Kisahnya menyedihkan, tetapi ada yang lebih menyakitkan lagi. Bayangkan perasaan Daren, harus mengetahui perbuatan keji antara istrinya dan sepupunya. Keduanya sama-sama orang yang dia percayai, malah membuatnya terluka. Meskipun kisah Daren dan Dera sama-sama diselingkuhi, tetapi Dera merasa apa yang Daren alami lebih dari dia.
Tatapan Dera masih tertuju pada Daren. Bahu pria itu naik turun, ya, Daren menangis. Setelah tertawa sungkan, pria itu kembali meneteskan air matanya. Dera biarkan saja agar pikiran dan beban Daren bisa plong.
Beringsut, Dera mendekat pada Daren. Jemari lentik menyentuh kedua bahu suaminya, menarik pelan, Dera membawa tubuh berguncang Daren dalam pelukannya. Kedua tangan Dera tak henti mengusap punggung kekar suaminya itu.
“Cengeng,” celetuk Dera. Daren semakin mengeratkan pelukan dengan sesenggukan yang mulai terdengar.
“K-kamu yang suruh aku nangis,” sahut Daren lirih.
“Iya, iya. Ya, udah, lanjut lagi.”
Di peluk Dera seperti ini, membuat Daren menjadi nyaman. Rasanya pria itu tak ingin melepaskan barang sejenak, karena pelukan Dera sangat memabukkan. Tanpa sungkan, pria itu semakin menangis. Yang awalnya menangis karena mengingat masa lalu, berubah menjadi tangis bahagia karena perhatian Dera.
Berbeda dengan Dera, lama-lama dia juga pegal. Ingin melepaskan, tetapi takut Daren kembali menangis. Akhirnya gadis itu pasrah, mengusap lirih sambil menguap.
“Masih lama nangisnya, Om?” tanya Dera sambil menutup mulut karena terus-terusan menguap.
Daren terkekeh, dia segera melepaskan pelukan Dera. Akhirnya gadis itu bisa merenggang otot tangan.
“Maaf,” cicit Daren.
“Nggak apa lah. Aku pun pernah nangis,” kata Dera sambil membenarkan bantalnya.
“Kamu cewek. Hal biasa. Sedangkan aku, cowok, malu-maluin namanya,” sahut Daren.
“Dih, nggak gitu konsepnya lah. Uda, deh, mending tidur.” Dera mulai membaringkan tubuh. Tak lupa dia memberi bantal guling di tengah-tengah kasur, sebagai pembatas antara dia dan Daren.
Tatapan kecewa tentu saja tersirat dimata Daren. Dia ingin seperti sebelum-sebelumnya, bisa memeluk Dera ketika tidur. Namun, keinginannya itu terlalu berlebihan. Mana mungkin Dera mau dipeluk kembali.
“Selamat malam. Semoga mimpi indah,” ujar Daren. Ikut berbaring dan menyelimuti tubuhnya.
Keduanya mulai memejamkan mata, tak sampai sepuluh menit, Daren sudah menyelami alam mimpi. Berbeda dengan Dera, gadis itu bolak-balik karena tak bisa tidur. Yang tadinya sangat mengantuk, sirna begitu saja.
Saat berbalik badan, refleks Dera terkejut karena wajah Daren sangat dekat dengannya. Pria itu, menaruh kepalanya di bantal guling.
Baru Dera sadari, ternyata Daren cukup tampan ketika dilihat dari dekat begini. Bahkan, gadis itu tak bosan terus menatap wajah Daren. Meneliti satu-persatu, dari mulai kening sampai dagu. Perlahan, jemari Dera menyentuh wajah Daren. Berhenti di hidung bangir pria itu, Dera mengusapnya lembut.
Merasa tak nyaman, Daren berusaha membuka mata karena geli dihidungnya. Hampir saja dia terlonjak, kalau tidak sadar bahwa perempuan di depan dia adalah istrinya. Sama-sama terkejut, Dera langsung melepaskan tangannya dari wajah pria itu.
“Ehem.” Keduanya tampak kikuk. Dera menggaruk kepala yang tak gatal.
Baru saja akan berbalik, lengan Dera ditahan oleh Daren. Entah kapan hilangnya, tetapi bantal guling yang awalnya sebagai pembatas, sudah musnah entah ke mana. Dan lagi, jarak antara Dera dan Daren sangat dekat.
“Om ...,” cicit Dera takut.
“Hmm.” Daren hanya berdehem. Menatap wajah Dera dengan intens.
“Kenapa?” tanya Dera. Raut wajah gadis itu, masih tampak begitu ketakutan.
Bukannya menjawab, Daren malah memajukan wajahnya. Sontak, Dera menutup mata dengan jantung yang sudah berdebar hebat. Harum mint dari napas Daren, menyapu seluruh wajah Dera membuat bulu kuduk gadis itu meremang.
Astaga.
