“Bukankah aku sudah pernah kirim pesan, kalau aku menemani Qeiza ke persidangan kasus pelecehan sewaktu meeting di Madura?!” ketus Ivander.
“Kamu yakin berada di pihak yang benar? Bisa saja si Qeiza itu yang menggoda klien kalian. Dia kan janda. Dia pasti haus dengan belaian seorang pria!” cebik Evelyn. Rahang Ivander mengeras mendengar ucapan Evelyn yang begitu merendahkan Qeiza.
“Hasil pantauan CCTV sudah membuktikan siapa yang bersalah. Pengadilan juga sudah memutuskan vonisnya, ” ucap Ivander datar. Evelyn hanya tersenyum sinis mendengarnya.
“Qeiza bukan wanita seperti itu. Kalau dia haus belaian seorang pria kaya, bisa saja dia menggodaku. Tapi nyatanya, Qei sama sekali tak pernah menggodaku,” lanjut pria itu.
Tubuhnya sudah penat, jika harus mendengarkan hinaan yang dilontarkan oleh Evelyn untuk Qeiza, pria itu tak yakin bisa menahan amarah pada sang istri.
Tak mau memperpanjang perdebatan dengan Evelyn, Ivander yang baru saja tiba dari Madura, memutuskan untuk membersihkan tubuhnya.
Evelyn menatap pria yang sudah dinikahinya selama hampir sebelas tahun itu. Sebuah senyuman sinis kembali tercetak di wajahnya.
“Kamu saja yang tidak tergoda dengannya, Hon. Aku yakin, setiap hari, janda itu pasti berupaya semaksimal mungkin untuk terlihat menarik di matamu,” gumamnya.
Evelyn masih saja beranggapan jika Ivander tak akan tertarik pada Qeiza. Maka dari itu, Evelyn tak merasa takut sedikit pun saat Ivander melakukan perjalanan dinas bersama Qeiza.
Bahkan, seberapapun lamanya Evelyn tak bertemu dengan sang suami, tak ada niat sedikit pun dalam diri wanita itu untuk memerhatikan Ivander. Walau hanya dengan menyuguhkan segelas teh ataupun kopi untuk suaminya itu. Jikalau Ivander memintanya untuk menyediakan minuman, wanita itu hanya akan menarik gagang telepon dan meminta asisten rumah tangga untuk segera mengantarkan apa yang diminta Ivander ke kamar mereka.
Dan, setelah Ivander selesai membersihkan dirinya, Evelyn sudah tak berada di kamar. Ivander tau, jika sang istri akan segera pergi karena saat pria itu tiba di kediamannya, Evelyn sudah berbalut gaun yang cukup sexy dengan wajah yang sudah dipoles make up tebal.
Berbeda sekali dengan Qeiza yang tidak pernah memakai pakaian terbuka dan tak pernah menggunakan make up tebal. Sekretaris pribadinya itu selalu tampil dengan gaya sederhana dan manis.
Ivander merebahkan tubuhnya. Pria itu memijat pelipisnya. Semakin hari keadaan rumah tangganya bersama Evelyn semakin bertambah hambar.
Apa ini karena kehadiran Qeiza?
Sejak dirinya jatuh hati pada janda beranak satu itu, tanpa sadar Ivander sering membandingkan antara Evelyn dan Qeiza. Apakah ini yang menjadi alasan Qeiza tak mau memiliki suami yang sudah beristri? Apakah wanita itu tau, jika Ivander tak kan mungkin bisa membagi cinta dan kasih dengan adil?
Karena saat ini saja, pria itu sudah mulai tak adil.
Membandingkan dua wanita, tak seharusnya dia lakukan. Karena dirinya pun belum tentu siap jika dibandingkan dengan pria lain.
Haruskah dirinya melepaskan Evelyn demi Qeiza?
Sama seperti keinginan Andreas—ayah kandungnya— yang menginginkan dirinya berpisah dengan Evelyn.
Ivander mengusap kasar wajahnya. Salah satu sudut hatinya, ingin berpisah dengan Evelyn. Bahkan keinginan berpisah lebih besar dibandingkan keinginannya untuk mempertahankan rumah tangganya.
Sangat berbeda dengan Qeiza, Evelyn sejak dulu tak pernah memerhatikan dirinya. Terlebih beberapa bulan belakangan, sikap Evelyn bertambah acuh padanya. Entah apa yang diperbuat sang istri belakangan ini. Ranjang mereka bahkan tak lagi hangat beberapa bulan belakangan. Evelyn tak pernah meminta nafkah batin padanya, pun dengan Ivander yang tak pernah memberikan nafkah batin itu pada sang istri.
