14. Amarah Said

" Astaghfirullah halazim yank?" Teriak said saat masuk kedalam kamar.

Murni yang berniat ingin meminjam kain tiba-tiba mendengar teriakan said. Dia langsung masuk tanpa mengucapkan salam.

"Ya Allah id, kenapa ini? Kok bisa begini. Ayok telentangkan, ya Allah Yas, kok sampe keluar darah begini?" Cerca murni kepada said.

"Gak tahu kak, tadi setelah gak ada suara, aku niat ngintipin aja, nah gitu aku lihat sudah seperti ini." Said menjelaskan semuanya namun dia tidak mengatakan kalau Tyas habis menangis akibat pertengkaran mereka.

"Uda buruan, jangan kebanyakan cerita dulu. Ayok nyalain motor kakak aja, biar dia bisa kakak pegangi, ya Allah Yas sadar Yas" terus saja murni memanggil nama Tyas. " Cepat id buruan!! Mala nangis disitu." Bentak murni.

Tanpa menjawab said langsung pergi mengambil motor tetangganya murni, mungkin karena motor matic lebih mudah dibawa mangkanya murni menyarankan itu.

Faedah yang melihat said berlari dan mengambil motor murni langsung keluar kepekarangan rumahnya.

"Id ada apaan?" Tanya faedah kepada said yang baru sampai di teras rumahnya.

Namun said tidak menjawab sama sekali, dia hanya berlalu Masuk kedalam rumah, lalu membopong istrinya keluar dan di ikuti murni yang sudah duduk dijok belakang sambil memegangi Tyas yang tidak sadarkan diri.

"Mur, ada apaan sih?" Tanya faedah kembali kepada murni.

Namun murni juga tidak menjawab sama sekali, dia hanya melihat suaminya yang sudah berlari kecil ke arah mereka.

"Mas titip anak-anak sebentar ya?" Mohon murni kepada suaminya. Lalu mendapatkan anggukan kepala dari suaminya.

Setelah melihat keadaan istri dan murni yang sudah duduk nyaman, said pun bergegas melajukan motor matic milik murni dengan kecepatan 60 kilometer/ jam.

"Id jangan terlalu buru-buru, kasian Tyas juga. Tapi jangan terlalu lambat juga." Murni berucap sambil membenarkan posisi Tyas.

"Duh kak? Aku takut terjadi apa-apa sama Tyas." Said terlihat ketakutan.

"Hussss tenangkan pikiran dulu, kliniknya sudah mau sampai, jangan kenceng-kenceng. Kakak hampir gak napas ini."

Mereka sama-sama tidak dapat mengontrol emosi karena melihat kondisi Tyas. Sesampainya di klinik bersalin Tyas langsung dibawa masuk dan dengan cepat diperiksa oleh dokter.

Setengah jam menunggu dokter keluar, dan langsung disambut oleh said dan murni.

"Gimana buk dokter? Istri saya gak apa-apa kan"

"Alhamdulillah gak apa-apa pak? Kalau saya lihat ini bukan karena tidur telangkup seperti yang bapak jelaskan tadi, sepertinya karena tekanan bathin pak. Kalau saya lihat dari posisi bayinya gak masalah pak? Hanya saja..."

Said dan murni menunggu ucapan sang dokter dengan harap-harap cemas.

"Hanya saja berat badannya kurang pak, apalagi sekarang sudah masuk 30 Minggu, tapi bobotnya masih kurang banyak pak, padahal berat badan ibunya naik ya pak? " Jelas dokter kembali.

"Iya buk? Padahal istri saya jarang makan Lo buk? Dan pekerjaan rumah selalu selesai dok." Kembali said menjelaskan keseharian istrinya.

"Nah itu dia pak? Jarang makan tapi kok gemuk, tapi kok terlihat sehat, kok bisa ini bisa itu. Tekanan bathin itu bukan berarti semua orang memperlihatkan kesedihanya pak, kalau tipe buk Tyas ini sepertinya, ' aku gak boleh cengeng, aku bisa, aku kuat, aku heppy' padahal didalam hatinya sakit. Nah itu yang berpengaruh terhadap bayinya pak. Mengerti kan pak"

Said yang mendengar langsung tertunduk, dan diam seribu bahasa. Dia merasa bersalah atas kejadian yang menimpa istrinya.

"Sudah, jangan sampai kamu sekarang yang tertekan bathin karena merasa bersalah. Tyas itu tertekan karena ulah kakak iparmu, bukan ulahmu. Jadi kamu cukup cari solusi bagaimana caranya agar bisa menjauh dari kakak iparmu itu. Ya setidaknya sampai dia melahirkan." Ucap murni sambil mengajak said menjenguk istrinya.

Said duduk ditepi ranjang yang ditiduri istrinya. Lalu memegang tangan istrinya, dan mengkecup berkali-kali tangan istrinya. Ia sudah tidak perduli dengan murni yang melihat tingkahnya.

"Maafin mas yank? Mas salah? Mas tadi Uda gertak kamu, gak peka sama kamu? Padahal kamu Uda berjuang buat anak kita." Said bicara dengan menyandarkan kepalanya didekat kepala istrinya, sambil terus menggenggam tangan Tyas.

Murni yang melihat, tanpa sada matanya berkaca-kaca. Dia teringat saat mengandung anak pertama juga dia diposisi yang sama. Namun pada waktu itu kandungan murni masih 5 bulan, dan dia harus kehilangan anaknya, akibat tekanan bathin dengan kasus yang sama seperti yang di alami Tyas.

