Keesokan harinya...
Sersi terbangun dari tidur lelapnya karena mendengar suara alarm dari ponselnya yang telah berbunyi nyaring. Sersi dengan malas bangun dan mengucek matanya beberapa kali, dan mengambil ponsel disamping ranjangnya yang tergeletak diatas nakas.
Waktu baru menunjukkan pukul 5 pagi, tapi Sersi pagi ini harus bangun lebih awal karena hari ini hari yang akan paling berat dia jalani. Selain mencari pekerjaan baru, dia pun harus memikirkan bagaimana bertahan hidup disini jikalau nasibnya kurang beruntung dan tidak berada dipihaknya. Mengingat tabungannya sudah terkuras cukup banyak, untuk membayar sewa apartemen, mengurus passport, dan lainnya. Sersi harus lebih bekerja keras lagi untuk mengisi saldo rekeningnya yang sudah mulai menipis. Ya walaupun tabungannya tidak sampai dia habiskan, tapi tetap saja dia harus berjaga - jaga agar tabungannya jangan sampai habis, jadi dia harus mencari pekerjaan dari sekarang. Karena dia hidup ditempat baru, pasti banyak kebutuhan yang harus dia beli, dia bayar, dan lainnya. Karena dia seorang diri disini, jika dia tidak bekerja bagaimana mendapatkan uang untuk memenuhi biaya hidupnya disini.
Dengan langkah gontai Sersi pergi ke kamar mandi untuk mandi pagi dengan air hangat, diluar hawanya terasa dingin ketika dia menyibakkan selimut dan ketika menginjakkan kaki ke lantai. Ditambah dari hawa dingin AC yang Sersi nyalakan waktu malam hari sebelum akhirnya dia pergi tidur.
Setengah jam berlalu, Sersi telah selesai mandi. Tercium aroma strawberry menguar dari tubuh Sersi yang masih terlilit handuk diatas lutut, dan rambut yang masih basah beraroma marsmellow. Humm, manis. Semanis wajahnya. Kemudian berpakaian, sesopan mungkin karena Sersi akan melamar pekerjaan ke beberapa perusahaan yang ada di London. Walaupun dia tidak yakin akan mudah diterima, takut mempermasalahkan pendidikannya yang hanya tamatan S1 Manajemen Business.
Sersi sempat merasa pesimis karena hal itu, tapi selagi belum dicoba kenapa harus menyerah sebelum mencoba bukan?
Drrrt.... Drrrrt....
Dering ponsel terdengar, ketika Sersi baru saja selesai merapikan tempat tidurnya. Dan segera meraih ponselnya, lalu melihat id callernya tertera nama 'Cindy' disitu dan Sersi langsung menggeser icon hijau.
[Hai Sersi, selamat pagi? Bagaimana kabarmu pagi ini?!] ~ sapa Cindy.
[Ya Cin, pagiku baik. Dan kabarku lumayan baik.] ~ jawab Sersi.
[Baguslah jika begitu, oh ya kemarin ketika aku menelpon kenapa kamu matikan begitu saja? Apa kamu sedang berbicara dengan seseorang, sudah punya teman barukah disana?] ~ tanya Cindy, karena dirinya masih penasaran dengan dimatikannya sambungan telepon sepihak yang dilakukan Sersi kemarin. Apalagi dirinya mendengarkan suara pria ketika sambungan telepon masih tersambung lalu kemudian diputus.
[Oh itu.. em kemarin aku tidak sengaja menabrak seseorang ketika sedang bertelepon denganmu. Aku ketakutan karena orang yang kutabrak laki-laki berbadan besar, dan kamu tahu tatapannya begitu dingin dan tajam sekali.] ~ jawab Sersi.
[Oh ya? Apakah dia tampan?] ~ kata Cindy.
[Hey, kenapa kamu malah menanyakan dia tampan atau tidak. Kamu ini dasar mendengar lelaki saja, hijau matamu.] ~ jawab Sersi lagi.
Terdengar Cindy tertawa kecil diseberang sana.
[Ya aku hanya penasaran saja, bagaimana kamu bisa tetap beruntung. Disini kamu banyak disukai para pria tampan, bisa bisanya disana juga kamu tetap bertemu dengan pria tampan. Kamu jangan terlalu dingin dan cuek Sersi, sekali kali kamu tampil feminim dan bergaul dengan pria. Tidak bosan sendiri terus, masa sudah hidup 23 tahun masih belum pacaran juga] ~ kata Cindy. Pembahasan yang membuat Sersi malas menanggapinya.
