Tiga bulan Tyas melahirkan Umay, akhirnya mereka memikirkan untuk kembali ke Riau. Karena said sulit pekerjaan saat berada dikampung halaman. Ya walaupun, uang hasil kebunnya bisa di transfer setiap dua Minggu sekali, namun otot tubuh yang sudah terbiasa bekerja tidak bisa untuk dibawa santai terlalu lama.
"Bun kita ke Riaunya diantar sama Ibuk dan Nada. Karena Ibuk khawatir sama kamu?." Said mengatakan rencana ibunya yang akan mengantarkan mereka. Nada keponakan said dari Nana dan Cahyo kakak kandung said.
"Bagus itu yah? Aku pengen lihat reaksi kak faedah yang bilangin ibukmu monster. Padahal selama aku tinggal dirumah ini, Ibuk mala kelihatan banget sayangnya sama aku, Kak Nana juga." Tyas mengunyah keripik yang dibawa said. " Eh tau gak yah? Tadi Ibuk sama kak Nana cerita banyak tentang kak faedah ke aku, Sampek ibuk nangis Lo yah. Mala katanya kamu tau soal apa yang diceritakan mereka, tapi aku heran kenapa ayah gak mau cerita sam istri sendiri." Ketus Tyas yang memasukkan dan mengunyah keripik semangkin cepat.
"Bunda... Bunda... ayah itu tau palingan bunda yang mancing sedikit, mangkanya Ibuk sama kak Nana mau cerita. Bunda kan orang paling pinter kalau suruh korek informasi." Sanggah said, lalu menarik hidung Tyas.
"Sakit ih!!!" Hardik Tyas.
Said lari kebelakang menghindari serangan istrinya, siapa yang bakal mengira kalau tubuhnya menabrak punggung ibunya yang sedang membersihkan beras.
Brukkk..
Said berbalik dan mendapati tatapan tajam ibunya.
"Awakmu kui wes gedi! wes iso gawe bocah!! Tapi kelakuane sek koyo bocah!! Matane Ra ndelakna, eneng wong seh nyambot gawe!!" Bu Wati memarahi said sambil memukul pantat said dengan sendal yang baru di ambil dari kakinya.
Tyas tertawa mendapati suaminya dihajar oleh ibu kandungnya. Umay yang sedang memainkan jari-jarinya juga ikut tertawa. Padahal dia juga belum mengerti tentang hal-hal seperti itu. Namun ikatan hati seorang ibu dan anak ternyata juga mempengaruhi mood seorang anak.
"Id anakmu ngguyu.? Dia tahu kalau bapaknya masih koyok bocah." Teriak Nana kepada adiknya.
Dirumah itu Tyas sering tertawa dibuat tingkah suami, mertua dan kakak iparnya Nana. Karena saat bertengkar mereka pasti menggunakan bahasa suku. Walaupun Tyas juga bersuku sama, namun dia sudah terbiasa tinggal di lingkungan yang menggunakan bahasa kebanggaan semua suku. Sesuatu yang pernah Tyas takutkan dulunya, justru itu yang membuat Tyas nyaman sekarang. Semua perkataan buruk yang pernah faedah lontarkan, kini Tyas sudah banyak membuktikan.
Mertua yang katanya kalau marah seperti monster, ternyata kebalikannya. Dimana lebih sensitif terhadap suatu hal yang terjadi dengan anak mantunya, dan sering menangis jika anak mantunya kesusahan.
Nana yang katanya pandai mengarang cerita, eh ternyata selama di Riau, faedah lah yang sering didapati Tyas berbohong. Nana justru lebih banyak diam jika menyangkut masalah orang lain.
"Yas. Dulu si said itu cengeng Lo? Takut sama orang. Kalau ada tamu di rumah dia sembunyi di kamar sambil terkadang ngintip-ngintip. Coba lihat sekarang, kalau menurut kamu gimana, kudu NDOPAK kan Yas." Cerca Nana menghibahi adiknya sendiri.
"Hahaha iya kak. Kakak mau tau gak yang buat aku emosi sama dia." Tyas bertanya, lalu Nana mendongakkan kepala lalu menurunkannya dengan cepat. Menandakan dia ingin tahu jawabannya.
"Ayah Umay itu, kalau kentut suka ditampung di tangan terus dibagi-bagi gitu ke aku. Kebangetan kan kak!!" Sambung Tyas kembali.
Ahirnya mereka semua yang ada di ruangan tertawa, termasuk Faisal adik Nada. Bahkan ia sampai menangis mendengar cerita Tyas, dan mereka larut dalam kebahagiaan.
***
Tepat hari jum'at pagi Tyas, said, Bu Wati dan Nada bersiap untuk segera berangkat ke Riau. Tadinya mereka sepakat mengajak Bu Surti, ibunya Tyas. Namun beliau menolak karena penyakit asam uratnya sedang kambuh. Padahal Tyas juga tahu, jika ibunya juga ingin pergi mengantarkan mereka. Tapi cobaan dari Allah tidak bisa dihindari jika sudah ketentuannya.
Setelah berangkat dan mampir untuk berpamitan dengan ibu Surti, Tyas tidak dapat membendung air matanya. Karena selain masih rindu, Tyas juga sedih karena terpisah jarak yang lumayan jauh. Bahkan setelah mertuanya mengantarkan mereka, mertuanya juga pulang ke kampung halamannya. Tyas selalu menangis jika mengingat dua janda tua yang jauh dari mereka.
