Karena Dera sudah tidur bahkan sampai di rumah mertuanya, Daren memilih menginap di sana. Pria itu mengabari sekretaris untuk meng-handle dulu pekerjaannya besok, sebab dia belum pasti akan datang tepat waktu ke kantor.
Kini Daren tengah berada di atas ranjang Dera, menatap gadis yang sedang tertidur pulas. Wajah yang selalu judes, kini kelihatan sangat imut. Bolak-balik Daren mencubit gemas pipi Dera, membuat sang empu menggeliat karena terganggu.
“Cup, cup, cup. Tidur lagi, ya, Sayang.”
Mendapat usapan lembut di kepala, Dera kembali tidur dengan pulas. Daren masih terjaga, menatap sekeliling ruangan yang dominasi warna merah muda.
Sejauh mata menelisik, tidak ada foto Pandu yang menempel di dinding atau tempat mana pun. Sepertinya, Dera benar-benar menghilangkan jejak atas pria itu. Tidak ingin meninggalkan kenangan.
Membaringkan tubuh, Daren coba untuk terpejam. Sulit sekali, apalagi di sebelahnya ada wanita cantik yang begitu menggoda. Tiga tahun tanpa istri, siapa yang tidak tergiur ketika dihadapkan dengan yang sah kembali. Dengan cepat Daren menepis pikiran kotor itu, tidak mau semakin liar dan malah membuat Dera nantinya benci pada dia.
Daren sudah mencoba menerima, berusaha untuk mencintai istrinya juga. Namun, dia tidak bisa memastikan Dera akan melakukan hal yang sama. Sejauh ini gadis itu memang tidak pernah mengungkit tentang Pandu, tetapi tidak tahu di belakang. Mungkin dia masih begitu mencintai, tetapi berusaha tegar untuk orang di sekitarnya.
Lelah dengan pikiran sendiri, Daren berniat untuk berusaha memejamkan mata kembali. Sayangnya, aktivitas tidur Dera benar-benar mengganggu Daren. Gadis itu sudah berbalik menghadap dia, bahkan, kedua tangan Dera juga sudah berada di atas perut Daren.
Tahan Daren, tahan.
Ah, kalau tidak ingat dengan perasaan. Mana mungkin Daren mau menahan gejolak ini.
**
Pagi-pagi sekali, Dera sudah membantu ibunya di dapur. Dia bangun lebih dulu dibanding Daren. Merasa kasihan melihat wajah lelah pria berstatus suaminya itu, alhasil Dera tidak membangunkannya.
“Bagaimana dengan perasaanmu, Nak?” Ibu yang tengah mengoseng nasi goreng, bertanya dengan lembut.
“Begitulah, Bu,” jawab Dera apa adanya.
“Mungkin ini memang berat buat kamu. Tapi, kamu juga harus memikirkan perasaan Daren, Nak. Kasihan dia.”
“Dera masih berusaha mengendalikan perasaan Dera.”
Tidak ada lagi obrolan di antara keduanya. Selesai memotong sayur, Dera pamit untuk pergi membangunkan Daren. Gadis itu ingat, suaminya pasti akan bekerja. Ketika sampai di kamar, ternyata Daren sudah bangun. Bahkan, rambut pria itu tampak basah karena habis keramas.
“Nanti malam ada acara di rumah orang tua Pandu. Kakakku meminta kita untuk datang,” ucap Daren sambil menyisir rambut.
“Emm, acara apa?” tanya Dera.
“Aku juga tidak tahu. Tapi, kita dipaksa untuk datang. Aku jawab iya saja, karena tidak enak kalau harus menolak.”
“Ya, sudah. Nanti malam aku akan siap-siap,” ujar Dera.
“Baiklah. Setelah aku pulang kantor, kita langsung pergi ke sana.”
Selesai dengan percakapan itu, Dera mengajak Daren untuk sarapan bareng-bareng. Selepas itu, barulah mereka akan kembali ke rumah mereka.
**
Sudah berada di rumah sendiri, Dera kembali bosan karena tak memiliki teman mengobrol. Satu-satunya pelayan muda yang dekat dengannya, hanya Reva. Setelah obrolan kemarin, Reva sudah tidak menampakkan batang hidungnya di depan Dera. Alhasil, Dera memilih menonton TV di ruang utama.
Masih seru-serunya, bel rumah berbunyi. Baru saja akan beranjak untuk membukakan pintu, seorang pelayan perempuan mendahuluinya. Dera hanya menatap bingung saja, pekerjaan kecil, seolah dia pun tak boleh menyentuhnya.
“Maaf, Nyonya. Tadi adalah kurir, mengantarkan pesanan Tuan,” ucap pelayan yang mendahului Dera tadi sembari menyodorkan kotak yang masih tersegel pada Dera.