[Aku tidak tahu, dan untuk masalah itu. Aku belum ingin menjalin hubungan dengan seseorang untuk saat ini, aku ingin fokus dulu dengan karirku, tidak berpacaran pun tak akan membuatku mati lemas bukan? Jangan bahas itu lagi Cindy, itu membuatku malas menjawab telepon darimu jika terus menyuruhku untuk dekat dengan pria.] ~ Sersi.
[Iya iya, aku tidak akan membahasnya lagi. Tapi ngomong-ngomong kamu baru saja sampai disana, tapi langsung bertemu sama pria tampan. Apa jangan-jangan itu calon pacar kamu, atau mungkin jodoh kamu Sersi. Wah kalau sampai benar, beruntungnya kamu. Tapi nanti jika kamu sampai menemukan jodoh disana, mungkin kamu akan membuat si tengil Dean patah hati Ser.] ~ celetuk Cindy.
Kening Sersi mengkerut.
[Apa hubungannya Dean denganku? Kami tidak berpacaran dan dia bukan siapa-siapa. Dia hanya temanku Cin, rekan kerja lebih tepatnya. Mana mungkin dia patah hati, suka saja padaku mungkin tidak. Sudahlah jangan mengada-ada, aku hari ini akan sibuk. Kita sudahi dulu saja teleponnya ya.] ~ kata Sersi menutup obrolan.
[Oh iya, tapi sepertinya Dean memang suka sama kamu. Dari cara memandang kamu saja berbeda Sersi,] ~ Cindy cekikikan diseberang sana.
Membuat Sersi memutar bola matanya.
[Sudahlah jangan terus mengejekku, aku tidak akan berpacaran dengannya ataupun menikah dengan Dean. Dia pria buaya yang suka bermain wanita, aku tidak suka pria seperti itu. Aku tidak akan berpacaran tapi langsung menikah dengan CEO pengusaha besar Cindy. Puas.] ~ jawab Sersi.
[Hahaha, iya iya. Ya sudah selamat tinggal ya, semoga dirimu cepat mendapat pekerjaan. Bye.]
[Bye too.] ~ Jawab Sersi.
Dan ...
Klik. Telepon diputus oleh Sersi, selesai bertelepon dengan sahabatnya dia melanjutkan kegiatannya yang tadi tertunda. Dia beranjak dari tempat tidur yang sudah selesai dia bereskan, dan berjalan ke arah meja rias untuk memoles wajahnya dengan makeup tipis agar terlihat lebih fresh.
Tanpa dirinya sadari, hari ini, adalah hari dimana menjadi awal dirinya akan berubah nasib. Hanya karena sebuah ucapan yang dia ucapkan di pagi ini, yang langsung dikabulkan oleh Tuhan.
***
Terik matahari mulai membuat Sersi merasa haus dan kepanasan. Waktu sudah menjelang siang hari, tetapi dirinya masih terus berjalan menyusuri jalan dan mengunjungi beberapa perusahaan untuk memasukkan lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan yang Sersi anggap memiliki potensi yang akan membuat dirinya mendapatkan posisi yang lebih baik dan juga bisa menaikkan financialnya.
Karena gajinya yang cukup besar menurutnya. Dia sudah melihatnya di laman internet yang sebelumnya sudah dia searching.
Siang ini, Sersi masih tidak mau menyerah dengan keadaan. Dia masih terus berjalan mencari gedung - gedung perusahaan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Terlihat di depan sana, gedung yang hampir semuanya kaca dan menjulang tinggi dengan kemegahan yang hakiki. Terpampang jelas pula logo perusahaan yang bernama "AR Group".
Tanpa menyia - nyiakan kesempatan, Sersi pun berjalan ke arah gedung AR Group tersebut dan berniat melamar pekerjaan disana.
Karena Sersi tahu, sebelum pergi ke sini. Sersi sudah lebih dulu mencari informasi tentang perusahaan - perusahaan terbaik di London yang memiliki gajih besar dan pamornya yang bagus. AR Group salah satu perusahaan yang paling terbaik nomor 2 di London, yang memiliki CEO paling muda dan paling kaya diantara yang lainnya. Menurut artikel yang dibaca Sersi, CEO dari AR Group ini katanya masih single dan muda baru berumur 27 tahun dan memiliki ketampanan yang luar biasa. Dan istimewanya AR Group ini, mencakup bisnis yang sangat luas. Bergerak di bidang produk obat herbal, produk minuman, property, dan pusat perbelanjaan.
