“Mira, tolong serahkan semua jadwal saya sampai akhir tahun kepada Qeiza. Biar dia bisa mencocokkan jadwal pekerjaan dengan jadwal pribadi saya,” perintah Andreas pada sekretarisnya.
Dengan sigap, Miranda menyerahkan seluruh jadwal kerja Andreas kepada Qeiza. Andreas juga menyerahkan sebuah jurnal kecil kepada Qeiza. Walaupun seorang CEO, tapi Andreas terbiasa untuk mencatat jadwal pribadinya di sebuah buku.
Namun, kini ada Qeiza yang mengatur semua hal tentangnya. Andreas tak perlu lagi mengeluarkan tenaga untuk mencatat semua.
Jadwal rapat dengan para direktur dan manajemen, jadwal rapat dengan klien, jadwal rapat dengan para pemegang saham, jadwal perjalanan bisnis, bahkan jadwal check-up ke rumah sakit, menjadi bagian dari pekerjaan Qeiza.
Sejak saat itu, Qeiza selalu berada di sekitar Andreas. Ke mana pun Andreas pergi, Qeiza selalu ada di samping pria lanjut usia itu.
Hari berganti hari, Andreas semakin menyukai Qeiza yang cekatan, perhatian dan penuh kelembutan.
Andreas juga mengenalkan Qeiza kepada kedua anaknya— Ivander dan Ivona— yang juga bekerja di perusahaan miliknya.
Ivander bahkan sering bertemu dengan Qeiza, karena Qeiza kerap ikut serta jika kedua pria trah Bratajaya itu bertemu dengan klien di luar kantor, luar kota, bahkan hingga keluar negeri.
Seperti saat ini, Qeiza harus menemani Andreas dan Ivander, untuk memantau proyek perusahaan mereka di Singapura, selama dua hari.
Terpaksa Qeiza harus meninggalkan Qiana. Dan biasanya, saat kembali dari luar kota ataupun luar negeri, Andreas selalu membelikan banyak hadiah untuk Qiana.
Seringnya Qeiza bepergian keluar kota ataupun luar negeri, membuat para tetangga semakin mengembuskan berita buruk tentang pekerjaan janda beranak satu itu.
Hal ini pun sampai langsung kepada Ivona Bratajaya.
Sejak cuti melahirkannya usai, Ivona kerap mengajak Qeiza dan putrinya menikmati akhir pekan di mall. Ivona mengajak Qeiza memanjakan diri di salon kecantikan, sementara Qiana ditemani oleh neneknya beserta dua anak Ivona dan pengasuhnya, bermain di sebuah playground.
Anak kedua Andreas itu, kali ini mendengar langsung ocehan para tetangga Qeiza.
Manusia-manusia penggosip itu, bahkan juga menuduh Ivona sebagai wanita simpanan pengusaha.
“Mba itu pasti juga simpanan pengusaha kaya seperti si Qei!”
“Pantas saja gayanya mentereng!”
Tanpa ragu, Ivona mengayunkan langkah, menuju para wanita yang menggunjingnya. Membuka kacamata hitamnya, anak bungsu dari Andreas Bratajaya itu, mengeluarkan kartu nama, lalu memberikannya pada sekumpulan wanita penggunjing itu.
“Itu kartu nama saya. Perkenalkan, nama saya Ivona Bratajaya. Salah satu direktur di perusahaan Bratajaya Corporation. Dan, Qeiza itu adalah sekretaris pribadi saya.”
“Halah, Mba ... Mba ... Kamu pikir kita percaya! Qeiza itu hanya tukang kue! Masa iya bisa jadi sekretaris direktur! Kalau mengarang itu yang masuk akal sedikit! Dasar para wanita simpanan!”
Ucapan wanita yang bertubuh paling tambun di antara kawanan penggunjing itu, membuat kawanannya mengangguk-angguk setuju. Ivona mengehela napas kasar.
Tiba-tiba Ivona mengeluarkan dompetnya, lalu memberikan tiga lembar uang pecahan seratus ribu rupiah kepada wanita gemuk itu.
“Ini buat ongkos taksi! Silakan datang ke perusahaan saya. Tanya sama orang-orang di perusahaan itu. Siapa Ivona Bratajaya?!”
Ivona bahkan merampas ponsel salah satu dari para penggunjing itu. “Ini akun sosial media saya. Supaya kalian tidak susah mencari saya di sana. Nanti, tunjukkan saja salah satu foto saya kepada para karyawan di sana, dengan senang hati mereka akan mengantarkan anda-anda ke ruang kerja saya!”