Bagaimana ranjang mereka bisa hangat, jika raga mereka hampir tak pernah bertemu secara sadar. Ivander lebih sering bertemu dengan Evelyn yang tengah tertidur. Bahkan saat akhir pekan, istrinya itu tak pernah menginap di rumah. Ivander sudah cukup muak dengan sikap Evelyn.
Namun, untuk segera memutuskan berpisah, Ivander merasa ini tak adil bagi Evelyn. Tidak mungkin hanya dengan alasan kecewa, dirinya menjatuhkan talak pada wanita yang hampir sebelas tahun mendampinginya. Evelyn juga pasti tidak akan mau menandatangani surat pengajuan perceraian itu. Ivander pun takut jika itu terjadi, Evelyn akan menyakiti Qeiza. Ivander tak mau itu terjadi.
Tapi, pria itu tak lagi bisa memungkiri jika rasa cintanya pada Evelyn sudah terkikis, bahkan mungkin sudah habis. Sementara rasanya pada Qeiza semakin hari semakin membuncah. Keinginan untuk memiliki wanita itu seutuhnya semakin menggebu. Apalagi Qeiza sudah kembali bersikap hangat padanya. Bahkan wanita itu tak lagi marah jika Ivander menggoda dengan mencubit gemas hidungnya.
“Bagaimana caranya agar perceraian aku dan Ev terlaksana karena kesalahan wanita itu? Apakah aku harus menjebak Evelyn agar dia terlihat seolah berselingkuh di belakangku?”
Ivander terus bermonolog. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Ingin rasanya dia menjebak Evelyn, agar mereka bisa berpisah secepatnya. Tapi, nurani Ivander menolaknya. Menjebak Evelyn itu terlalu jahat, pikirnya.
Memfitnah Evelyn agar dirinya bisa cepat-cepat bersanding dengan Qeiza. Ivander tak setega itu. Walau dirinya sudah benar-benar muak dengan sikap sang istri.
Dibanding mencari-cari kesalahan fatal Evelyn agar mereka bercerai, Ivander memutuskan untuk lebih mendekati Qeiza. Pria itu ingin membuat Qeiza jatuh cinta padanya— walaupun Ivander tau, Qeiza sudah menyintainya. Tapi pria itu ingin rasa cinta Qeiza lebih membuncah— hingga wanita itu mau menerima ajakan dirinya untuk menikah dan menjadi istri kedua.
Sejak sang ayah pensiun, Qeiza sudah tak lagi diantar jemput dengan mobil mewah. Disitulah Ivander bersiasat. Pria itu mulai mengantar dan menjemput Qeiza untuk bekerja. Awalnya Qeiza merasa terkejut, saat mobil pria itu sudah terparkir di halaman rumahnya, suatu pagi.
“Mulai hari ini, apa aku boleh mengantar dan menjemput Kamu?” tanya Ivander. Qeiza bergeming sejenak. Mereka memang sudah sangat dekat dan bertambah dekat dari hari ke hari, semenjak peristiwa di Madura. Bahkan juga kedekatan fisik.
Walau bibir Ivander tak pernah lagi menyesapi bibir merah muda miliknya— sejak malam romantis sewaktu di Madura itu. Tapi, Ivander kerap mencubit gemas pipinya, hidungnya, bahkan mengacak kecil rambutnya.
Qeiza sudah terlanjur jatuh hati pada Ivander. Dan kini pria itu menawarkan ingin mengantar dan menjemputnya saat bekerja, tentu saja Qeiza tak menolak hal itu. Diantar dan dijemput saat pergi dan pulang bekerja oleh pria yang disukai, tentu membuat Qeiza senang.
Apalagi setiap akhir pekan, Ivander selalu meluangkan waktu untuk bermain bersama Qiana—anaknya. Qeiza merasa bahagia.
Qiana kini sudah sangat dekat dengan Ivander. Pria itu bahkan akan menyapa Qiana terlebih dulu sebelum mengajak Qeiza berangkat bekerja. Begitu pula saat sepulang bekerja. Ivander selalu bercengkrama lebih dulu dengan Qiana. Pria itu bahkan kerap makan malam bersama dengan Qeiza dan keluarganya.
Hal ini membuat Melati, mulai merasa ada yang tak biasa dengan hubungan yang terjalin antara sang anak dan atasannya.
“Bukannya Pak Ivan sudah memiliki seorang istri?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dewa Rana
cari tau apa yg dilakukan istrimu di luar rumah, Ivan...
2024-12-19
0
Mee_La🦈
wah wah qei mulai nerimasptnya
2022-08-12
4
Indah permata
keluarga kecil yg bahagia andai ivan jd sama qeiza 👩❤️💋👨
2022-08-06
3