"Maaf, selamat siang!", ucap Sersi ketika sampai di meja resepsionis kantor AR Group.
"Selamat siang nona. Ada yang bisa saya bantu? Atau nona memiliki janji temu dengan seseorang disini?", jawab salah seorang resepsionis itu dengan ramah.
"Tidak, saya tidak memiliki janji temu. Saya mau melamar pekerjaan di perusahaan ini, apakah masih ada lowongan pekerjaan disini?" tanya Sersi penuh harap.
Sang resepsionis pun, tidak langsung menjawab.
"Sebentar Nona, saya cek dulu sebentar ya." ucap sang resepsionis tersebut.
"Oh iya, saya akan menunggu." jawab Sersi, didalam hatinya cemas cemas berharap disini ada lowongan pekerjaan untuk dirinya.
Akhirnya resepsionis pun mengutak - atik komputer di hadapannya sebentar, lalu mendongakkan kembali wajahnya ke Sersi.
"Ada nona. Nona boleh menyimpan syarat lamaran kerja melalui saya. Nanti jika lamaran Nona diterima atau tidaknya, pihak perusahaan akan mengirim ke alamat surel anda Nona." jawab sang resepsionis dengan ramah.
"Oh great! Terimakasih, kalau begitu tolong ini dokumen lamaran saya." jawab Sersi antusias, lalu menyerahkan amplop coklat besar berisi syarat untuk melamar pekerjaan.
"Baik Nona, nanti kami mengabari anda. Tetap pantau email anda Nona, terimakasih!", timpal resepsionis tersebut tersenyum ramah lalu menyimpan dokumen lamaran Sersi ditumpukan dokumen lainnya.
Selesai sudah Sersi berhasil mengirimkan lamaran pekerjaan ke perusahaan yang paling baik ini, Sersi keluar dari gedung AR Group dengan perasaan cerah ceria. Dia berharap semoga dewi keberuntungan sedang berpihak kepadanya. Sersi pun berniat untuk mencari restoran untuk mengisi perutnya yang sudah lapar ini, sebelum pulang kembali ke apartemennya.
"Wah, Chinese food. I love it!" teriak Sersi. Ketika melihat ternyata diseberang kantor ini ada restoran Chinese food, dia pun segera pergi kesana. Untuk segera makan siang dengan menu andalan favoritnya. Olahan bebek yang sangat memanjakan lidahnya yummy.
***
"Samuel apakah bisnis underground ku berjalan lancar? Tyler mengabari ada apa saja bulan ini?!!", tanya Tuan Muda AR Group yaitu Alexander Rudwig.
"Bisnis underground lancar Tuan, semua aman terkendali. Omset meningkat selama 3 bulan terakhir ini Tuan, dan Tyler mengabari semua aman terkendali." jawab Samuel orang kepercayaan Alex diperusahaan AR Group ini. Juga sebagai pengelola utama bisnis underground milik Alexander.
"Good. Pastikan semuanya selalu terkendali, jangan kecewakan aku Samuel!", timpal Alexander.
"Siap Tuan, saya pastikan semua selalu aman dan omset selalu bertambah", jawab Samuel kepada Alexander.
Alexander hanya memberikan anggukan kepala, lalu dengan isyarat tangan menyuruh Samuel segera keluar dari ruangannya. Samuel pun, bergegas keluar dari ruangan Tuan Mudanya setelah mendapatkan perintah.
Tersisalah Alexander seorang diri di ruangannya, terlihat pria itu kembali berkutat dengan dokumen dokumen yang harus dia pahami dan kerjakan.
Sungguh akan jadi pemandangan yang indah bagi perempuan yang menjadi pasangannya, Tuan Muda yang memiliki paras tampan sempurna mulus tanpa cacat. Pemilik rambut hitam, hidung mancung, dan mata berwarna biru teduh membuat siapa saja jatuh hati ketika melihatnya. Ditambah memiliki rahang yang kokoh, menambah pesona dan ketampanannya.
Kesuksesan Alexander diraih sejak dia masih muda. Saat itu dia masih berumur 23 tahun, lulus kuliah business dengan cumclaude tertinggi di universitas terbaik di London. Yakni di Imperial College London.
Setelah berhasil mendapatkan gelar sarjana, Alex memulai bisnis pertamanya di sektor pangan. Makanan dan minuman adalah bisnis awal yang dia rintis, dengan modal yang dia pinjam dari ayahnya.