Namun Alhamdulillah kakak ipar murni sekarang jauh lebih baik dari yang dulu.

"Id? Kakak pamit pulang ya? Kasian kembar kalau kelamaan di tinggal. Ntar motornya biar di antar sama Viky dan mas Nanang" ucap murni pada said.

"Terimakasih ya kak? Uda ngerepotin." Tidak lupa said mengucapkan rasa terimakasihnya.

Sepeninggal murni, kembali said berbicara kepada istrinya.

"Yank, mas orang yang gak ada gunanya ya? Baru hamil anak pertama aja mas Uda nyi-nyiain kamu. Gimana kalau sampai keluargamu tahu tentang ini" ucap said kembali.

Tyas yang sebenarnya sudah sadar lebih memilih menutup matanya dan pura-pura belum sadar. Namun ucapan said membuatnya terharu sampai air matanya yang sembunyi keluar dengan sendirinya.

Said yang menyadari itu langsung melihat mata istrinya. Akhirny dia tahu, bahwa istrinya pasti masih marah dengannya.

"Aku tahu kalau kamu masih marah sama mas yank? Kamu boleh hukum apa aja, kamu boleh nyuruh mas buat ngerjain semua pekerjaan, kamu boleh sruh mas buat nidurin kamu tiap hari, kamu boleh suruh mas pacaran lagi. Mas terima semuanya"

Tyas yang mendengar kalimat terakhir langsung membuka mata dan menatap tajam ke arah suaminya.

" Alhamdulillah kamu Uda sadar yank?" Peluk said pada istrinya.

"Kamu mau pacaran lagi? Iya? Anakmu belum keluar aja kamu Uda mau nambah anak lagi dari perempuan lain. Iya!!! Kalau kamu selingkuh mas! Tititmu aku potong terus aku buat Kentucky lalu aku kasih ke kucing. Ngerti kamu!!" Lalu Tyas tidu membelakangi suaminya.

Sementara said senyum-senyum dibuat tingkah istrinya, lalu dia memeluk dari belakan dan ingin naik ke atas ranjang yang sama.

"Turun!! Jangan dekat-dekat.!!" Bentak Tyas tanpa melihat ke arah suaminya.

"Yank, pacarannya kan sama kamu yank? Kamu kan belum dengar kalimat terakhirnya yank hiks hiks hiks" kini said merengek dan berakting menangis untuk mengambil simpati istrinya.

"Assalamualaikum" suara dari balik pintu kamar mengejutkan mereka.

Said langsung meloncat dari tempat tidur dan melihat seseorang yang datang mengunjungi istrinya.

"Kamu sakit apa Yas? Kamu sih, Uda dibilangin jangan tiduran saja. Banyak olahraga agar sehat" panjang lebar faedah berucap yang membuat Tyas semangkin tertekan.

Said yang melihat kakak iparnya berucap dengan tidak sopan langsung menyanggahnya.

"CUKUP KAK!!! JANGAN BUAT DIA SEMANGKIN TERTEKAN. BAHKAN PEKERJAAN DIA LEBIH SIBUK KETIMBANG KAKAK. JADI JANGAN MENGAJARI SOAL MALAS-MALASAN. KURASA KAKAK TAHU SENDIRI SIAPA YANG MENGERJAKAN PEKERJAAN RUMAH KAKAK SETIAP HARI! ADA WIKA KAN YANG KAKAK ANGGAP SEPERTI PEMBANTU. HEM!!! ANAK SENDIRI YANG HARUSNYA RAJIN MENDALAMI PELAJARAN MALA DISURUH NYELESAIN PEKERJAAN.!!" sindir said kepada kakak iparnya.

"Said!!! Berani kau bentak istriku!!!" Teriak Bandi yang juga hadir diruangan itu.

"Aku melakukan itu agar anakku mandiri dan tidak pemalas" pungkasnya.

"MANDIRI?? AGAR TAMAT SMP BISA KERJA SEBAGAI PEMBANTU KAN!!! KAMU JUGA BANG SELAMA INI AKU CUKUP SABAR. TAPI MULUTMU SEBAGAI LAKI-LAKI JUGA TIDAK BISA MENGARAHKAN PIKIRAN ISTRIMU SENDIRI. KAU BERKATA KEBANYAK ORANG BAHWA ISTRIKU SUDAH MENGATUR AKU, COBA LIHAT JUSTRU AKU YANG KERAS KEPALA TAPI KAU!!! ( tunjuk said kepada abangnya) MULUTMU MURAHAN SAMA SEPERTI ISTRIMU."  ejek said memancing abangnya.

"Sudah, ayo Bun. Kita pulang, jangan biarkan niat baik kita dibalas seperti ini" Bandi menarik tangan istrinya.

"Kami juga tidak butuh tamu yang sudah banyak memberikan hinaan" jawab said.

Setelah keduanya pergi, said dan Tyas saling diam dalam beberapa menit. Sampai akhirnya Tyas membuka suara.

"Aku belum pernah lihat mas seemosi ini, jangan lakukan lagi? Dia abangmu? Gak sopan kalau kamu bicara tinggi mas." Tyas berucap dengan menundukkan kepalanya.

" Eh gak apa-apa? Selama ini mas Uda cukup sabar hadapin mereka. Mungkin Allah pecahkan kesabaran mas khusus untuk orang-orang itu" said sudah memeluk istrinya sambil mengusap-usap punggung Tyas.

Disisi lain Tyas justru merasa bersalah atas kejadian hari itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!