Semua bahan dapur sudah ada di dalam plastik yang Daren bawa, sedangkan jajanan, ada di plastik Dera. Gadis itu tampak gembira, ketika mendapat apa yang dia mau. Awalnya Dera ngambek karena Daren menarik paksa untuk pergi meninggalkan patung orang yang dia sukai, tetapi setelah diajak ke tempat makanan, Dera langsung tersenyum gembira.
“Ada yang mau kamu beli lagi?” tanya Daren ketika mereka sudah berada di dekat mobil.
“Boleh? Ini udah banyak banget, loh. Nanti uang Om habis,” ucap Dera. Meskipun niatnya memang ingin mengerjai Daren dengan menguras dompet, tetapi ketika melihat wajah pria itu, dia jadi tidak tega.
“Kenapa tidak boleh? Uang saya uang kamu juga,” balas Daren.
“Kalau gitu aku mau beli es Boba, tetapi di pinggir jalan tadi aja, ya. Yang kita lewati mau ke sini,” pinta Dera.
“Pinggir jalan? Kenapa nggak di kafe saja.”
“Aku maunya di pinggir jalan. Titik.”
Dengan cemberut Dera masuk ke dalam mobil lebih dulu, meninggalkan belanjaan yang memang akan Daren masukan ke dalam bagasi mobil. Pria itu hanya menggeleng saja, meski terkesan anak-anak, tetapi dia malah lucu dengan sikap Dera.
Secepatnya Daren memasukkan semua barang, setelah itu dia memilih untuk masuk mobil juga. Tidak lupa memasang sabuk pengaman, mobil mulai dia kemudi dengan kecepatan sedang. Membela jalanan yang cukup padat karena jam pulang kantor.
Sepanjang jalan Dera terus memperhatikan setiap pinggir jalan, mencari gerobak es Boba yang dia temui tadi. Ketika mendapati apa yang dia inginkan, Dera meminta Daren untuk menepikan mobilnya.
“Biar saya saja yang turun. Kamu mau rasa apa?” Daren membuka sabuk pengamannya.
“Vanila dan cokelat,” jawab Dera.
“Baiklah.”
Daren keluar dari mobil untuk membeli pesanan Dera. Dia kembali lagi membawa satu kantong plastik berisi dua cup es Boba milik istrinya. Mobil kembali melaju, membelah jalanan menuju rumah.
Ketika sampai di rumah, Dera langsung membawa sayur-sayuran ke dapur. Niatnya gadis itu yang akan menyusun semua sayuran yang dia beli di kulkas, tetapi bibi datang dan melarangnya.
“Biar Bibi saja, Nyonya,” ucap bibi menghentikan gerakan tangan Dera.
“Nggak apa, kok, Bi. Biar Dera aja,” tolak Dera.
“Lebih baik Nyonya duduk, lagian baru pulang juga, pasti lelah,” kata bibi. Tidak pantang menyerah.
Melihat kegigihan bibi, akhirnya Dera mengangguk. Dia memilih duduk di kursi makan, sambil melihat bibi yang tengah sibuk dengan sayuran. Dera mengambil gelas dan menuang air dari teko.
“Nyonya ingin dimasakan apa untuk makan malam?” Bibi bertanya sambil menatap Dera.
“Tidak perlu, Bi. Karena malam ini, Dera yang akan masak untuk makan malam,” ucap Dera.
“Memangnya kamu bisa makan?”
Daren yang baru datang dari kamar, duduk tepat di samping Dera. Pria itu mengambil gelas minum milik Dera, lalu meneguk air putih di dalamnya hingga tandas. Dera melongo melihat apa yang Daren lakukan, gadis itu bergidik ngeri saat menyadari bahwa Daren meminum air dengan gelas bekasnya.
“Ish, jorok banget, sih. Kayak, nggak bisa ambil gelas sendiri,” ketus Dera.
“Jorok kenapa? Bekas kamu, kan?” tanya Daren sambil menyodorkan gelasnya pada Dera.
“Ya. Dasar jorok!”
“Tidak jorok, karena itu bekas istriku. Kecuali bekas Bibi,” sahut Daren sambil mengedipkan sebelah matanya.
Lagi-lagi Dera hanya bisa mendengkus kesal. Dia memilih mengabaikan Daren dan fokus mencari bahan untuk dimasak. Rupa-rupanya Daren malah mengikuti dia, mengamati setiap gerak-gerik Dera.
“Kamu mau masak apa?” tanya Daren.
“Nasi goreng cumi,” jawab Dera tanpa melihat ke lawan bicaranya.
“Cara masaknya, gimana?” Daren mengikuti ke mana pun Dera pergi.
Gadis itu mencebik kesal, karena terus ditanya ini dan itu. “Gampang. Tinggal goreng nasi terus dikasih cumi.”
“Itu masak asal namanya, Dera,” ucap Daren sambil geleng-geleng kepala.