Dengan dagu terangkat, Ivona melangkah meninggalkan kerumunan penggunjing itu. Masih terdengar di indra Ivona, gunjingan mereka.
“Paling hanya menggertak! Dia pikir kita percaya begitu saja karena memberikan uang tiga ratus ribu?! Dia pikir kita tidak akan benar-benar mencari tau tentang mulut besarnya itu!”
“Iya benar. Dia pikir kita akan bungkam karena diberi uang tiga ratus ribu?!”
“Kita harus mencari tau kebenarannya. Biar dua perempuan simpanan itu tau sepak terjang ibu-ibu Perumahan Family Indah ini! Biar kedok mereka terbuka!”
Ivona hanya bisa mengelus dada dan menaiki mobilnya.
“Maaf ya Mba. Tetangga di sini memang suka begitu. Bahkan sejak saya masih menjadi ibu rumah tangga, ada saja yang menggunjing. Apalagi sekarang, setiap hari saya diantar jemput mobil mewah, sering menginap di luar kota juga. Omongan mereka semakin beragam!” ucap Qeiza kesal.
“Maka dari itu, saya sudah berulang kali minta ke Pak Andreas, kalau Bapak tidak perlu mengantar dan menjemput saya seperti itu," lanjutnya. Ivona hanya tersenyum mendengarnya.
“Omongan para penggunjing seperti itu, tidak perlu didengar, Qei. Saat mereka tau fakta sebenarnya, nanti juga malu sendiri. Lagian, Papi itu sudah menganggap kamu sebagai anak sendiri. Hiraukan saja omongan-omongan yang tidak penting itu."
“Andai mba Ivon tau, kalau di kantor, orang-orang juga menggunjing aku?”
Qeiza menghela napas berat. Hidup menjanda memang tak mudah. Tak ada lagi pria yang menjadi penguat di sisi, membuat khalayak seakan merasa pantas mencibir dan bersikap semaunya.
***
Minggu berganti Minggu.
Sudah sepuluh bulan Qeiza bekerja sebagai sekretaris pribadi CEO Bratajaya Corporation. Rasa sayang Andreas kepada Qeiza semakin hari semakin bertambah. Bukan hanya kepada Qeiza, Andreas juga sangat menyayangi Qiana— putri semata wayang Qeiza.
Ivona semakin hari juga semakin bertambah akrab pada janda beranak satu itu. Mereka bersahabat kini.
Para tetangga sudah tak ada lagi yang mencibir Qeiza sebagai wanita simpanan. Karena mereka sudah membuktikan sendiri, bahwa Ivona benar-benar direktur di Bratajaya Corporation, dan Qeiza adalah sekretaris pribadi CEO Bratajaya Corporation.
Namun, sebagai penggunjing ulung, tentu saja mereka tidak kehabisan materi untuk menggunjing orang yang tak mereka suka. Walaupun sudah mengetahui jika Qeiza seorang sekretaris pribadi CEO, mereka tetap menggunjingnya.
“Mentang-mentang jadi sekretaris, anak malah ditelantarkan! Membiarkan ibunya yang sudah tua mengurus balita!”
“Dasar anak durhaka!”
“Ibu yang tak bertanggung jawab!”
Seperti biasa, Qeiza hanya diam dan tak menanggapi ucapan-ucapan seperti itu. Qeiza tak mau membuang waktu untuk meladeninya.
Netizen kerap seperti itu. Mau kita melakukan hal baik, buruk, atau biasa saja, orang-orang akan terus menilai. Kita tidak bisa mencegah mereka berkomentar ini-itu. Jadi, lebih baik tutup kuping dan lakukan yang terbaik.
Jangan dengarkan, apa yang tak pantas untuk didengar.
Jangan pusing dengan penilaian orang lain kepada kita. Toh, mereka tidak menjalani kehidupan kita.
Seperti hidup Qeiza yang penuh dengan cibiran sejak menjadi janda. Jika mendengarkan cibiran bisa membuat perut laparmu menjadi kenyang, maka dengarkanlah.
Tapi, nyatanya tidak. Kau tetap harus bangun pagi, memaksa langkah kaki meninggalkan rumah, untuk mencari nafkah.
Qeiza memutuskan untuk mengabaikan setiap cibiran. Wanita itu hanya berfokus pada pekerjaan dan kebahagiaan ibu dan anaknya.
“Hati yang remuk ini, kelak akan merasakan bahagia, saat menyaksikan Qiana tumbuh menjadi anak yang kuat dan sukses!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dewa Rana
ceritanya bagus tapi kok sedikit yg baca
2024-12-19
0
Sri
top 👍
2022-08-05
1
Sri
julid
2022-08-05
1