"Berusaha menerima takdir Tuhan, itu lebih indah."
~Bae Lla~
Satu Minggu sudah umur pernikahan Daren dan Dera. Hubungan keduanya masih tetap sama dengan awal menikah. Daren pun, tidak meminta Dera untuk ini dan itu. Dia mengerti, tidak mudah menerima orang baru dalam hidupnya. Apalagi, seseorang yang tidak Dera cinta.
Pagi ini Daren sudah masuk bekerja, Dera membantu menyiapkan segala keperluan pria itu. Bahkan, Dera sampai bolak balik dari dapur ke kamar.
“Urus saja makanan, saya bisa mengurus diri sendiri,” ucap Daren. Tidak ingin Dera kelelahan, meski itu memang kewajiban istri.
“Tas kerjanya aku bawa turun, nanti kalau sudah mau pergi baru aku kasih.” Dera langsung beranjak setelah berucap.
Tanpa berlama-lama, Daren segera menyiapkan diri dengan baik. Apalagi ini awal masuk kerja kembali setelah menikah, sudah pasti akan banyak godaan dari karyawan maupun tangan kanannya.
Daren langsung turun untuk sarapan. Pria itu duduk di kursi yang sudah Dera siapkan untuknya. Dera melayani Daren dengan baik, meski sesekali mencebik kesal karena Daren mengerjainya.
“Saya tidak suka ayam semur, ingin ayam goreng saja,” pinta Daren sambil menunjuk paha ayam di depannya.
Dera mendesah kesal, bukannya ayam semur kesukaan Daren? Tapi tiba-tiba pria itu malah meminta tukar dengan ayam goreng. Dera merasa, dia sedang dikerjai oleh Daren.
“Punya tangan, kan? Ambil sendiri lah!” cetus Dera. Memilih duduk di tempatnya, tanpa mengambilkan apa yang suaminya mau.
“Bukankah tugas istri itu melayani suami?”
“Aku sudah berusaha melayani Om, tapi Om-nya aja yang malah ngelunjak!” geram Dera.
Melihat wajah imut itu memerah, Daren tertawa kecil sambil meminta maaf. Dia mengaku memang sedang mengerjai Dera, membuat sang empu semakin kesal.
Daren mencoba mencairkan suasana dengan terus bertanya pada Dera tentang hari-hari gadis itu, tetapi yang ditanyai, hanya menjawab singkat. Daren tertawa dalam hati, rupanya sang istri tengah ngambek.
“Sepertinya saya akan pulang telat, soalnya banyak pekerjaan yang harus diurus,” ujar Daren saat akan pergi bekerja.
“Hmm.” Dera hanya berdehem saja.
“Kamu tidak perlu masak makan siang. Dan juga, masak makan malamnya sedikit saja, karena saya mungkin akan makan di kantor,” kata Daren.
“Iya, iya,” jawab gadis itu. Raut wajahnya masih terlihat, cemberut.
Daren mengangguk, mengusap pucuk kepala Dera dengan lembut. Setelahnya dia masuk ke dalam mobil. Sesaat akan mengemudi mobilnya, Daren membuka jendela tepat dia berada.
“Mau saya bawain apa nanti?” tanya Daren sambil melepas kaca matanya.
“Harimau,” jawab Dera asal. Tentu saja mengundang tawa Daren.
“Oke. Sepuluh harimau bakalan memenuhi rumah ini.”
“Cih.”
“Jadi, kamu ingin dibelikan apa?” tanya Daren sekali lagi.
“Martabak telur dua porsi,” jawab Dera.
“Oke. Selamat bertemu nanti malam.”
Akhirnya mobil Daren pergi meninggalkan halaman luas rumahnya. Dera memilih masuk, ketika tidak melihat mobil sang suami lagi. Sekarang gadis itu malah bingung, ingin melakukan apa untuk menghilangkan rasa bosan.
Lantai rumah sudah mengkilap, begitu pun dengan jendela dan lemari kaca. Bagian guci, juga sudah dibersihkan. Kini Dera beralih ke kamar, dia mencari pakaian kotor Daren. Namun, Dera tidak menemukannya. Bahkan, pakaiannya sendiri yang niatnya akan dia cuci setelah masak, sudah hilang dari keranjang.
“Astaga, pakaianku ke mana? Apa pelayan yang mencucinya?” Dera bertanya-tanya dalam hati.
Kalau benar pelayan yang mencuci, Dera merasa risi karena itu barang pribadinya. Rumah dan seisinya ini, oke saja kalau pelayan yang mengerjakan. Tapi tidak dengan baju miliknya.
“Terus sekarang aku harus ngapain?”
**
Sore harinya, selesai membersihkan diri Dera memilih duduk di bangku halaman rumah. Yang dibuat seperti di kafe-kafe, ada payung yang melindungi dari sinar matahari.
Ini sangat membosankan, hanya makan, tidur dan melihat-lihat rumah kembali. Dera ingin keluar, tetapi sangat malas meminta izin pada Daren. Kalau dia pergi tanpa izin, sudah pasti pria itu akan mengadu pada ibu. Dan Dera, sangat benci dengan adu-mengadu.
Salah satu pelayan, yang bekerja menyapu halaman. Datang menghampiri Dera, berdiri tepat di depan gadis itu.
