Dekorasi untuk akad, hampir sempurna. Tetangga pun sudah pada berdatangan untuk memasak. Besok. Besok Dera akan melepas masa gadisnya, meskipun dengan pria yang bukan dia cintai. Sejak kejadian kemarin, Dera banyak mengurung diri. Makan selalu telat, bahkan nyaris tidak bila sang ibu tidak membawakan untuknya.
Dia bukan ingin mati dengan tidak makan, hanya saja, Dera masih bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Salah apa dia sampai-sampai disakiti seperti ini. Memang, dia bukan dari kalangan orang berada. Hanya saja, sang ibu memiliki satu butik untuk mencukupi kehidupan mereka selama ini. Bahkan, dari hasil butik itu, Dera bisa jadi sarjana.
Sibuk meratapi diri, ketukan di pintu yang disusul dengan derap langkah membuat Dera mau tidak mau mengangkat kepalanya.
“Percuma kamu ketuk, kalau nyelonong aja juga,” ucap Dera ketus. Vera hanya cengengesan saja.
“Abisnya, tadi aku panggilin kamu nggak nyahut,” jawab Vera.
“Aku ngantuk. Mending kamu keluar sana,” usir Dera sambil mendorong pelan tubuh Vera.
“Ya, sudah, aku juga numpang tidur.”
Dengan segera Vera langsung naik ke tempat tidur, gadis itu merebahkan tubuhnya lebih dulu, agar Dera tidak bisa lagi mengusirnya. Menghela napas kasar, Dera ikut naik ke kasur, tetapi gadis itu memilih duduk bersila di sana.
“Keputusan aku udah benar, kan, Ver?” tanya Dera.
Vera diam. Dia pun bingung ingin menjawab apa. Apakah seharusnya dia senang? Karena sepupunya tidak jadi menanggung malu? Atau harus sedih, sebab hati sudah hancur berkeping-keping?
“Aku nggak tahu, Der.” Akhirnya jawaban itu yang bisa Vera lontarkan.
“Memang seharusnya dari awal, aku tahu bahwa Pandu bukan pria baik-baik. Tapi, sikapnya bertahun-tahun ini, tidak bisa aku bantah. Dia tidak pernah menyakiti aku, bahkan memaksa aku untuk memberikan apa yang dia mau. Kenapa? Kenapa ketika semua hampir selesai, justru dia membuka wajahnya, menghancurkan seluruh impianku dan Ibu.” Meski berusaha tegar, Dera tetap menjatuhkan satu titik air mata dari sudut matanya.
“Aku ingin pergi jauh, ingin menghindari semua orang, tetapi masih ada Ibu yang harus aku pikirkan. Mungkin, ini jalan takdir yang sudah Tuhan takdirkan, menikah dengan sosok yang tidak aku cinta,” sambung Dera.
“Kamu harus kuat, Der. Ada aku dan Ibu yang selalu mendukungmu,” pungkas Vera sambil memeluk tubuh Dera dari samping.
“Aku cuma takut akan merasakan apa yang Ibu rasakan dulu.”
Vera menggeleng. “Aku yakin Om Daren orang yang baik.”
“Semoga saja,” harap Dera.
**
Hari pernikahan pun tiba, Dera sudah dirias sedemikian rupa layaknya seorang pengantin. Sejak tadi, gadis itu menguatkan diri, bahwa dia sanggup menghadapi kenyataan yang nantinya akan dia dapatkan. Mungkin saja, semua orang di luar sana bingung, sebab nama pengantin pria sangat berbeda dengan yang ada di undangan.
Andai bisa jujur, sudah pasti Dera akan memberitahu semua orang bahwa calonnya adalah pria brengsek. Namun, ibunya melarang. Bagaimanapun, orang tua Pandu tidak perlu menanggung malu dengan sikap putranya.
Sekali lagi Dera membuka ponselnya, melihat apakah ada pesan masuk dari Pandu. Ternyata tidak, bahkan nomornya saja sudah diblokir pria itu. Dera tidak mengharapkan Pandu kembali, dia hanya ingin pria itu minta maaf, setidaknya pada ibu saja.
Ceklek
“Sayang, ayo kita turun. Suami kamu menunggu di luar,” ucap sang ibu sambil masuk ke dalam kamar, diikuti Vera yang tersenyum gembira.
“Baik, Bu.”
Dera menurut saja, menolak juga sia-sia. Sekarang dia sudah menjadi seorang istri, bukan dari Pandu Alamsyah, melainkan Daren—paman dari pacarnya.
