“Ini pasti karena anak lagi, kan Pi?”
“Bukan hanya soal anak, Van,” bantah Andreas lembut. Tapi Ivander sangat yakin, jika sang ayah hanya menginginkan Evelyn memberikannya seorang cucu.
“Berjuta kali Ivan mengatakan ini ke Papi. Tolong hormati keputusan Ivan dan Ev untuk tak memiliki anak. Bukankah Ivon sudah memberikan dua orang cucu yang lucu untuk Papi?”
Andreas terlihat menghela napas berat. Dia tau pembicaraan ini pasti akan sulit. Karena Ivander begitu mencintai Evelyn. Tapi, tak ada ketulusan yang terlihat dari sikap Evelyn kepada Ivander—anak sulungnya.
“Sudah Papi katakan, ini bukan hanya soal keturunan. Papi tidak suka melihat Ev yang hanya memikirkan hidupnya sendiri, seolah Kamu bukanlah suaminya!”
Ivander mengusap kasar wajahnya. Pria yang kini ada di hadapannya adalah ayah kandungnya. Ayah yang sangat dia cintai. Bagaimana tidak, sejak 20 tahun lalu, saat sang ibu berpulang, Andreas lah yang merawat kedua anaknya. Saat itu, usia Ivander masih 17 tahun. Dan hingga detik ini, walau usianya sudah hampir 40 tahun, sang ayah yang selalu membantu dan membimbingnya. Bahkan saat mereka akan bertemu klien, Andreas yang selalu merapikan pakaian yang dikenakannya.
Ivander hanya bisa mengangguk perlahan mendengar pesan terakhir dari sang ayah, sebelum dirinya beranjak dari ruang CEO, kala itu.
“Cobalah untuk mengenal Qeiza lebih dulu. Jika tidak ada rasa ketertarikan sedikit pun, Qeiza akan menjadi sekretaris pribadi Ivona.”
Dan, di sinilah Ivander sekarang. Duduk berdua menikmati hidangan di sebuah meja yang ada di restoran salah satu hotel bintang lima di Yogyakarta. Ivander berkali-kali mencuri pandang pada wanita yang terlalu fokus pada santapan paginya itu.
Tanpa ada kata terlontar. Tanpa ada ucapan basa-basi. Hanya suara denting sendok yang terdengar dari arah wanita itu. Bukankah wanita itu selalu berbincang ceria dengan sang ayah, kala menikmati sarapan bersama? Mengapa berbeda sekali, saat mereka hanya berdua?
Hanya berdehem yang bisa dilakukan Ivander. Tadinya, pria itu hanya mencoba untuk mencairkan suasana. Berharap setelah dia berdehem, wanita itu akan menanyakan sesuatu padanya. Walaupun hanya sekedar bertanya 'kenapa'? Dia akan dengan senang hati menjelaskan bahwa dirinya tidak ingin ada kecanggungan di antara mereka.
Namun, setelah deheman itu dia keluarkan, pertanyaan atau pernyataan apapun tidak terlontar dari bibir merah muda itu. Wanita itu hanya menatap Ivander. Tanpa berkedip, tanpa sepatah katapun, hanya menatap dengan dalam. Hal itu justru membuat Ivander menjadi salah tingkah.
Suatu hal yang tak pernah dia rasa sebelumnya.
Salah tingkah!
Bahkan saat bertemu Evelyn, pria itu tak pernah merasa salah tingkah seperti ini. Dengan gagah, langsung mengajak Evelyn yang begitu sempurna itu, untuk menjalin hubungan setelah beberapa kali bertemu.
Ada desir halus yang dirasakan oleh Ivander, saat mata bulat Qeiza memandangnya tanpa kedip. Ivander bahkan tak mampu menatap balik netra berwarna hazel itu. Putra sulung Andreas Bratajaya itu, memalingkan wajah dan langsung menenggak habis, susu yang ada di hadapannya.
“Saya balik ke kamar duluan. Kamu lanjut makan saja.”
Tanpa mendengar jawaban dari Qeiza, pria itu gegas menarik langkahnya, menjauh dari wanita yang berhasil membuatnya salah tingkah itu. Sementara Qeiza menatap punggung Ivander yang perlahan menjauh, kemudian kembali lanjut menyantap hidangan di hadapannya.
***
Ivander merebahkan tubuh, lalu mengusap kasar wajahnya. Saat ini dirinya merasa bersalah pada Evelyn. Ada desiran halus yang berhasil menelusup ke celah hatinya. Itu tidak seharusnya terjadi. Dirinya adalah pria yang sudah beristri. Mereka sudah berjanji untuk mengarungi bahtera rumah tangga hanya berdua saja. Benar-benar hanya berdua selamanya. Tanpa anak. Dan ... Tanpa menghadirkan sosok lain di tengah keduanya.
