Hampir tiga puluh menit Qeiza berada di ruang kerja CEO Bratajaya Corporation, tapi tak sepatah katapun terucap dari pemilik bibir merah muda itu. Setiap Ivander memberi saran atau perintah, Qeiza hanya menuruti dan mengerjakan perintah itu tanpa membuka suara.
Hal itu membuat Ivander memberanikan diri untuk menggenggam jemari Qeiza. Tapi tentu saja wanita itu segera menepisnya.
“Pak, tolong jangan berbuat di luar batas. Apakah belum cukup, Bapak membuat saya merasa menjadi wanita hina?”
“Hina? Kamu bukan wanita hina, Qei! Saya juga tidak pernah menghina Kamu! Saya menghormati Kamu, Qei!”
Qeiza tersenyum sinis. “Yang Bapak lakukan kemarin, itu sudah membuat saya merasa terhina, Pak. Membuat saya merasa malu terhadap diri saya! Saya memang janda, Pak. Tapi saya bukan wanita yang bisa Bapak gerayangi seenaknya!”
Ivander pun teringat akan sikapnya terhadap Qeiza, tiga hari yang lalu. Sudah lama pria itu ingin mendekap erat dan menikmati aroma tubuh Qeiza, tapi baru kemarin dia berani melakukannya, sembari mengungkapkan rasa yang bersemayam di dalam hatinya beberapa bulan ini.
Tak pernah disangkanya, jika Qeiza merasa terhina akan perbuatannya itu. Sungguh, pria itu tak bermaksud melecehkan. Dirinya hanya merasa tak mampu lagi menolak pesona janda beranak satu itu. Semakin hari, perasaannya kepada Qeiza semakin membuncah. Dirinya terlalu bahagia dengan kehadiran Qeiza di setiap hari-harinya.
Ivander berlutut, jemarinya kembali meraih jemari Qeiza.
“Saya minta maaf, Qei. Saya sama sekali tak bermaksud begitu. Saya, saya ingin menikahimu. Saya—”
“Cukup Pak! Apa Bapak tidak punya malu?” Qeiza pun beranjak dari duduknya. “Ingat Pak. Bapak sudah punya istri! Dan saya tidak ingin menjadi wanita simpanan!”
“Saya akan menikahimu secara sah, Qei. Saya menghormati Kamu. Saya tidak mungkin menjadikanmu simpanan.”
“Apa istri Bapak menyetujuinya? Bukankah pernikahan kedua yang legal itu, jika istri pertama memberi restunya?”
Ah, nampaknya Ivander terlupa. Untuk menikahi Qeiza, tidak cukup hanya bermodalkan restu sang ayah saja. Ada Evelyn di sisinya. Terhadap wanita itulah harusnya Ivander meminta restu.
Evelyn.
Akankah wanita itu memberikannya izin untuk menikah lagi? Bahkan sudah hampir dua bulan ini, wanita itu tak lagi melayaninya.
Bagaimana caranya meminta restu pada Evelyn?
“Kenapa Bapak diam?! Jangan-jangan Pak Ivan lupa kalau sudah memiliki istri!”
Ivander terdiam. Tidak, pria itu tak pernah lupa jika sudah memiliki seorang istri. Bahkan, mereka sudah mengarungi bahtera selama satu dekade. Ivander hanya lupa, jika dia butuh persetujuan Evelyn untuk bisa menikah lagi. Itu semua karena Evelyn pun tak pernah meminta izin padanya, untuk setiap sikap abainya.
“Pak, sumpah, saya tidak pernah bermaksud menggoda Bapak. Tidak pernah terbersit sedikit pun hasrat untuk bisa memadu kasih dengan Bapak. Saya hanya berusaha menjadi sekretaris pribadi yang mengerti bosnya. Saya hanya berusaha untuk menjadi sekretaris pribadi yang serba bisa, agar Pak Ivan puas dengan kinerja saya.
“Saya tidak tau, kenapa akhirnya Bapak bisa menaruh rasa terhadap saya? Saya minta maaf, jika selama ini sikap saya sudah berlebihan dalam melayani Bapak.”
Ivander menunduk. Pria itu masih tetap dalam posisinya. Berlutut sembari menggenggam jemari Qeiza.
“Rasa ini sudah terlanjur mengakar, Qei. Perhatian kamu, kelembutan kamu, berhasil mengisi rongga besar yang menganga dalam hati ini. Saya tak pernah merasakan kenyamanan ini, selama menikah sepuluh tahun.”
“Cih!”
Qeiza berdecih. Setiap pria yang akan berselingkuh, konon katanya akan mengucapkan kalimat keramat ini. Istri saya tidak bisa memuaskan. Istri saya tidak bisa memberi kebahagiaan. Istri saya tidak melayani dengan baik.
“Qei, apa kamu tau, siapa yang membuat saya akhirnya selalu memerhatikan Kamu? Apa Kamu tau, siapa yang menjerumuskan saya, hingga saya begitu terperosok dalam pesonamu?”