Hampir lima menit Dera tak merasakan terjadi sesuatu, dia berinisiatif untuk membuka matanya. Baru saja terbuka, dia dibuat terkejut dengan benda kenyal yang menempel dengan secepat kilat. Daren sengaja mencium gadis itu ketika Dera membuka mata.
“Om, hmpp ....”
Bibir Dera kembali dibungkam, bahkan dengan berani Daren ********** lembut. Jantung tidak aman, darah berdesir membuat bulu kuduk semakin berdiri tegak. Cumbuan Daren berubah menjadi agresif, bibir pria itu bahkan sudah menjelajahi leher Dera, memberikan tanda kepemilikan di sana.
“Eugh ...,” lenguh Dera.
Ini pertama kali, pertama kalinya Dera merasakan sensasi ciuman dengan seorang pria. Selama dia pacaran dengan Pandu, mentok di pelukan dan pegangan tangan saja. Awalnya Dera ingin mendorong Daren, tetapi ketika pria itu kembali mencumbu bibirnya, dengan erat Dera memegang kaus yang Daren gunakan. Dia juga membalas ciuman Daren.
Lama kelamaan, ciuman itu berubah menjadi semakin panas. Daren melepas bibir Dera, beralih membuka kaus yang dia kenakan hingga terlihat roti sobek yang sangat menggiurkan. Dera meneguk ludah susah payah, tatapan tak lepas dari perut kotak-kotak Daren.
“Om. Ngapain buka baju?” tanya Dera. Berusaha mengembalikan suasana seperti semula.
“Menurut kamu?”
Belum sempat Dera menjawab, bibirnya diserang kembali. Gadis itu menikmati setiap gigitan dan ******* yang Daren berikan. Kedua tangan Dera sudah berada di leher Daren, memeluk pria itu erat.
Tangan Daren menjalar, menurun dan menurun. Saat akan menaikkan piama yang Dera pakai, dering ponsel menghentikan aktivitasnya. Dengan cepat Dera mendorong tubuh Daren.
“Ada yang telepon, Om,” kata Dera sambil menunjuk ponsel Daren di meja.
“Biarin.”
“Angkat. Siapa tahu penting.”
“Gak penting.” Daren ingin melanjutkan aksinya, tetapi langsung ditahan Dera.
“Apaan, sih? Angkat sana.”
Akhirnya pria itu mengalah, meraih ponsel dan menggeser tombol hijau. Daren turun dari ranjang saat penelepon di seberang sana mulai serius.
“Abangmu masuk rumah sakit. Penyakit jantungnya kumat.”
Daren memutus sambungan telepon setelah ibu Pandu memberitahu alamat rumah sakit. Pria itu berlalu dari sana menuju walk in closed untuk berganti baju. Dera hanya memperhatikan dari ranjang, tanpa mau bertanya.
“Aku akan pergi ke rumah sakit, ayah Pandu masuk rumah sakit karena penyakitnya kumat. Kamu segeralah tidur, jangan begadang!” kata Daren setelah keluar.
“Boleh aku ikut?”
“Sebaiknya kamu di rumah saja. Tidak baik angin malam untuk kesehatanmu,” cegah Daren. Dera menghembuskan napas, kecewa.
“Baiklah.”
Sebelum pergi, Daren mendekat pada Dera. Pria itu menyodorkan tangannya ke arah sang istri.
“Apa?” tanya Dera bingung.
“Salim,” jawab Daren sambil menggoyangkan tangannya.
Dera menurut saja, segera menyalami Daren dengan takzim. Yang dibalas dengan kecupan di dahi.
Selepas kepergian Daren, Dera menyentuh dadanya. Masih terasa degupan kencang di sana, dia menghela napas dengan kasar.
Apa jadinya kalau tadi ibu Pandu tidak menelepon? Mungkin saja aku sudah tak perawan lagi.
Dera bergidik ngeri, membayangkan malam panas bersama Daren. Segera dia pukul kepalanya, lalu menyembunyikan di balik selimut. Tiba-tiba dia teringat dengan ciuman tadi, agak aneh, tapi dia menikmati karena rasanya cukup manis.
“Ahkk! Apa yang terjadi denganmu, Dera!”
##
Sebenarnya ini bab mau di up malam tadi, tetapi karena kendala jaringan, saya baru bisa up pagi ini
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Hera Dita
kukira pandu anak yatim juga, ternyata masih ada ayahnya.
soalnya waktu minta maaf ke keluarga dera, gak ada ku baca ayah pandu, padahal harusnya kan ayah pandu yg minta maaf, sebagai pemimpin keluarga.
2024-04-06
0
Sulaiman Efendy
SMG SETELH CIUMAN PANAS TADI, LO MULAI BUKA HATI LO BUAT TRIMA DAREN...
2023-12-21
1
guntur 1609
satang gak jadi alias gatot
2023-07-17
1