“Qei, apa kamu tidak mempunyai rencana untuk menikah lagi? Qiana sepertinya merindukan sosok ayah.”
Pertanyaan Ivona persis sama dengan yang ditanyakan oleh Ivander. Apakah dirinya tidak ada rencana untuk menikah lagi?
Selama ini Qeiza memang tak pernah terpikirkan untuk menikah lagi. Prioritas hidupnya hanya mengumpulkan uang untuk biaya pendidikan anaknya. Tapi, saat melihat binar ceria di mata sang anak saat berada dalam gendongan Ivander, terbersit keinginan untuk memberikan seorang ayah pada anaknya itu.
Tak mau pembicaraan mengarah pada hal yang tak disukainya, Qeiza menjawab pertanyaan Ivona dengan malas.
“Entahlah Mba. Saya belum mau memikirkan hal itu.”
Jawaban yang dilontarkan Qeiza adalah pembicaraan terakhir antara kedua wanita itu. Selanjutnya mereka hanya menikmati pijatan demi pijatan yang diberikan therapist.
Hampir tiga jam Ivona dan Qeiza di salon kecantikan. Saat mereka kembali ke playground, Ivander sudah tak berada di sana.
Selama satu Minggu penuh, Qeiza tak berinteraksi dengan Ivander. Sebisa mungkin, Qeiza membereskan semua pekerjaannya dengan baik, tanpa melibatkan Ivander. Jika ada hal yang membutuhkan validasi, Qeiza akan menangguhkannya. Wanita itu akan menunggu Ivander kembali aktif bekerja.
Sementara Ivander yang tengah berada di negara lain, seringkali terlihat menatap ponselnya. Pria itu berharap ada satu atau dua email yang dikirimkan oleh Qeiza. Walaupun hanya membahas masalah pekerjaan, pria itu sudah merasa senang. Tapi, sudah dua hari Ivander berada di Paris, tak ada satu pun email dari Qeiza yang diterimanya.
“Kamu masih lama belanjanya, Hon?” tanya Ivander. Pria itu benar-benar merasa bosan terus menemani Evelyn berbelanja. Biasanya, setiap berlibur bersama Evelyn, Ivander akan tetap memeriksa beberapa pekerjaan melalui ponselnya. Tapi, kali ini, sepertinya Qeiza sudah mengurus semuanya.
“Kamu benar-benar menginginkan aku menghabiskan waktu bersama Ev, ya Qei? Tapi, apa kamu tau Qei, aku di sini merasa jenuh,” benak Ivander.
“Kamu itu Hon, padahal tadi malam sudah aku service,” jawab Evelyn. Mata wanita itu terus sibuk memilah milih tas branded di hadapannya.
“Aku tunggu di kafe depan ya.” Evelyn hanya menanggapi pria itu dengan menganggukkan kepalanya.
Evelyn benar, wanita itu sudah membuatnya mendesis semalaman. Pelayanan yang diberikan Evelyn benar-benar memuaskan. Bahkan, Evelyn masih terus memuaskan hasratnya seorang diri setelah bercengkrama dengan sang suami. Seolah wanita itu tak pernah merasa puas setelah menikmati puncaknya bersama sang suami.
Malam itu, Ivander terperangah menatap sang istri yang sibuk memuaskan dirinya sendiri dengan gayanya yang cukup erotis.
“Apa alat itu yang kamu pilih sebagai penggantiku, dua bulan ini?”
Tak jadi bersantai di sebuah kafe, Ivander justru menikmati lorong-lorong jalan di Champs-Élysées, jejeran tempat pusat perbelanjaan barang-barang mewah yang dihiasi oleh berbagai cafe, butik-butik dan pohon horse-chestnut yang cantik di sisi kiri dan kanan jalan.
Avenue Des Champs-Élysées adalah tempat yang pas untuk bermewah-mewah. Louis Vuitton, Hugo Boos, Gucci, dan sederet label fashion mewah lainnya, berkumpul di sana. Maka dari itu, Paris adalah salah satu tempat belanja kesukaan Evelyn selain New York.
Selama sepuluh tahun pernikahannya, Ivander selalu menemani sang istri untuk berburu barang-barang mewah, serta membelikan oleh-oleh untuk para sahabat sosialitanya.
Tapi, tidak untuk kali ini. Pria itu memutuskan untuk menikmati senja sembari melihat-lihat monumen bersejarah yang juga terdapat di tempat itu. Place De La Concorde dan Arc De Triomphe menjadi tujuan Ivander beberapa hari ini, saat Evelyn sibuk berbelanja.
Setiap malam Evelyn memang melayaninya dengan cukup memuaskan. Namun, setelah santap siang, mereka melakukan kegiatan yang berbeda. Evelyn pun tak masalah dengan itu. Dirinya sudah teramat bahagia dengan kartu kredit tanpa limit milik Ivander yang berada di genggamannya selama beberapa hari. Puas wanita itu berbelanja.