Dera diminta untuk duduk di sebelah Daren, lalu keduanya menandatangani buku nikah secara bergantian.
“Mempelai perempuan, diminta untuk mencium tangan suaminya,” ucap MC. Dera mendesah kesal.
Baru saja akan mengangkat tangannya, Daren lebih dulu menyodorkan tangannya untuk dicium Dera. Akhirnya dengan terpaksa, gadis itu mengikuti arahan MC.
“Giliran mempelai pria, mencium kening sang istri.”
Gadis dengan balutan baju pengantin, melotot ketika mendapati Vera mengejeknya. Ingin sekali Dera menyumpal mulut MC, tetapi itu tidak akan bisa.
Cup
“Tidak perlu melotot seperti itu, aku bukan setan,” bisik Daren sambil menepuk pelan bahu Dera.
“Kamu ....”
“Suamimu,” sahut Daren. Dia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Menghela napas pelan, Dera baru merasakan aura tidak mengenakkan dari orang-orang di sekitarnya. Bisik-bisik untuk dirinya, semakin membuat Dera menunduk.
“Mempelainya berbeda, atau jangan-jangan Dera ketahuan selingkuh dengan pria ini.”
“Iya. Mungkin dia juga mengguna-guna pria ini agar mau dengannya. Secara, terlihat kaya.”
Kedua tangan Dera sudah mengepal sempurna, siap memberikan pelajaran bagi mereka yang tidak tahu, tetapi sudah berasumsi sesuka hati. Ketika akan bergerak untuk memberikan sedikit pelajaran, Daren langsung menggenggam tangan Dera, alhasil gadis itu langsung terdiam.
“Jangan buang tenaga untuk hal yang tidak penting.”
“Harga diriku dan Ibu sedang dipermainkan. Kamu bilang ini tidak penting!” tekan Dera.
“Ikut aku. MC minta kita untuk menyambut para tamu,” ucap Daren langsung menarik tangan Dera, memaksa gadis itu untuk ikut dengannya.
Dari selesai akad sampai sore hari, keduanya menyambut tamu yang datang. Meski sudah lelah, tetapi Dera tidak bisa pergi begitu saja. Bahkan, dia sampai lupa untuk makan karena terlalu fokus pada tamu yang datang terus-menerus.
Akhirnya, acara selesai juga. Dera bernapas lega, dengan memegang sedikit rok yang dia pakai, gadis itu pergi dari pelaminan untuk ke kamar. Bodoh amat dengan suaminya, pria itu punya kaki, pasti bisa menyusul bila mau. Pikir Dera.
Sesampainya di kamar, Dera langsung merebahkan tubuh tanpa melepas kebaya dan roknya lebih dulu. Kakinya begitu pegal karena berdiri terus. Bangun kembali, Dera memijat pelan pergelangan kakinya yang terasa ngilu. Sampai pintu kamar terbuka, menghentikan aktivitas gadis itu.
“Kata Ibu, saya mandi di kamar ini,” ucap Daren tanpa merasa bersalah karena masuk tanpa mengetuk pintu lebih dulu.
“Kamu pikir ini kamarmu, apa? Bisa tidak, kalau masuk itu ketuk pintu lebih dulu. Kalau tadi aku masih pakai baju, gimana?” omel Dera.
“Ya, tidak apa,” balas Daren santai.
“Tidak apa kamu bilang? Dasar otak mesum!”
“Saya pinjam kamar mandi.” Dengan membawa handuk dan pakaian ganti, Daren masuk ke kamar mandi yang berada di kamar Dera.
Huh. Gadis itu hanya bisa membuang napas kasar. Menolak pun percuma, yang ada, nanti ibu bakalan marah sama dia. Sambil menunggu Daren keluar, Dera memilih membuka sanggul yang terasa berat. Lalu gadis itu juga mengusap make up.
Ceklek
“Apa tidak ada sabun mandi yang lain lagi?” tanya Daren. Hanya menyembulkan kepala, sambil menunggu jawaban dari Dera.
“Nggak ada! Kalau mau, ya, pakai sabun itu. Kalau tidak, bisa cepat keluar dari kamar mandiku. Karena aku juga mau mandi!”
“Judes.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Ari Peny
dero gk tau trimakasih pingin nabok aja
2024-08-16
0
Sulaiman Efendy
SEMOGA DAREN SUAMI YG TEGAS..
2023-12-20
1
Sulaiman Efendy
NO LO BLOKIR, BLIK LO BLOKIR DN HAPUS JUGA NO PANDU,,
2023-12-20
1