Perasaan bersalah itu, membuat Ivander merogoh saku dan mengambil ponsel pintarnya. Mencari nomor sang istri lalu menghubungi wanita pujaannya itu.
Tak ada jawaban.
Berulangkali Ivander berusaha menghubungi Evelyn. Namun, berulangkali juga pria itu hanya mendengar nada sambung yang diakhiri dengan ucapan operator, jika nomor yang dihubunginya tidak dapat menerima panggilan.
Ivander terlupa, jika ini baru pukul delapan pagi. Sudah pasti sang istri masih belum membuka matanya. Bahkan, bisa saja wanita itu baru terlelap. Karena pukul empat pagi tadi, sang istri baru membalas pesan darinya. Yang mengatakan jika wanita itu baru saja tiba di rumah, setelah berpesta semalam suntuk dengan teman-teman sosialitanya.
Ivander menghela napas berat.
Evelyn memang tak terbiasa bangun di pagi hari. Setiap hari, ketika Ivander berangkat bekerja, sudah dipastikan sang istri masih bergelung di dalam selimut. Bahkan, wanita itu tak membuka matanya sedikit pun ketika Ivander mengecup keningnya, saat hendak berangkat bekerja.
Selanjutnya, Ivander akan berada di kantor hingga petang. Sementara Evelyn, akan tidur hingga waktu makan siang tiba. Wanita itu akan bersantai di rumah, atau pergi memanjakan dirinya ke salon ataupun pusat perbelanjaan hingga petang.
Setelah pagi hari dimulai dengan tak saling sapa, Ivander akan kembali bertegur sapa dengan Evelyn ketika malam tiba. Bahkan, mungkin juga di tengah malam. Karena sang istri lebih sering menghabiskan waktu malam, dengan berkumpul bersama teman-teman sosialitanya.
Selama sepuluh tahun pernikahan mereka, Ivander dan Evelyn bahkan jarang berkomunikasi secara langsung. Mereka lebih sering saling berkirim pesan singkat, ataupun berbincang lewat ponsel.
Karena itu, demi memupuk rasa cinta itu agar tak pudar, Ivander selalu mengambil cuti panjang setiap enam bulan sekali. Dirinya akan menghabiskan waktu bersama sang istri selama satu Minggu penuh, dengan berlibur ke negara pilihan istrinya. Bercengkrama sembari menemani sang istri berbelanja, di negara-negara yang mereka kunjungi.
Kesepian.
Mungkin apa yang dikatakan Ivona benar adanya. Selama sepuluh tahun menikah dengan Evelyn, kehangatan itu hanya dia dapatkan di atas ranjang. Itu pun, jika sang istri tidak terlalu lelah setelah habis berpesta.
Ivander bukannya tak paham jika di sudut hatinya terdapat sebuah rongga.
Evelyn tak pernah merawatnya. Bahkan hanya dengan sekadar menyiapkan pakaian untuknya bekerja. Tapi itu tak jadi soal. Ivander menerima setiap kelebihan dan kekurangan Evelyn. Ivander akan memuja sang istri, seperti yang dilakukan sang ayah pada ibunya.
Andreas adalah sosok panutan bagi Ivander dalam menjalankan kehidupan berumah tangga. Ivander hanya akan mencintai satu wanita, persis Andreas— ayahnya. Itulah tekad Ivander sejak dulu.
Namun, kini, ada sekelabat nama wanita lain lewat di pikirannya.
Qeiza Hikaru.
Sejak awal pertemuannya dengan janda beranak satu itu, Ivander sudah merasa kagum. Terlebih saat Qeiza merawat Andreas. Dengan telaten wanita itu mengingatkan dan membantu Andreas mengonsumsi bermacam obat dan multivitamin, setiap hari. Wanita itu memang berhati baik dan perhatian. Persis seperti ibunya.
Sejak sang ayah mengungkapkan keinginannya untuk menjadikan Qeiza sebagai menantu. Tak pernah sehari pun, Ivander terlewat memerhatikan wanita itu. Salahkah dia, bila mengharapkan ada seseorang yang juga memerhatikan dirinya?
Karena wanita yang tinggal di sisinya, tidak akan pernah bisa menunjukkan hal itu padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Dewa Rana
kasian ivander, terlalu cinta jadi oon
2024-12-19
0
Indah permata
mulai ada benih2 👩❤️💋👨
2022-08-06
3
Sri
wuahahaha salting
2022-08-05
1