Tak disangka, strategi bisnis Alex sangat bagus hingga dia bisa mengepakkan sayapnya lebar - lebar dan bisa mendirikan perusahaan sendiri yang dia berinama AR Group. Dalam waktu 4 tahun saja, Alex berhasil memperluas bisnisnya ke berbagai sektor dan berhasil menggaet para investor.
Bayangkan seorang Alexander dengan usia muda, memiliki perusahaan hak paten sendiri tanpa ada campur tangan keluarga atau saudara. Rekening yang saldonya mungkin tidak terbatas, wow sungguh beruntung wanita yang bisa mendapatkan diri Alexander. Wanita tersebut akan bahagia, dan segala sesuatunya pasti terjamin dengan baik.
Tengah sibuk dengan pekerjaannya, tiba - tiba ponsel Alex berdering. Alex pun mengangkat kepala dan beralih meraih ponsel yang terletak di sebelah telepon kantor, melihat siapa yang menelepon.
Dan tertera id caller disana 'Portland Hospital'.
Tanpa berpikir panjang, Alex pun mengangkat telepon tersebut.
"Hallo!?." kata Alex pertama kali.
"Maaf Tuan Alex, Tuan Alden Rudwig kondisinya makin melemah. Tuan Alden, terus menanyakan anda tuan meminta anda datang untuk menemuinya!?!." suara suster dari seberang sana.
"Oke, saya segera kesana!."
Klik.
Telepon pun diputus sepihak oleh Alex.
Dia pun langsung bangkit berdiri, meninggalkan sejenak pekerjaannya untuk menemui ayahandanya di rumah sakit. Dengan langkah lebar Alex keluar dari ruangannya, dan meminta Samuel untuk menghandle beberapa dokumen yang dia baca tadi.
Sampai di lantai dasar gedung AR Group, Alex lantas keluar dari lift dan langsung keluar dari loby dan berjalan menuju mobilnya yang sedang terparkir. Alex menaiki mobil Bentley Flying Spurs Sedan hitamnya, dan langsung melajukan mobilnya menuju Portland Hospital.
Satu jam berlalu, Alex pun telah sampai dipelataran Portland Hospital. Setelahnya dia pun turun dari mobil Bentleynya dan bergegas masuk ke dalam gedung rumah sakit itu. Alex pergi ke lantai 2 dimana ruangan ayahnya dirawat.
Dentingan lift terdengar, dan pintu lift pun terbuka. Alex langsung keluar dari lift dan berjalan menelusuri lorong rumah sakit, menuju ruangan dimana ayahnya dirawat. Dan ketika sampai di ruangan VVIP itu, Alex langsung masuk ke dalam ruangan ayahnya.
Pemandangan yang terlihat sungguh membuat sisi rapuhnya muncul, seketika aura mencekam, arogan dan dinginnya hilang. Tergantikan dengan rasa kesedihan yang begitu dalam. Sebelum menemui ayahnya, Alex menormalkan raut wajahnya agar ayahnya tak melihat raut kesedihannya.
"Papah..." panggil Alexander pada Alden. Ayahnya yang sedang terbaring diranjang rumah sakit dengan kondisi yang makin melemah.
Alden yang sedang memejamkan matanya pun, perlahan membuka matanya dan mengerjapkan matanya beberapa kali menyesuaikan dengan cahaya lampu yang serasa menusuk matanya.
"Alex.. akhirnya kau datang juga, papah kira kamu tidak akan datang seperti biasanya, karena terlalu sibuk dengan bisnismu yang semakin besar itu." ucap Alden sembari tersenyum.
"Tidak Pah, Alex mencemaskan papah. Walaupun urusan perusahaan masih banyak, tapi Alex serahkan semuanya ke Samuel. Dia bisa handle semuanya. Papah paling penting bagi Alex, kesehatan papah menurun. Papah jangan banyak memikirkan hal yang berat, supaya kesehatan papah tetap stabil." ucap Alex kali ini sangat mengkhawatirkan sekali ayahnya yang semakin kurus dan pucat.
"Dan aku minta maaf pah, jika akhir-akhir ini aku jarang mengunjungi papah dirumah sakit. Ya papah tahu, persaingan bisnis semakin ketat dan banyak yang ingin menjatuhkan bisnisku. Jadi aku harus menyelesaikan semuanya untuk menjaga bisnisku tetap stabil dan aman." ucap Alex sembari duduk disisi ranjang dekat ayahnya disertai dengan raut wajah sedihnya.
