Mobil yang dikemudi Daren, sudah bergabung dengan yang lainnya di atas aspal hitam. Bunyi klakson yang bersahut-sahutan, memekakkan telinga. Pun padatnya lalu lintas, yang membuat gerak mobil Daren tidak bisa cepat.
Dera yang berada di samping Daren, terus mengembangkan senyumnya. Gadis itu sangat bahagia, karena sebentar lagi akan bertemu dengan ibu dan Vera.
“Mau beli sesuatu, buat ibu dan Vera?” Daren membuka suara, sesekali pria itu melirik ke arah Dera.
“Hmm, nggak usah, deh, Om,” tolak Dera.
“Nggak baiklah begitu, sekali-kali datang masa tidak membawa apa-apa.”
“Ya, udah, deh. Buah aja,” ucap Dera.
Daren mengangguk saja, dia kembali fokus pada kemudi. Hingga ketika melihat supermarket, Daren membelokkan mobilnya masuk ke halaman parkir.
“Kamu tunggu di sini saja, biar saya yang beli,” ujar Daren. Dera mengangguk setuju.
Karena memang mereka perginya sudah jam lima sore, jadi Daren mempercepat belanja buah dan segera kembali ke mobil. Pria itu kembali melajukan mobilnya menuju rumah orang tua Dera.
Semakin bahagia pula Dera ketika mobil akan memasuki kompleks perumahan ibu. Ingin memeluk, meluapkan rasa rindu yang tak bisa dia gambarkan dengan kata-kata. Melihat itu, Daren tersenyum saja. Dia tahu perasaan Dera saat ini, dan pria itu tidak akan membuat istrinya kesal kembali.
Setibanya di rumah, Dera langsung turun dengan membawa buah-buahan yang Daren beli tadi. Ibu yang menyambut kedatangan mereka, langsung memeluk Dera dengan erat. Disusul dengan memeluk Daren juga.
“Ayo masuk. Pas sekali, Ibu sudah masak,” ucap ibu. Daren dan Dera mengangguk bersamaan.
Mereka duduk di ruang tamu, di sana sudah ada Vera yang tengah mengerjakan tugas kuliahnya. Ketika melihat Dera, Vera langsung berlari dan memeluk sepupunya itu.
Kehilangan ibu dan ayah secara bersamaan, membuat Vera tidak mempunyai siapa-siapa lagi kecuali Dera dan ibunya. Dengan ikhlas Hamidah meminta Vera tinggal bersamanya, menganggap seperti anak sendiri. Memberikan kasih sayang, seperti dia menyayangi Dera.
“Kamu apa kabar?” tanya Vera sembari membawa Dera duduk di sofa.
“Baik, dong,” jawab Dera sombong.
“Mentang-mentang udah jadi istri sultan, sombong, ya,” sindir Vera. Sontak, Dera tertawa.
“Kalaupun aku tidak menikah dengan Om Daren, aku juga akan terus bahagia seperti ini. Karena aku, Dera, adalah gadis yang ceria,” jelas gadis itu. Vera memandangnya kesal.
“Jangan percaya, ya, Om. Istrimu ini, berbohong demi membuat orang bahagia,” celetuk Vera pada Daren.
Pria itu hanya tersenyum, sangat tipis. “Saya tetap mempercayai istri saya.”
“Cie... romantisnya, Om Daren,” goda Vera sambil mencolek lengan Dera.
Tentu saja si empu mencebik kesal, Dera langsung menatap tajam suaminya. Sedang yang ditatap, hanya meringis kecil, setelah itu kembali tersenyum mengejek.
Ibu bahagia melihat kebahagiaan anak dan keponakannya, setidaknya Daren adalah orang baik yang membuat suasana semakin indah. Ibu hanya terus berharap, semoga pernikahan mereka dikarunia dengan limpahan cinta dari keduanya.
“Oh, iya. Di lapangan dekat sekolah SMP, bakalan ada pasar malam, loh, Der.” Vera berbicara dengan wajah serius.
“Benaran? Kapan mulainya?” tanya Dera antusias.
Dia memang paling suka kalau sudah ada pasar malam, berbagai jajanan yang menggugah selera, membuat Dera tahan berlama-lama ada di sana. Ya, Dera datang ke pasar malam hanya untuk menikmati jajanan, tidak dengan wahana.
“Katanya, sih, nanti malam. Kenapa? Kamu mau pergi ke sana?”
“Jelas, dong. Aku udah nggak sabar mau menikmati semua jajanan,” ucap Dera. Membayangkan banyaknya makanan, yang akan menemani malam minggunya.
Vera menyenggol lengan Dera, untuk mengode gadis itu dengan menunjuk Daren menggunakan dagunya. Maksud Vera, apa bisa Dera pergi, kalau tidak mendapat izin dari sang suami? Seperti perkataan ibu, istri hanya boleh pergi jika sudah mendapat izin suaminya.
Dera yang mengerti maksud Vera, hanya menatap sepupunya dengan alis terangkat.
“Boleh, kan, Om?” tanya Dera sambil menatap Daren dengan wajah memelas.