"Sudah jangan nangis.? Tahun depan kita kan mudik lagi sama si adek yang sudah bisa jalan" peluk said memberikan semangat pada istrinya.
"Bunda sedih kalau harus jauh dari mamak? Ibuk juga datang keriau cuma sekedar mengantar. Sebenarnya bunda pengen dua janda kembang itu tinggal sama kita" gerutu Tyas sedih.
Wati yang mendengar penuturan dari mantunya, wajahnya langsung berubah. Yang tadinya sedih jadi tertawa sambil mendorong kecil pundak menantunya.
"Kamu mau nangis apa mau ngelawak sih Yas, wong nangis kok bisa ngoceh. Mana ngocehnya ngawur begitu hahah" sanggah Wati yang tidak tahan dengan tingkah Tyas.
Sebenarnya Tyas adalah orang yang humoris, dan penyayang. Tapi karena semenjak menikah dia tinggal didekat faedah dia lebih banyak mengurung diri dan sulit berbaur dengan orang yang ada dilingkungan. Karena bathinnya yang selalu sakit, dan selalu di fitnah, dan adu domba yang sering dilakukan faedah, membuatnya sangat tertutup dan tidak percaya diri.
"Akhirnya kita balik Sangkar lagi." Ucap Tyas sedih.
"Maaf ya Yas, Ibuk punyanya cuma tanah dan rumah itu buat kalian tinggal. Yang sabar aja, biarin dia mau bilang apa, ibu juga sudah tahu kelakuannya , pasti kamu diperlakukan sama kayak kakakmu Nana dulu." Wati merasa bersalah dengan menantunya.
"Ibuk gak salah Lo buk? Dia saja yang menyala, untung aku bukan bensin. Bisa-bisa yang tadinya menyala jadi berkobar." Ucap Tyas.
"Bisa aja kamu?" Jawab Wati menimpali perkataan menantunya.
Diperjalanan mereka menikmati pemandangan dijalan yang naik turun. Menandakan simpang rumah Tyas akan tiba. Tyas yang tadinya biasa saja, justru dia terlihat murung dan sedih.
"Bunda kenapa?" Tanya said pada istrinya yang sedang mengendong umay putrinya.
"Gak apa-apa yah.. cuma sedikit mual, jalannya naik turun sih." Tyas berbohong dengan suaminya.
"Minum dulu, atau mau berhenti dulu, biar kamu istrahat? Perjalanan kita masih jauh ini Bun?" Ucap said memberikan botol minum.
"Dramanya bakal dimulai lagi nih" gerutu Tyas pelan.
"Kenapa Bun, ayah gak dengar, butuh sesuatu atau gimana?" Said terus khawatir dengan keadaan istrinya.
Sebenarnya Tyas murung karena akan kembali kerumah yang disamping rumahnya ada makhluk yang mengerikan, yang akan menyerang dan membuat penyakit hati untuknya. Terkadang dia sampai lupa batasan, sampai harus mendoakan orang tersebut dengan hal yang jelek jelek.
"Dah sampai...." Ucap said membuat Tyas yang baru tertidur kini terbangun kembali.
Akhirnya mereka sampai dikediaman mereka, faedah pun datang dengan senyum sok ramahnya dan menyambut ibu mertuanya dengan sok manis.
"Duh, kakak Uda gak sabar Lo nungguin dedek bayinya. Pengen cepat-cepat gendong." Ucap faedah dengan wajah dramanya.
Said yang mendengar langsung melengos dan menata barang-barang bawaan mereka tanpa memperdulikan kakak iparnya.
"Gendong aja kak.?" Jawab Tyas.
"Wah katanya kemarin kecil, kurang umur, tapi sekarang Uda gembul. Gak kayak kurang umur kok, mala kayak bayi Uda tua kok Yas. Kamu kali salah hitung Yas? Ini bulan 2 kalau 9 bulan hamilnya, bisa jadi kamu pertama hamil bulan 6 awal kali Yas?" Ucap faedah yang sudah menggendong Umay.
"La nikahnya kan bulan 7 akhir dah?" Ucap Wati menanggapi celotehannya.
"Oh iya ya. Emang kamu terakhir telat datang bulan kapan Yas?" Mata faedah sudah menatap tajam ke arah Tyas penuh selidik.
Tyas terdiam sesaat seperti mengingat sesuatu.
" Pokoknya pas nikah dia lagi PMS, aku yang cariin pembalut buat dia, sampai gagal malam pertama kak. Selesainya PMS pas acara ngunduh mantu dirumah ibuk, dokter juga bilang kandungan Tyas belum waktunya buat lahiran, tapi karena ketuban bocor harus diambil tindakan. Si adek juga kecil, karena kata dokter kemungkinan tekanan dan setres yang buat si adek terkena imbasnya" cerca said menjawab pertanyaan faedah.
Faedah yang mendengar wajahnya langsung berubah merah, seperti malu dihadapan mertuanya. Sebenarnya Tyas juga bisa melawan saat itu, tapi dia masih menghargai mertuanya yang baru datang mengantarkan mereka. Mendengar penuturan said, faedah langsung pamit pulang dan berjalan sambil rahangnya terlihat mengetat dan matanya melirik said.
"Kak jangan..." Tiba-tiba Tyas berteriak ke arah faedah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments