Pagi itu, Ivander membatalkan semua jadwal kerjanya. Rasanya dia tak sanggup bekerja dengan baik karena harus merelakan Qeiza dan Qiana. Hampir tiga puluh menit Ivander membujuk Qeiza, agar wanita itu tak melarangnya untuk dekat dengan Qiana. Pria itu memohon untuk bisa menemui Qiana, setidaknya di setiap akhir pekan. Tapi, Qeiza menolaknya. Wanita itu benar-benar ingin membatasi hubungan mereka. Bahkan, Qeiza kembali berubah dingin setelahnya.
Ivander gegas menghampiri ruang kerja Ivona— adiknya— dan menumpahkan segala keresahannya. Menyeritakan perihal Qeiza yang memintanya menjauh.
Ivona meminta Qeiza untuk datang ke ruang kerjanya. Kini, di ruangan itu, ada Qeiza, Ivander serta Ivona.
Seperti yang dilakukan sang kakak, Ivona pun meminta Qeiza untuk tak menghalangi Ivander untuk dekat dengannya dan Qiana.
“Mas Ivan mencintaimu, Qei.”
Qeiza terdiam sejenak. Wanita itu ingin membalas kalau dirinya juga mencintai Ivander. Tapi, itu tak sinkron dengan apa yang dia ucapkan pada Ivander, pagi tadi.
“Bagaimana dengan Bu Evelyn? Apa Pak Ivan sudah tidak mencintainya?”
“Rasaku padanya sudah hambar, Qei,” jawab Ivander.
“Apa itu karena kehadiranku?”
Ivander menggelengkan kepalanya. “Pernikahan kami sudah hambar sejak lama. Hanya saja aku baru menyadarinya sejak kehadiranmu di hari-hariku.”
“Kalau begitu, bisakah Bapak menyeraikannya?”
Ivander menghela napas berat. Pria itu menggeleng lemah.
“Maaf Qei. Walau kini wanita yang aku cintai adalah Kamu. Aku tidak mungkin tiba-tiba menyeraikan Ev. Dia tak punya kesalahan apapun padaku. Ini tak adil bagi Ev jika aku menyeraikannya hanya dengan alasan tak lagi cinta.”
Qeiza seketika menundukkan kepalanya. Mendengar jawaban Ivander, wanita itu sadar berapa besar cinta pria itu pada istrinya. Walau Ivander mengatakan sangat mencintai dirinya, tapi pria itu tak sanggup melepaskan istrinya. Sudah pasti Ivander begitu mencintai Evelyn. Begitulah pikir Qeiza.
“Ya ampun, Mas ... Mas masih juga tidak bisa membuka mata ya? Mas katakan kalau Mba Ev tidak punya kesalahan apapun? Dia tidak mau mengandung anak Mas saja, itu sudah sebuah kesalahan!”
“Itu sudah kesepakatan kami berdua dari sebelum menikah, Von. Kamu tidak bisa menyalahkannya,” balas Ivander.
“Oke, anggap saja itu bukan salahnya. Tapi, tak mengurusi suami dengan benar, bukan sebuah kesalahan? Mempertahankan pernikahan bukan soal siapa yang salah atau yang benar, Mas. Tapi kalau sudah tak lagi nyaman, jika pernikahan sudah terasa bagai neraka, buat apa dipertahankan?!”
“Itu karena mereka berdua masih saling mencintai, Mba,” ucap Qeiza yang tak lagi tahan dengan bantahan-bantahan Ivander.
“Bukan seperti itu Qei. Aku hanya tak tega menyeraikan Evelyn. Yang sekarang aku cintai adalah Kamu. Andai Evelyn berselingkuh, aku pasti sudah menyeraikannya. Sikap Ev tidak berubah. Dari awal, dia memang seperti itu. Jadi, jika alasan karena dia abai dengan tugasnya sebagai istri, itu sangat tak masuk akal. Sejak awal, aku yang membiarkannya melakukan hal itu.