Alden hanya tersenyum. Sebenarnya dia tidak mempermasalahkan hal itu, hanya saja Alden ayahnya Alex merasa dirinya tidak akan lama lagi dia hidup didunia ini. Jadi dia harus memberitahukan keinginan terakhirnya pada anak sulungnya itu, sebelum kondisi dirinya kian memburuk. Sebelum masa-masa kritisnya dia ingin melihat Alex menunaikan keinginannya yang terakhir.
"Ya its oke Alex. Papah paham, AR Group perusahaan pribadi kamu. Kamu hebat bisa mendirikan perusahaan sendiri, tanpa campur tangan papah maupun oranglain. Tapi papah ingin membicarakan suatu hal penting yang harus kamu penuhi." kata Alden Alfarez Rudwig dengan serius.
"Hal penting?," ucap Alex sambil menautkan alisnya merasa heran, dan bingung. Hal penting apa, yang akan dibicarakan ayahnya.
"Iya Alex. Kamu tahu, kondisi papah semakin buruk dari hari ke hari. Terapi dan operasi tidak dapat menyembuhkan penyakit kanker selaput otak papah. Papah rasa, waktu hidup papah tidak banyak. Sebelum papah meninggal, papah ingin kamu memenuhi satu hal keinginan yang sangat papah harapkan kamu bisa memenuhinya ka.. " belum sempat meneruskan ucapannya. Ucapan Alden dipotong oleh Alex.
"No Pah. Papah akan sembuh, percayalah. Papah hanya perlu waktu lebih lama untuk berobat, aku percaya papah akan sembuh dan sehat seperti dulu lagi. Jangan bicara seperti itu pah, Alex dan Sofia masih butuh papah!." timpal Alex mulai resah akan ucapan ayahnya, yang seperti akan menyerah dengan perjuangan hidupnya.
"Alex, Papah hanya manusia biasa. Tuhan yang membuat papah bisa hidup sampai sekarang, dan tuhan juga yang mengambil papah pulang. Dan papah tidak tahu itu kapan?
Tapi, Papah sudah tidak memiliki lagi harapan hidup dan sembuh Alex. Penyakitku sudah akut, mungkin aku akan mati besok, lusa atau kapanpun. Jadi aku harus memulai persiapan untukmu dan adikmu sebelum aku pergi dari dunia ini!." jawab Alden sambil menatap nanar ke langit - langit ruangan kamar inapnya.
Alex tidak menjawab. Dia hanya menatap ayahnya lekat, kini di dalam pandangannya. Ayahnya semakin kurus, dan sedikit berantakan. Rambut yang sudah tidak ada akibat efek samping dari terapi yang dilakukan untuk pengobatan ayahnya, dan warna kulit wajah dan seluruh tubuhnya yang semakin pucat seperti vampir. Membuat Alex, mengkhawatirkan kesehatan sang ayah.
"Alex..." panggil Alden, karena melihat putra sulungnya tengah terdiam mematung tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Ya Pah...", jawabnya lembut.
"Alex Papah akan mempercayakan perusahaan A2 Corporation kepada kamu, dan tolong jaga Sofia. Papah sudah mewasiatkannya ke Mark jika papah meninggal nanti. Kamu yang akan langsung jadi pemilik serta pemimpin perusahaan A2 Corporation. Dan ada satu hal lagi, yang papah inginkan dari kamu Alex. Mungkin ini cukup berat bagimu, tapi ini yang satu-satunya papah ingin sekali melihatnya." Kata Alden menatap wajah anak laki-laki satu satunya, dengan lekat dan penuh harap.
"Sebelum papah meninggal, aku ingin melihat kamu menikah Alex. Usiamu sudah 30 tahun, diusiamu yang sekarang dirimu sudah matang untuk menikah. Papah ingin memiliki menantu terlebih dahulu.." ucap Alden serius dan tegas. Penuh harap, agar Alex sanggup mewujudkan harapan terakhirnya.
Dan Alex yang mendengar perkataan ayahnya, seketika terdiam tidak menjawab maupun melakukan isyarat tubuh lainnya. Hanya raut wajah yang sulit untuk diartikan, seperti sedang berbicara dengan batin sendiri. Ini sebuah permintaan, yang agak berat Alex wujudkan. Mengingat dia tidak pernah bermain wanita, dan sulit untuk jatuh cinta.
'married? With who?' batin Alex bermonolog.
'kenapa papah menginginkan permintaan yang sulit aku wujudkan, oh ya Tuhan'.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments