“Apa kamu mencurigai seseorang yang dulunya sangat dekat dengan Pandu?” Ayunis bertanya setelah meletakkan gelas kembali.
Dera hanya menggeleng. Karena memang selama berpacaran dengan Pandu, dia tidak tahu siapa-siapa saja yang dekat dengan pria itu kecuali Mima. Gadis yang sudah dianggap saudari oleh Pandu. Lagi pun, Mima sudah memiliki pacar dan dia sangat baik, tidak mungkin menyakiti Dera.
“Sudahlah, jangan bahas dia terus,” pinta Dera. Kepalanya sudah sangat pusing, mendengar semua celotehan Ayunis tentang Pandu.
“Baiklah, baiklah.”
Tidak ada lagi percakapan di antara keduanya. Dera dan Ayunis, sibuk dengan pikiran mereka. Pintu kafe yang bolak balik terbuka, menjadi objek pertama untuk Dera. Seolah ada hal menarik di sana.
“Bagaimana dengan pria yang menjadi suamimu itu? Apakah dia pria baik?”
“Hm, dia baik,” jawab Dera tanpa mengalihkan pandangannya.
“Ish, Dera. Jangan berbohong! Aku tahu, kamu pasti tersiksa,” desis Ayunis.
Ingin membenarkan ucapan Ayunis, tetapi Daren tidak pernah menyakitinya hingga dia tersiksa. Hanya saja, Dera merasa keadaan yang menyiksa dia. Menjadi dirinya nyonya di rumah Daren, bukan sesuatu yang sangat dia senangi meskipun banyak sekali orang yang menyanjungnya.
“Bukankah kamu yang bilang. Bahwa kita tidak bisa menilai orang dari luarnya,” celetuk Dera.
Ayunis mengangguk, membenarkan ucapan Dera. “Benar juga. Setidaknya sampai sebulan atau dua bulan, kita baru mengetahui sifat asli seseorang itu.”
Kembali hening. Dera yang sudah lelah, berniat mengajak temannya itu untuk pulang. Lagi pun, sudah hampir empat jam mereka habiskan dengan mengobrol di kafe ini.
“Pulang, yuk,” ajak Dera.
“Sebentar lagi, dong. Aku masih rindu, tauk,” seloroh Ayunis.
“Kita sudah menghabiskan waktu hampir empat jam, loh. Memangnya kamu nggak bosan? Aku juga sudah lelah,” keluh Dera. Kepalanya masih terasa pusing.
Kebiasaan selalu beristirahat ketika jam makan siang, membuat kepala Dera pusing jika tidak melakukannya. Apalagi sekarang matanya juga amat berat, ingin segera dipejamkan untuk menuju alam mimpi yang indah.
“Oh, ya, sudah. Mau aku antar?” tawar Ayunis.
“Nggak, deh. Aku bisa pesan taksi, kok,” tolak Dera dengan halus.
“Dari pada pesan taksi, mending sama aku aja, terjamin keselamatannya.” Ayunis masih terus membujuk Dera. Selain menjaga agar temannya aman, dia juga ingin melihat sebesar mana rumah suami temannya itu.
Karena terus dipaksa, akhirnya Dera mengangguk saja. Dia juga sudah lelah kalau harus berdebat dengan Ayunis, dan pastinya dia tidak akan pernah bisa menang.
Ayunis mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang, untuk menjaga dari hal yang tidak dinginkan. Selama perjalanan Ayunis tidak merasa sepi lagi, karena sekarang ada Dera.
“Suami kamu orang kaya?” Ayunis bertanya sambil sesekali melihat ke arah Dera.
“Hm, lumayan,” jawab Dera. Fokus pada ponsel.
“Kamu lagi chattingan sama suamimu, ya! Ayo, ngaku.” Ayunis menggoda Dera sambil mencolek lengan gadis itu.
Si empu menatap kesal, bibirnya terus mencebik yang semakin membuat Ayunis tertawa terbahak-bahak. Dia memang paling suka menggoda Dera, karena gadis itu cepat sekali marah.
“Oh, iya, kata Vera perbedaan umur kalian itu banyak, ya?” tanya Ayunis lagi.
“Iya, lah. Dia itu, ibarat Om-ku. Bahkan, usianya pun hampir sama dengan Om-ku,” ucap Dera.
“Waww, sugar Daddy,” celetuk Ayunis.
“Iya-in aja lah.”
Ayunis kembali tertawa. Raut wajah cemberut Dera, memang sangat lucu dimatanya. Apalagi gadis itu memiliki wajah yang baby face, sudah pasti juga sangat imut ketika sedang kesal.
**
Ayunis yang memang tidak tahu di mana alamat rumah baru Dera, meminta gadis itu untuk menunjukkannya. Sungguh, Ayunis terkejut ketika memasuki kompleks perumahan kelas atas. Apalagi ketika melihat rumah-rumah yang berjejer di sana, semakin membuat dia dag-dig-dug.