Qeiza tak lagi mau mendengarkan bualan pria paruh baya di hadapannya ini. Qeiza menarik paksa jemarinya yang masih berada dalam genggaman Ivander. Wanita itu pun hendak beranjak pergi dari ruangan itu.
“Papi, Qei. Papi yang memintaku untuk mendekatimu. Pun dengan Ivona.”
Mata Qeiza seketika membulat. Wanita itu menghentikan langkahnya, lalu berpaling dan menatap lekat pada Ivander yang masih berlutut sembari menatapnya.
“Jika Kamu tidak percaya, Kamu bisa menanyakan langsung perihal ini kepada Papi dan Ivon.”
Qeiza menatap tak percaya. Mana ada orang tua yang menyarankan anaknya untuk berselingkuh? Apa karena wajahnya yang mirip dengan orang terdekat mereka?
“Awalnya saya tak mau, Qei. Tapi, lambat laun, seiring kebersamaan kita selama ini, akhirnya saya mengerti, mengapa Papi menginginkan dirimu menjadi menantunya.”
“Karena saya mirip almarhum istrinya?” tanya Qeiza. Ivander menggelengkan kepalanya. “Karena Kamu orang yang penuh kasih, Qei. Papi dan Ivona ingin saya merasakan kasih sayang yang tak saya dapatkan dari istriku.”
Ivander menegakkan tubuhnya. Pria itu melangkah menghampiri Qeiza.
“Jika Ev memberikan restunya untukku menikah lagi, apakah kamu mau menikah dengan saya, Qei?”
“Tidak ada seorang istri yang ingin dimadu, Pak!” tegas Qeiza. Ivander kembali meraih jemari wanita itu.
“Saya tidak tau apa alasannya. Tapi, Papi dan Ivon sangat yakin, jika Ev akan menyetujuinya. Saya pun berharap hal yang sama. Walau saya tak tau harus memulai dari mana untuk membicarakan ini semua padanya. Tapi akan saya lakukan, jika Kamu menjawab ya, pada pertanyaan saya, tadi.”
Qeiza terlihat menelan salivanya. Entah kenapa, tiba-tiba wanita itu membayangkan adegan yang terjadi tiga hari yang lalu di ruangan ini. Bahkan, kini mereka berdiri di tempat yang sama.
“Andai Bu Evelyn menyetujuinya, saya tetap menjawab tidak. Apa Bapak mau menceraikan dia?”
Ivander terperangah. Pria itu tak percaya dengan apa yang didengarnya. Qeiza meminta dirinya bercerai dari Evelyn. Cerai? Bahkan Andres pun tak pernah meminta hal itu darinya.
“Saya tak mau berbagi suami dengan wanita manapun!” tegas Qeiza. Hati Ivander mencelos. Bagaimana mungkin dirinya bisa berpisah dari wanita yang sudah menemaninya selama sepuluh tahun?
“Saya mencintai kalian berdua, Qei,” lirih Ivander. Ucapan Ivander itu membuat Qeiza tertawa miris. Pria di hadapannya ini benar-benar serakah.
“Besok, saya akan menyerahkan surat pengunduran diri, Pak. Saya tidak bisa lagi bekerja bersama Bapak.”
Ivander mematung di tempatnya. Pria itu berharap, apa yang diucapkan Qeiza hanyalah bualan. Qeiza mengayun langkah, pergi meninggalkan CEO Bratajaya Corporation itu.
“Qei ... Qeiza!”
Karena Qeiza tak merespon panggilan darinya, Ivander pun mengejar wanita itu. Tepat saat Qeiza baru saja keluar dari ruang kerja CEO, Ivander mencekal tangan wanita itu.
Mata Qeiza seketika membulat. Ada beberapa pasang mata yang menatap mereka di sana. Qeiza tak mau, pandangan orang semakin buruk padanya.
Qeiza menoleh, menatap tajam pria itu, “lepaskan tangan saya, Pak!” Walaupun Qeiza mengatakannya dengan pelan, tetapi ada penekanan dalam nada bicaranya itu.
“Tidak, sampai Kamu menghilangkan pikiran untuk mengundurkan diri!”
“Saya akan mengundurkan diri saat ini juga, jika Bapak terus memegang lengan saya!” tegas Qeiza. Mata nyalang Qeiza membuat pria itu, mau tak mau melepaskan genggamannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Lina RA
laki2 emg aneh dan gila. ketika istri tdk mau melayani ya ditegur, ga mau dgr ditegur lagi, sampai 3x. kalau sdh 3x y lepaskan. bukan langsung main ke lain hati. lepaskan dulu y satu baru ambil y lain.
2023-05-15
2
Lin
semoga Qeiza ttp bertahan sblm Ivan cerai
2022-08-05
3
As
iya sih
2022-07-30
3