Daren mengambil satu buah bawang putih, lalu dia perlihatkan pada Dera. “Haluskan bumbu dulu, atau bisa potong kecil-kecil bawang dan cabai. Tumis hingga harum, barulah kamu masukkan nasi ke dalam bumbu itu,” jelas Daren.
“Iya, tahu, Om! Sepele banget sama aku,” sinis Dera. Beranjak pergi meninggalkan Daren.
“Ya, sudah. Saya tadi cuma memberitahu, soalnya saya pikir kamu tidak tahu. Ternyata lebih jago dari saya,” kata Daren sambil tertawa kecil.
“Mending Om duduk manis aja, deh. Bawel banget!”
“Iya, iya. Mantan calon keponakan.”
**
Nasi goreng cumi sudah terhidang di atas meja, aroma gurih menguar menggelitik indera penciuman Daren. Dia yang mengambil minum di kulkas, berbalik untuk melihat makanan yang Dera masak. Seketika perutnya bergejolak, seolah-olah para cacing berdemo untuk diberi makan.
Langsung saja Daren duduk disalah satu kursi, menatap Dera yang hilir mudik meletakkan buah dan air putih. Istrinya itu sangat telaten.
“Ini, enak, ‘kan?” tanya Daren.
“Hmm.”
“Yakin? Kamu nggak lagi mau ngeracuni saya, kan?” Daren menaikturunkan sebelah alisnya.
“Ya, ampun, tinggal makan juga. Lagian, kalau nasi ini aku racuni, sudah pasti aku mati duluan. Karena tadi, kan, aku yang cobain,” sahut Dera geram.
Daren tertawa kecil melihat reaksi Dera. Dia lekas mengalihkan pandangan dan mulai mengambil piring untuk diisi dengan nasi goreng. Ketika suapan itu masuk ke dalam mulutnya, Daren dapat merasakan enak yang luar biasa. Hingga pria itu tidak ingin berhenti untuk mengunyah.
“Makanya jangan sepele sama aku. Tau-taunya udah habis aja,” sindir Dera seraya menjatuhkan bokongnya di kursi depan Daren.
“Maaf.” Satu kata yang keluar dari mulut Daren. Pria itu kembali melanjutkan makannya.
Dua centong nasi goreng habis dilahap Daren, pria itu meraih gelas berisi air putih dan meneguknya hingga tandas. Melihat Dera masih makan, Daren tidak jadi beranjak pergi.
“Kamu kelihatan baik-baik saja sekarang, berbeda dengan awal mengetahui tentang Pandu.” Daren membuka suara. Otomatis Dera menghentikan makannya, pandangan gadis itu lurus pada Daren.
“Memangnya aku harus bagaimana? Sedih berkepanjangan?” tanya Dera.
“Ya. Aku pikir perempuan akan begitu, jika sedang patah hati. Apalagi dua hari sebelum pernikahan, kabar menyedihkan datang padanya,” lontar Daren.
Dera menghembuskan napas, membebaskan sesak yang kembali datang. “Awalnya memang begitu. Aku hancur, tidak ada semangat hidup karena seolah-olah Tuhan sedang mempermainkanku. Tapi, keadaan membuat aku berpikir jernih. Jika dia pria baik, pasti dia tidak akan melakukan hal keji seperti itu.”
“Bagaimana jika dia melakukan itu karena sebuah alasan?”
“Apa pun alasannya, dia tetap melakukannya, bukan? Aku tidak ingin membuang air mataku lagi, untuk pria seperti dia,” balas Dera.
“Kamu tidak melihat langsung apa yang terjadi, dan mungkin saja semua bukan seperti apa yang kamu pikirkan.” Daren kembali membuka suara.
“Om, kenapa berpikir seperti itu? Aku sudah melupakan semuanya. Aku ... hanya tidak ingin merasa sakit lagi. Hari-hariku ini, sudah sedikit berwarna dengan dukungan Ibu dan Vera. Aku mohon, jangan buat aku untuk kembali jatuh,” lirih Dera.
Daren mengangguk mantap, pria itu memberikan senyuman, meskipun tipis. “Maaf. Dan ... semangat, karena aku selalu ada di sampingmu.”
**
Maaf baru up, kendala jaringan.
Aku yang selalu ada buat kamu. Eyaaa, kiyut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
EMANG RELA LO REN, KLO DERA KMBALI KE PELUKAN PANDU KPONAKAN LO
2023-12-21
0
Sulaiman Efendy
KNP DIBILANG JOROK, BEKAS ISTRI SENDIRI, BHKN BAGINDA RASULULLAH SENANTIASA MINUM BEKAS SITI AISYAH ISTRINYA... BELIAU JUGA MAKAN DRI WADAH YG SAMA DGN ISTRI TERCINTA..
2023-12-20
1
Susy Hermaningshih
Lanjut thor.... Semangat yaaa... ibu tunggu lagi seneng2 nya niiihhh
2022-07-27
1