“Nah, itu gerbang rumah suamiku. Cepetan kamu belok,” ujar Dera sambil menunjuk gerbang yang menjulang tinggi nan kokoh.
Refleks, Ayunis langsung membelokkan kemudi. Mobil berhenti di depan gerbang, Dera meminta dia untuk membunyikan klakson agar satpam di dalam segera membuka gerbangnya.
“Ini benaran rumah suamimu? Kamu nggak lagi ngerjain aku, kan, Der?” tanya Ayunis ragu.
“Iya, lah. Kamu pikir, aku mengajakmu ke rumah siapa?” cetus Dera.
Melihat gerbang sudah terbuka dan satpam menyuruh agar Ayunis memasukkan mobil ke halaman, dengan segera gadis itu kembali melanjukan mobilnya. Dera langsung keluar ketika mobil sudah berhenti.
“Cepat. Ayo masuk ke dalam,” ucap Dera. Ayunis mengangguk saja.
Terkejut ketika melihat bangunan rumah megah dan mewah dari luar, Ayunis kembali menutup mulut tidak percaya ketika melihat dalamnya. Sangat, sangat mewah. Ini, sih, bukan lumayan kaya lagi, tetapi sangat kaya. Pikirnya.
“Ayunis!”
“Eh, iya, Der? Kenapa?”
“Kok, malah ngelamun. Ayo duduk,” ajak Dera.
Dengan gugup Ayunis mengikuti Dera untuk duduk di sofa. Pelayan datang membawa minuman dan kudapan dari belakang. Langsung saja Dera meminta Ayunis mencobanya, tetapi gadis itu kelihatan kebingungan.
“Kamu kenapa, sih? Dari tadi, kaya’, orang bingung begitu?”
“Gimana aku nggak bingung. Tadi kamu bilangnya lumayan kaya, eh, ini, mah sangat kaya namanya,” celetuk Ayunis. Dera langsung tertawa mendengarnya.
“Iya, sih. Tapi Om-om,” ucap Dera, masih terus tertawa.
“Awas aja kalau kamu jatuh cinta sama Om-om itu,” ancam Ayunis.
Dera hanya tertawa saja mendengar ancaman sang teman. Dia mengambil satu gelas berisi jus, meneguk hingga separuh.
“Kamu sudah pulang?”
Dua manusia berjenis kelamin sama, langsung menolehkan kepalanya ke samping. Melihat sosok pria dengan pakaian santai, yang juga melihat ke arah mereka. Ayunis melihat dari bawah sampai atas, satu kata yang bisa dia ucapkan. Tampan.
“Dia siapa?” tanya Ayunis dengan berbisik, tetapi Daren masih bisa mendengarnya.
“Dia—“
“Saya Daren, suami Dera.” Daren mengangsurkan tangannya ke udara, berniat untuk berkenalan dengan Ayunis.
Sekali lagi Ayunis menutup mulut, tidak percaya. Dera bilang suaminya seperti pamannya, tetapi yang Ayunis lihat, malah lebih tampan. Ini, sih, bukan sugar Daddy lagi, tetapi hot Daddy.
Gila banget si Dera, ganteng begini dibilang mirip omnya yang tua itu.
“Ehem.” Daren berdehem, menyadarkan Ayunis dari lamunannya.
Gadis itu menerima uluran tangan Daren dengan senyum mengembang. “Ayunis. Panggil saja Ayu.”
“Bukannya kamu nggak suka dipanggil Ayu?” Dera bertanya sambil mengerutkan dahinya.
“Sstt, kamu diam,” tekan Ayunis.
“Hohoho. Mau jadi pelakor rupanya.”
Dera langsung menjatuhkan bokongnya di sofa. Dia tidak peduli mendapat tatapan tajam dari sang teman, gadis itu malah balik mengejek.
“Meski ini memang defenisi tampan yang sesungguhnya, aku juga masih waras kali. Mana mungkin jadi pelakor di rumah tangga sahabat sendiri,” celetuk Ayunis kesal.
“Kirain.”
Daren memilih duduk sambil mendengar perdebatan dua manusia di ddepannya
“Kalau suami kamu mau, ya, gak papa. Iya, nggak, Om?” Ayunis mengedipkan sebelah matanya ke arah Daren.
Daren terkikik. “Satu saja saya ampun, apalagi nambah.”
**
Jangan lupa like, komen, dan vote ya guys.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
UNTUK SEMENTARA MASIH KESAL DGN TOKOH DERA.. WANITA YG GK BRSYUKUR,, DN GK MNERIMA KNYATAAN..
2023-12-21
1
Udik KuotaAngienn
hit daddy banget ini mas darenn
2022-12-07
1
Fatma Wati
karena si dera tipe yg tidak tahu rasa syukur dan terimakasih , bad atitude temenmu itu !! heran saja si Daren mau sama cewe yg atitudenya gak banget gitu ma suami
2022-09-22
0