“Apa Nyonya bosan di rumah terus?” tanya pelayan itu. Usia yang tidak terpaut jauh dengan Dera, membuat keduanya kelihatan sebaya.
“Iya, nih. Pengin jalan-jalan, tapi nggak tahu ke mana,” keluh Dera.
Memang dari semua pelayan di rumah ini, yang paling dekat hanya Mbok Ida dan gadis di depan Dera.
“Atau mau Reva temenin, Nyonya?” tawar Reva.
“Benaran? Reva mau nemenin aku?” tanya Dera lagi, memastikan.
Reva mengangguk saja. Dera langsung berdiri dengan gembiranya, dia meminta Reva untuk segera menyelesaikan pekerjaan, agar mereka bisa pergi dengan cepat.
“Kamu mau mengajak Nyonya jalan-jalan?” Salah satu teman Reva, yang usianya lebih tua dari gadis itu, bertanya dengan mata melotot.
“I-itu, anu ....”
“Kamu jangan macam-macam, kalau Tuan marah. Kamu juga yang susah.”
“Iya, Kak.”
Reva hanya menunduk saja sampai temannya pergi. Gadis itu melanjutkan kembali pekerjaannya, menyapu seluruh halaman rumah. Dera yang sudah tidak sabar, langsung menghampiri Reva.
“Reva, ayo cepetan kita pergi,” ajak Dera.
“Tapi, Nyonya. Sepertinya saya tidak bisa mengantar, pekerjaan masih menumpuk,” ujar Reva takut-takut.
Mendengar penuturan pelayannya, Dera kecewa. Dia berbalik badan, berjalan meninggalkan Reva. Kini Dera hanya dapat melihat lalu lalang di depan rumahnya, sesekali gadis itu menghela napas. Tiba-tiba dia rindu dengan ibu dan Vera, biasanya mereka pergi jalan-jalan sore bersama.
“Itu si Om-om, kapan, sih, pulangnya,” desah Reva.
Ketika Dera akan beranjak, klakson menghentikan langkahnya. Terlihat mobil Daren memasuki halaman rumah. Bukannya pria itu akan pulang malam? Kenapa sudah sampai di sini saja?
Tidak jadi masuk lebih dulu, Dera menunggu Daren keluar dari mobil.
“Katanya mau pulang malam?” Dera langsung melayangkan pertanyaan, membuat Daren terkekeh.
“Kenapa? Kangen?” tebak pria itu.
“Dih, PD!”
“Hahaha.”
Keduanya berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Dera mengikuti Daren masuk ke kamar sambil membawa tas kerja pria itu. Sesampainya di kamar, Dera kembali bertanya sebelum suaminya masuk ke dalam kamar mandi.
“Belum jawab tadi. Kenapa pulang cepat?”
“Karena pekerjaan saya sudah di-handle tangan kanan saya,” jawab Daren.
“Oh.” Dera hanya ber’oh’ ria saja.
Setelah itu dia melepas kepergian Daren untuk membersihkan diri. Sambil menunggu, Dera menyiapkan pakaian untuk pria itu pakai. Meski, belum sepenuhnya menerima, Dera tetap akan mengerjakan apa yang sudah menjadi kewajibannya, kecuali hak Daren.
“Apa kamu bosan, di rumah terus?” Daren keluar hanya menggunakan handuk sebagai penutup tubuh bagian bawahnya.
“Bisa tidak, ganti baju dulu!” teriak Dera kesal.
“Iya, iya. Baiklah.”
Daren kembali masuk ke kamar mandi, memakai pakaian yang sudah dipilihkan Dera. Ketika dia keluar, Dera masih di sana. Daren jadi berpikir, sepertinya sang istri tengah menunggunya.
“Kenapa, hm?” tanya Daren sambil menjatuhkan bokongnya di tepi kasur, samping Dera.
Dera menghela napas pelan. “Kangen ibu. Aku juga bosan di rumah terus.”
“Mau ke rumah ibu?”
“Boleh?”
“Boleh, lah. Sekarang kamu siap-siap, kita langsung pergi.”
“Yeeee!” Dera bersorak gembira.
Daren senyum-senyum melihat tingkah Dera. Sehari tidak bertemu, rindu menyeruak pada gadis itu. Ingin memeluk, tetapi takut ditolak. Jadi, Daren harus melakukan dengan perlahan. Menyenangkan Dera dulu, nanti baru anu-anu.
“Martabaknya mana, Om!” teriak Dera dari ruang ganti.
Senyum Daren memudar. Pria itu menggaruk tengkuk yang tidak gatal, dan bersiap untuk kabur.
“Kelupaan!” teriak Daren balik. Berlari secepat kilat, bersembunyi di kamar lain.
**
Hari ini tidak ada visual, soalnya om Daren sibuk ngedate sama othor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Hera Dita
akhirnya waras juga dera...
2024-04-05
0
Eika
Baru ini lelaki kaya, gak lebay kasih perintah ke anak buah terus.
Mandiri...lanjut....semangat Thor
2022-09-13
1
Ayudha fitri Humairoh
perempuan nya nggak tau terima kasih sudah di tolong dari rasa malu malah seenaknya sama suami
2022-09-12
4