“Om? Kamu memanggil suami kamu dengan sebutan Om, Sayang?” Ibu menatap horor Dera, membuat putrinya meringis karena takut.
“Jangan izinin dia pergi, kalau masih memanggil kamu dengan sebutan ‘om’, Daren,” sambung ibu lagi, memberi perintah pada menantunya.
“Baik, Bu.”
Ibunya selalu membela Daren, dan itu membuat Dera kesal. Apalagi ketika melihat Daren tersenyum mengejek padanya, refleks saja dia langsung mencubit pinggang Daren.
“Kamu KDRT,” ucap Daren sambil mengusap pinggangnya.
“Suruh siapa, hobinya mengejek.”
“Soalnya kamu lucu, kalau lagi sebal begitu,” kata Daren, dengan senyum manisnya.
Dera merasakan pipinya menghangat, dia pastikan sekarang sudah seperti kepiting rebus. Sekali lagi, dia mencubit pinggang Daren, membuat sang empu malah tertawa kecil sambil mengusap kepala Dera lembut.
“Kalau mau cubit-cubitan, nanti malam saja. Di dalam kamar. Biar aku juga bisa membalasmu,” bisik Daren sambil menggigit kecil telinga Dera.
**
Yang paling antusias ketika akan pergi ke pasar malam, adalah Dera dan Vera. Keduanya lebih dulu masuk ke dalam mobil, meninggalkan ibu dan Daren yang hanya geleng-geleng kepala. Sebenarnya ibu tidak ingin ikut, tetapi Daren memaksa karena kasihan jika ditinggal di rumah sendirian.
Akhirnya ibu menurut, atas paksaan menantu dan anaknya. Dalam perjalanan, kedua gadis yang duduk di bangku penumpang, banyak berceloteh tentang kesehariannya. Daren turut bahagia melihat Dera bahagia.
Aku berharap Tuhan selalu menjagamu dalam kebahagiaan-Nya.
**
Suasana malam dengan kerlap-kerlip lampu, begitu mengesankan. Lalu lalang orang-orang, dengan suara riuh terbawa angin terus-menerus menandakan tempat itu banyak pengunjungnya. Semua wahana ada di sana, dinikmati para pengunjung yang terus silih berganti.
Sudah hampir satu tahun tidak ada pasar malam di lapangan dekat kompleks Dera, membuat gadis itu tidak pernah lagi menikmati malam indah seperti ini. Dia sudah bertekad, bahwa malam ini, Dera harus membeli semua makanan yang dia inginkan. Masa bodoh dibilang rakus, karena itu memang hobinya, menghabiskan banyak uang untuk membeli makanan.
“Kamu ingin bermain wahana apa?” Daren berdiri di samping Dera, mengambil tangan gadis itu dan menggenggamnya.
“Biar tidak hilang,” celetuk Daren ketika Dera protes lewat sorot mata.
“Om pikir, saya ini anak-anak,” cetus Dera kesal.
“Bukan hanya anak-anak saja yang bisa hilang, orang dewasa juga. Apalagi gadis cantik seperti dirimu, banyak yang mengincarnya.”
“Iya, deh, iya.”
“Sekarang, kamu mau ke mana dulu? Atau mau naik roller coaster?” tanya Daren sambil menunjuk wahana di depannya.
“Aku mau beli jajan,” jawab Dera. Wajah yang sempat kesal itu, kembali bahagia ketika Daren langsung membawanya membeli apa yang dia mau.
Berbagai jajanan sudah ada di tangan Dera, seperti bakso, cilok, sosis panggang, donat dan banyak lagi. Sambil makan, Dera menatap wahana yang tengah dimainkan. Keduanya memilih duduk di bangku yang disediakan tukang bakso, sebab lelah bila harus berdiri terus. Sedang ibu dan Vera, sengaja berpisah agar tidak mengangguk pengantin baru.
Hampir menghabiskan semua makanan, dan hari pun semakin malam. Daren merasakan sesuatu berada dibahunya. Ternyata, itu kepala Dera. Karena kelelahan, gadis itu tertidur sambil menyandarkan kepalanya dibahu sang suami.
“Ngantuk banget, hmm?” tanya Daren sambil mengusap lembut kepala Dera.
Mungkin Dera belum mencintai dia, tetapi Daren terus berusaha membuat Dera mencintainya. Untuk melepaskan? Daren tidak akan pernah melakukannya. Sebab, dia sudah jatuh cinta dengan gadis, yang berstatus sebagai istrinya ini.
**
Saya belum bisa doubel up, karena sedang sibuk dengan tugas sekolah. Maaf🙏
Dan untuk komen, saya pasti akan balas ketika ada waktu luang nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Okta Liska
dera kenapa karakternya kayak sombong blagu gitu
2024-10-06
0
Hera Dita
ibunya TOP banget... i love you ibu...
2024-04-05
0
Sulaiman Efendy
BILA NNTI PANDU MUNCUL KMBALI, DN INGIN USIK2 KMBALI DERA, BIAR KATA TU PANDU KPONAKAN LO. LO HAJAR
2023-12-21
0