“Jika aku mengajukan gugatan perceraian, aku rasa, Ev juga tidak akan mau menandatanganinya. Maka dari itu dia mengizinkan aku menikah lagi denganmu, Qei.”
“Ibuku tidak memercayainya, Pak Ivan. Dia tidak percaya jika ada wanita yang mengikhlaskan suaminya untuk menikah lagi. Aku pun demikian. Bisa saja Pak Ivan berbohong, kan?”
Ivander mengusap kasar wajahnya. “Ev benar-benar mengizinkanku menikahimu, Qei.”
“Keputusanku tetap sama Pak. Aku tidak mau melihat ibuku kecewa karena anaknya menjadi perusak rumah tangga wanita lain. Maaf karena saya telah membawa Bapak lebih dekat dalam kehidupan kami, lalu dengan seenaknya meminta Pak Ivan buat menjauh. Tapi, asal Bapak tau, bukan hanya Pak Ivan yang kecewa. Saya, dan mungkin anak saya juga terluka.”
Bagi Qeiza keputusan itu sudah mutlak. Wanita itu memang tak seharusnya membuka hati buat Ivander. Sikap lembut dan perhatian pria itu membuat Qeiza khilaf sejenak. Sikap romantis Ivander membuat Qeiza mengabaikan status pria itu. Sesakit apapun yang dirasanya kini, Qeiza tau, bahwa ucapan sang ibu benar. Tindakan yang dia ambil ini sudah benar. Dia harus kembali memberi jarak pada Ivander.
Gegas Qeiza melangkah keluar dari ruang kerja Ivona. Ivander hanya bisa menatap lesu punggung Qeiza yang perlahan menghilang.
“Masalah ini bisa selesai hanya dengan Mas menyeraikan Evelyn. Hal yang begini mudah kenapa harus dipersulit sih?!”
Ivander menatap tajam pada sang adik. Dia sudah menjelaskan panjang lebar mengenai alasannya tak bisa menyeraikan Evelyn. Belum mengerti kah sang adik dengan penjelasan tadi?
Dengan wajah kesal, Ivander meninggalkan ruang kerja adiknya. Bukan hanya ruang kerja Ivona. Ivander bahkan meninggalkan kantor. Pria itu kembali ke kediamannya.
“Loh, Van, tumben jam segini sudah pulang?” tanya Evelyn.
Ivander menghela napas kasar. Sejak pagi tadi, moodnya sudah berantakan. Kini, saat dirinya tengah lelah secara psikis dan hendak beristirahat, pemandangan yang kini dilihatnya membuat mood pria itu bertambah buruk.
“Mau ke mana Kamu?!”
“Biasalah, ada arisan. Setiap hari kan seperti itu. Kamu mau aku layani dulu? Sudah lama kan tidak mendapatkan pelayanan dariku? Apa Kamu tidak rindu?”
Ivander tersenyum sinis, “tidak perlu! Kamu pergilah bersenang-senang dengan teman-temanmu itu. Aku bisa menuntaskan hasratku di kamar mandi! Toh selama ini juga seperti itu.”
Bukannya merasa bersalah dengan sindiran Ivander, wanita yang sudah menemani Ivander selama hampir sebelas tahun itu, mengangguk santai dan gegas beranjak dari rumah itu, dengan memberikan sebuah kecupan di bibir lebih dulu pada Ivander.
Ivander merebahkan tubuhnya, berharap tertidur agar dia dapat melupakan sejenak beban di hatinya. Namun apa daya, seberapa keras usaha Ivander untuk tidur, dia masih tak bisa terlelap.
Pria itu kembali meraih ponsel yang baru saja dia letakkan di atas nakas. Andreas Bratajaya adalah orang yang kini dia harapkan untuk bisa memberikan solusi atas masalahnya.
“Papi akan ke rumahmu. Tolong siapkan kamar tamu karena papi akan menginap,” ujar Andreas.