“Pesanan apa, ya, Mbak?” tanya Dera. Karena memang usia yang di atasnya, jadi Dera berinisiatif untuk memanggil ‘mbak’ saja.
“Saya juga tidak tahu, Nyonya. Ada baiknya, nanti tanya saja pada Tuan.”
“Ah, iya.” Dera menggaruk kepala yang tak gatal. Mempersilahkan pelayan untuk mengerjakan pekerjaannya kembali.
Dia masih mengamati kotak di meja. Ada rasa penasaran dan ingin membuka, tetapi takut dibilang lancang karena itu milik Daren. Menghela napas kasar, Dera harus mengubur rasa penasaran sampai Daren pulang nanti.
“Mending lanjut nonton,” ucapnya pada diri sendiri.
Gerakan tubuh Dera terhenti, saat mendengar dering dari ponselnya. Gadis itu segera meraih benda pipih, ternyata satu pesan masuk dari nomor tak dikenal.
[Sudah sampai paketnya?]
Dahi Dera berkerut, bingung. Membaca ulang pesan di layar ponsel, gadis itu mengamati nomor di sana. Tetap saja, dia tidak tahu siapa si pemilik nomor itu.
[Kenapa tidak jawab?]
[Maaf. Ini siapa?]
[Daren. Bagaimana, paketnya sudah sampai di rumah?]
Ternyata Daren. Dera mengarahkan kamera ke arah kotak, dia akan mengirim foto itu pada Daren.
[Kalau sudah sampai, segera buka. Itu untukmu]
Begitulah balasan Daren, semakin membuat Dera bingung. Mengedikkan bahu, dia menurut saja apa kata pria itu. Berniat membuka kota di depan mata, tentunya dengan perasaan tak menentu.
Ternyata isinya adalah sebuah dress berwarna merah muda. Terlihat indah dengan mutiara di berbagai sisinya. Dera tersenyum bahagia, ini adalah pakaian yang dia impikan dulu. Kenapa Daren bisa tahu?
“Apa kamu suka?” Daren berdiri di belakang Dera. Tersenyum manis.
Dera mengangguk dengan wajah semringah. “Dari mana Om tahu, kalau aku memang menginginkan dress ini sejak lama?” tanya Dera.
Daren diam, tatapannya lurus ke depan seolah sedang menerawang. “Foto yang tersimpan di laci meja kamarmu. Saya tidak sengaja membukanya kemarin.”
“Emm, baiklah. Tidak apa. Makasih, ya.”
“Sama-sama. Kamu bahagia?” Daren berjalan semakin mendekat, menipiskan jarak antara mereka.
Sang empu mengangguk. Tak lama, senyum yang belum pernah Daren lihat, akhirnya muncul di wajah cantik itu. Jantungnya berdebar tak karuan, Daren mendadak gugup. Dia langsung mengalihkan pandangan, menghindari tatapan Dera yang masih terlihat menggoda.
“Sangat bahagia. Sekali lagi, terima kasih, Om!” sahut Dera senang.
“I-iya. Kalau begitu, kamu harus memakai dress yang kamu impikan itu malam ini,” ujar Daren.
“Oke! Siap. Aku pasti memakainya!”
Daren geleng-geleng kepala melihat kelakuan sang istri. Cukup memberikan apa yang gadis itu impikan, Dera akan tersenyum bahagia. Baiklah, Daren pasti akan bertanya pada Dera, barang apa lagi yang gadis itu inginkan, tetapi belum tercapai.
“Jangan lupa Om pakai baju yang cocok dengan bajuku juga!” teriak Dera dari lantai atas. Daren terkekeh.
“Iya, saya pasti akan memakainya,” jawab Daren.
“Baiklah. Sampai jumpa nanti malam!”
Lagi-lagi Daren hanya bisa terkekeh geli. Dia memilih menjatuhkan bokongnya di sofa ruang utama. Dering pesan masuk dari ponsel, mengalihkan pandangan Daren.
[Pokoknya kamu harus ajak Dera datang nanti malam. Kakak sangat kangen pada gadis itu. Awas saja kamu, ya.]
Ancaman kakak Daren, alias ibunda Pandu. Membuat pria itu menghela napas. Rasa-rasanya dia tidak ingin pergi. Sebab, bukan hanya orang tua Pandu, melainkan ada keluarganya yang lain juga di sana.
**
Othor sibuk. Maaf, baru up.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
KIRA2 ADA ACARA APA...? HEMM CURIGA ACARANYA PANDU
2023-12-21
1
Sulaiman Efendy
SEMOGA DAREN CERAI MATI, BIAR AMAN,, KLO CERAI HIDUP,, TAKUTNYA MNTAN ISTRI MUNCUL KMBALI NGAJAKIN RUJUK.. DN GANGGU RMH TGG DAREN...
2023-12-21
1
Aulia Finza
kpn nih dera mulai ada hati ma om ganteng
2022-08-05
2