Dera masih berusaha untuk memejamkan mata, tetapi bayangan berciuman dengan Daren terus mengganggu pikiran gadis itu. Hingga membuat Dera gelisah, bolak-balik mengubah posisi tidurnya.
Bukan hanya karena itu, tetapi juga khawatir pada keadaan ayah Pandu. Dera memang sudah mengetahui riwayat penyakit jantung ayah mantan pacarnya. Sebab, dulu Pandu pernah memberitahu dia ketika pria itu drop.
Merasa haus, Dera beranjak dari tidur. Gadis itu berjalan ke arah dispenser yang berada di sudut kamar. Menenggak hingga tandas, Dera berniat untuk kembali tidur. Meski matanya sangat sulit untuk dia kendalikan.
Getar ponsel mengagetkan Dera. Segera dia meraih ponsel di meja samping ranjang, menatap layar dengan tatapan sayu. Daren meneleponnya.
Ragu-ragu Dera mengangkat, takut ada sesuatu yang penting.
“Halo, Om?” sapa Dera duluan. Tentunya dengan gugup.
“Hmm, iya. Kamu belum tidur?”
“Belum, Om. Soalnya Dera tidak ngantuk,” jawab Dera jujur.
“Apa ... karena tadi?”
Pertanyaan Daren membuat Dera terdiam. Otaknya tidak bisa mencerna ucapan itu, yang ada malah pikiran liar yang membuat Dera memukul pelan kepalanya.
“Nggak! Dera memang sudah tidur malam. Kalau tidak ada yang ingin disampaikan lagi, Dera matiiin.”
“Maaf. Aku cuma mau bilang, kalau aku nggak pulang malam ini. Kamu segeralah tidur, nggak baik begadang,” ucap Daren.
“Baiklah.”
Tanpa menunggu lama lagi, Dera langsung memutus sambungan secara sepihak. Dia memeluk ponselnya erat, entah mengapa perasaannya bahagia hanya mendengar suara Daren.
Tidak. Tidak mungkin Dera sudah jatuh cinta dengan pria berstatus suaminya itu. Meskipun sah-sah saja jika benar dia memiliki rasa, hanya saja Dera pikir ini terlalu cepat untuknya.
Lelah berperang dengan pikiran dan hati, Dera mencoba kembali memejamkan mata. Dia sangat berharap bisa segera menyelam ke alam mimpi, karena kenyataan tak seindah khayalan dia.
**
Pukul 08.30, Dera baru bangun. Semalam dia tidur jam satu malam, jadi masih mengantuk bila harus bangun pagi-pagi. Saat Dera turun ke dapur, dia melihat punggung kekar tengah berdiri di depan penggoreng. Tangannya dengan lihai memainkan spatula, membolak-balikkan nasi goreng di dalam wajan.
Harum nasi goreng menggelitik indera penciuman Dera. Dia memilih duduk di meja makan, meneliti punggung yang belum berbalik. Dera tahu siapa si pemilik punggung yang kekar nan kokoh itu. Dari wangi parfum, dia sudah tanda.
“Dera? Kamu sudah bangun?” tanya Daren. Ya, pria itu adalah Daren.
“Menurut, Om?” tanya Dera balik. Pura-pura kesal dengan membuang wajah ke samping.
Daren gemas melihat tingkah Dera, ingin dia kecup pipi gembul itu. Apalagi dengan bibir merah muda, yang kini dilapisi dengan lipblam tipis, menambah pesona di sana.
“Ayo makan,” ajak Daren setelah meletakkan dua piring nasi goreng di meja.
Lalu, Daren menyodorkan satu piring pada Dera. Awalnya gadis itu hanya diam, Daren pun enggan memaksa. Dia sibuk dengan nasi goreng buatannya sendiri, melahap hingga hampir habis.
Melihat Daren yang makan dengan lahap, Dera meneguk ludah kasar. Cacing-cacing di perut pun sudah meronta, ingin mencicipi masakan itu juga, tetapi sang pemilik tubuh gengsi untuk mengambil.
“Nasi gorengnya nggak aku racuni, kok. Jadi, kamu jangan khawatir.” Daren membuka suara, mengagetkan Dera yang tengah melamun.
Dera meringis, segan dengan Daren. Namun, dia juga tidak bisa menerima begitu saja. Malu, lah, masa iya pria itu yang memasak.
“Kalau memang kamu tidak lapar, biar untuk aku saja nasgornya,” kata Daren sambil menarik piring Dera.
“Jangan! Aku lapar!” teriak Dera menghentikan gerakan Daren. Pria itu tersenyum geli melihat wajah malu Dera.
Akhirnya pasangan suami-istri itu makan dengan sangat lahap. Setelah merasai masakan Daren, mulut Dera tidak mau berhenti untuk mengunyah. Bahkan tak sampai lama dia menghabiskan sepiring nasi goreng.
“Emm, kurasa aku akan kembali telat hari ini. Soalnya aku harus ke rumah sakit lagi, untuk melihat keadaan ayah Pandu,” ucap Daren.
“Iya, nggak apa. Apa boleh aku menjenguk siang ini?”
“Tapi, apa kamu tidak keberatan?”
“Nggaklah.”
“Baiklah kalau begitu, nanti aku serlok lokasinya,” kata Daren seraya bangkit dari duduk.
Daren bersiap untuk pergi, tetapi tangannya dicengkal oleh Dera. Gadis itu menatap dengan sayu, membuat Daren bingung.
“Salim.” Dera mengagetkan Daren. Segera pria itu mengangsurkan tangannya untuk dikecup Dera.
Saat Daren ingin melangkah kembali, tetapi lagi-lagi Dera menghentikannya.
“Biasanya cium kening. Pagi ini, kok, nggak?”
“Hah?”
##
Jangan lupa hadiah dan votenya man teman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Indra Davais
kalau om nyA kayak gitu ya mending sm omnya dong
2024-01-21
0
Sulaiman Efendy
NAHH,, UDH MULAI SUKA DICIUM DI KENING..
2023-12-21
0
Sri Lestari
dera yang kecanduan dikiss sama om dareb, bucin bucin dah dera g usah gengsi
2022-09-13
2