Dan tepat pukul 19:00 WIB, Pria berusia tujuh puluh satu tahun itu, sudah berada di kediaman sang anak. Ivander mengambil tas kecil yang sedari tadi dipegang oleh sopir pribadi Andreas. Ivander pun mengantarkan sang ayah ke kamar tamu yang sudah dipersiapkan. Ivander bahkan meminta asisten rumah tangga menyajikan teh hangat ke kamar itu.
Ivander kembali menyeritakan perihal kegalauan hatinya pada sang ayah. Namun, pria berusia tiga puluh tujuh tahun itu malah menjadi kesal, karena sang ayah terus menertawakan dirinya.
“Buat apa Papi ke sini kalau hanya untuk menertawakan Ivan!” sungut pria itu.
“Kamu persis seperti anak remaja yang sedang mengalami masa pubertas, Van!”
Kembali Andreas terbahak-bahak hingga membuat Ivander bertambah kesal.
“Kamu tenang saja. Biar papi yang membereskan urusan dengan istrimu itu.
Andreas tak ingin hubungan Qeiza dan Ivander yang sudah terlanjur dekat, berakhir begitu saja. Keesokan harinya, saat Evelyn baru saja menyelesaikan santap siang, Andreas meminta Evelyn untuk menemuinya di ruang keluarga.
“Ajukan gugatan cerai pada Ivan!”
Mata Evelyn membeliak. Wanita itu sebenarnya tak heran jika sang mertua menginginkan dirinya berpisah dari Ivander. Tapi dirinya tak menyangka jika pria tua itu akan memintanya untuk mengajukan gugatan perceraian.
Pasti pria tua itu gagal membujuk Ivander untuk menyeraikannya. Begitulah pikir Evelyn.
Dengan tegas Evelyn menolak perintah itu. Dirinya bukan wanita bodoh. Tak mungkin dia meninggalkan Ivander. Pria itu sumber tambangnya.
“Sebenarnya saya tidak sudi memiliki menantu sepertimu! Tapi, sayangnya, Ivan terlalu bodoh!”
Evelyn mengangkat salah satu sudut bibir atasnya. Wanita itu tersenyum sinis.
“Saya bisa saja mengurus perceraian kalian tanpa persetujuan dari Ivan, tapi saya masih menghormati keputusan Ivan. Namun, jika dia tak menikahi Qeiza, jangan harap Ivander Bratajaya akan mendapatkan harta warisan dariku.”
“Yasudah, nikahkan saja mereka. Aku tak peduli. Aku juga sudah mengatakannya pada Ivan. Dia sudah mendapatkan restu dariku untuk menikahi asisten itu!”
“Qeiza tak menerima lamaran dari Ivan karena dia masih memiliki istri. Saya sudah meminta Ivan menyeraikanmu. Tapi bodohnya Ivan, dia tak tega menyeraikan wanita tak tau diri sepertimu.”
“Jelas saja, itu karena Ivan sangat mencintaiku!”
Tawa Andreas menggelegar. Pria itu tak habis pikir, dari mana munculnya rasa percaya diri menantunya itu. Apa dia tak bisa melihat sikap Ivander yang semakin hari semakin dingin dan tak menginginkannya?
“Bujuk Qeiza agar mau menerima lamaran Ivan. Jika tidak, Ivander Bratajaya tak akan mendapatkan warisan satu sen pun!”
Evelyn berang. Wanita itu mengamuk dan mencaci maki Andreas. Bagaimana mungkin pria tua itu menyoret nama Ivander dari daftar penerima warisan?
Evelyn tak mau itu terjadi. Lagian, apa gunanya menjadi istri seorang Ivander Bratajaya jika pria itu tak mendapatkan warisan. Dirinya bisa hidup susah jika itu terjadi. Evelyn tak mau hal itu terjadi. Wanita itu takut akan ancaman Andreas.
Sore itu juga, Evelyn mendatangi kediaman Qeiza, untuk memohon agar janda beranak satu itu menikah dengan sang suami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dewa Rana
ternyata ada laki2 sebodoh Ivan 😃😃
2024-12-19
0
As
tau nih Ivan bodoh bgt
2022-10-18
0
As
bnr2 sayang sama qiann 🤗
2022-10-18
0