Dan, di malam terakhir ini, Evelyn tak lagi melayani Ivander. Karena wanita itu sibuk mengemasi barang-barang mewah yang baru dibelinya. Wanita itu juga tengah sibuk bercengkrama dengan para sahabatnya. Tertawa cekikikan sembari memamerkan oleh-oleh yang akan dibawanya nanti.
Sementara Ivander, pria itu hanya berdiri di atas balkon, menyesapi minumannya sembari menikmati kilau gemilau Eiffel Tower di malam hari.
Pria itu sedikit menoleh, menatap sang istri yang masih sibuk bercengkrama dengan para teman sosialitanya.
Qeiza Hikaru ... Apa kabarmu, malam ini?
Pria itu teringat akan sosok wanita yang selalu melayaninya dengan tulus. Hanya butuh uang dua puluh juta rupiah setiap bulan, untuk mendapatkan perhatian dari wanita itu. Nominal yang sangat kecil, dibandingkan apa yang sudah diberikannya untuk Evelyn.
Bahkan gaji Qeiza selama sebulan hanya satu per sepuluh, dari apa yang diberikannya untuk Evelyn setiap Minggu. Bukankah harusnya sang istri bisa, memberikan sedikit perhatian padanya? Tak bisakah nominal dua ratus juta setiap Minggu, membuat wanita itu memerhatikan suaminya?
Ivander melangkah menghampiri Evelyn, saat wanita itu selesai bercengkrama dengan para sahabatnya.
“Ev, tak bisakah Kamu mengurangi waktu dengan para sahabatmu itu? Aku juga butuh perhatian dari Kamu,” ucap Ivander. Selama hampir sebelas tahun pernikahan, baru kali ini Ivander meminta sesuatu pada istrinya itu. Ivander berpikir, setelah memuaskan keinginan Evelyn untuk berbelanja barang-barang mewah, wanita itu akan lebih menuruti inginnya.
“Kenapa Kamu mendadak manja, hmm?”
“Aku kesepian, Ev!”
Evelyn mengernyitkan dahinya. Wanita itu gegas menghampiri sang suami dan duduk di atas pangkuan Ivander. Evelyn lantas melayani Ivander saat itu juga. Namun, setelah memuaskan hasrat Ivander, ternyata pria itu tak henti meminta perhatiannya.
“Setidaknya berilah aku seorang anak. Agar aku tak lagi merasa sendiri di istana kita.”
Evelyn yang tadi tengah bermanja-manja dengan dada bidang sang suami, kini menegakkan tubuhnya. “Bukankah sebelum menikah kita sudah sepakat untuk tidak memiliki anak! Aku tidak mau badanku melar dan tak lagi sempurna! Kamu sudah tau itu kan!”
“Hanya satu Ev. Aku hanya butuh satu anak. Setelah melahirkan anakku, Kamu bisa kembali berdiet untuk mencapai tubuh idealmu. Papi juga menginginkan cucu dariku!”
Evelyn menghela napas kasar. “Aku tau, aku tau ini pasti ulah Papi kamu yang kolot itu!”
“Jangan Kamu hina Papiku, Ev. Berkat dialah Kamu bisa menikmati kemewahan ini!”
Evelyn mendengus kesal. Memilih untuk tak lagi mendengar ocehan sang suami, wanita itu pun menghempaskan tubuhnya di atas ranjang.
“Papi menginginkan aku menikahi wanita lain!”
Evelyn yang baru saja memejamkan matanya, sontak menegakkan tubuhnya.
“Kamu akan dijodohkan dengan siapa?! Anak kolega bisnisnya?! Kerabat jauhnya?! Heran deh aku melihat Papi Kamu itu. Kenapa sih tidak bisa membiarkan anaknya bahagia?! Kamu bilang dong, kalau Kamu hanya mencintaiku! Kamu sudah bahagia hidup denganku!”
Wanita itu terus berteriak pada Ivander.
“Aku memang mencintaimu, Ev. Tapi, tidak bisa kupungkiri jika aku kesepian,” lirih Ivander.
“Oh, jadi Kamu juga ingin menikahi wanita itu?! Secantik apa dia?! Apa dia lebih cantik dariku?! Lebih seksi dariku?! Jawab aku, Ivander!!”
“Qeiza,” jawab Ivander.
“Apa?”
“Qeiza. Wanita yang diinginkan Papi untuk menjadi menantunya, adalah asisten pribadiku, Qeiza Hikaru.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Ndhe Nii
berani sekali ivander ... semoga eve TDK melabrak qei
2022-11-04
2
Mei
sokor
2022-08-07
3
Mei
ebuseeet byk amat jajan si Ev
2022-08-07
3