETAP SEMANGAT
2022-08-19
7