"Hallo mas? Assalamualaikum." Suara Tyas menelepon suaminya yang jaraknya tidak lagi dekat.
Said menyelesaikan pekerjaannya diriau sementara Tyas menunggu waktu untuk lahiran.
Subhu itu Tyas memberikan kabar yang membuat said terkejut.
"Waalaikum sallam yank? Kok subhu-subhu nelpon ada apa?" Tanya said.
"Kayaknya aku mau lahiran deh mas." Ucap Tyas dengan santai.
Said yang mendengar penuturan istrinya hanya diam lalu...
"Kan kamu belum waktunya yank? Di hasil USG kamu lahiran di antara akhir bulan Maret dan awal bulan April yank? Nah ini masih Februari. Masih jauh, jangan bercanda." Jelas said mengingat-ingat saat mereka memeriksakan kandungan istrinya.
"Tadi aku bangun tidur, tiba-tiba keluar sendiri kayak pipis gitu mas, tapi gak berasa kalau itu pipis. Aku mikirnya itu ketuban mas? Tapi keluarnya sedikit, kalau aku bilang Mala lebih banyak pipisnya daripada air yang keluar itu." Tyas menjelaskan keadaannya.
"Kamu berasa sakit atau gak yank?" Said panik dengan kabar yang baru saja dia terima.
"Gak mas, cuma kayak biasa aja, gerak-gerak gitu si adek, tapi gak sakit" Tyas masih bisa santai dalam menjelaskan, bahkan suaranya masih terdengar sehat bugar.
"Yank kamu langsung tanya mamak atau kakak aja ya? Mas takut kamu kenapa-kenapa" said masih terus saja panik memikirkan keadaan istrinya.
"Ish gak apa-apa mas, nanti aku coba tanya. Ya udah kalau gitu dimatiin dulu ya teleponnya, nanti bunda kabarin lagi." Kini kata-kata terakhir membuat said merasa di anggap oleh istrinya, karena selama berhubungan dengan Tyas dan semenjak menikah, istrinya tidak romantis, bahkan selalu menyebut dirinya dengan sebutan mas. Dan tidak pernah mencoba untuk memberikan panggilan sayang.
"Ih mas terharu Lo, sayank bilang bunda." Ledek said.
"Apaan si ayah ini" timpal Tyas kembali. Lalu mematikan teleponnya, ya dia merasa malu dan merasa seperti anak ABG. Namun sebenarnya dengan sebutan baru itu, ia merasa semangkin kuat dan semangat. Walaupun sejujurnya dia juga sedang panik melihat cairan yang keluar tiba-tiba.
Dia berjalan keluar lalu menghampiri kamar ibunya, dan mengetuk pintu kamar tersebut.
"Mak? Uda siap belum sholatnya?" Panggil Tyas dari pintu luar kamar.
"Uda, kenapa Yas?" Terdengar suara langkah ibu Surti mendekati ke arah pintu.
Klek!!
Pintu dibuka oleh ibu Surti dan tidak lama kemudian Mira juga datang menghampiri.
"Kok basah dasternya Yas?" Tanya Mira yang melihat kearah bawah baju milik Tyas.
Dengan pertanyaan itu, Tyas menjelaskan semuanya, sontak merekapun kaget.
"Kok bisa sih Yas? Kamu salah hitung kali ya" Mira mencoba meyakinkan adiknya.
"Gak kok kak, kemaren USG juga gitu kan. Nah aku juga gak berasa apa-apa." Ucap Tyas yang belum mengerti soal proses bersalin.
Mira dan Bu Surti langsung melemparkan pandangan satu sama lain.
"Gerak gak?" Kembali Mira menekan adiknya untuk menjawab lebih diteil lagi.
"Gerak kak? Masih kayak biasa, nah ini nah kan gerak kan?" Kembali Tyas menjawab pertanyaan kakaknya sambil tangannya menunjuk kearah perutnya yang sudah bergoyang.
"Alhamdulillah" Bu Surti dan Mira menjawab bersamaan.a
"Kalau gitu, kakak mau panggil bidan sini yang sering kontrol kamu dulu" Mira cepat pergi menyalahkan motornya dan pergi menjemput bidan yang selalu mengontrol keadaan Tyas.
*
"Begini kak? Sepertinya memang mau lahiran kak Tyasnya. Masih buka satu, dibawa santai, jalan-jalan dulu aja ya kak. Kalau sudah terasa sering kontraksi, bawa aja ke Puskesmas ya kak? Tapi saya gak bisa nemenin. Anak saya terkena DBD, tapi saya sudah Carikan ganti saya kok kak, nanti disana disambut sama dia ya" bidan tersebut menjelaskan semuanya.
Setelah bidan itu pamit pulang, Mira pun mulai membersihkan rumah Dengan cepat, agar bisa lebih cepat mengantar adiknya ke puskesmas.
"Yas? Kakak mau bersihin rumah dulu ya? Kamu jalan-jalan dulu aja," ucap Mira yang berjalan kearah belakang.
" Kalau gitu, sambil nunggu kakakmu selesai, kamu latihan merangkak dulu aja Yas, biar jalannya lebih cepat terbuka" ucap Surti memberikan saran.
"Oh gitu? Ya uda gak apa-apa Mak, biar aku merangkak." Ucap Tyas penuh semangat.
Tyas mulai melakukan apa yang disuruh ibunya, dari pintu pldepan sampai pintu belakang, lalu jalan-jalan. Sesekali dia kembali mengeluarkan cairan, tanpa ia sadari. Sampai akhirnya Mira memutuskan untuk segera membawa adiknya ke puskesmas terdekat. Karena dimasa Tyas ingin lahiran surat dari pemerintah memutuskan tidak ada yang boleh melahirkan dirumah, kecuali kondisinya sudah tidak memungkinkan.
Diperjalanan Tyas masih bisa terlihat santai, bahkan masih menikmati bakso bakar yang baru saja ia beli sebelum berangkat. Sementara Mira selalu terlihat panik.
"Kamu ini mau lahiran, tapi gak kayak mau lahiran, wajahnya seger banget, Uda gitu makan terus daritadi" Mira bingung dengan sikap adiknya yang terlihat baik-baik saja tanpa panik sedikitpun.
"Itu artinya bagus kak, " masih dengan sikap santainya.
Sampainya dipuskesmas, seorang perawat perihal kedatangan mereka.
"Ada yang bisa dibantu buk?" Tanya perawat tersebut.
"Eh iya ini kak, mau periksain adik saya, mau lahiran soalnya? Tadi sempat diperiksa sama bidan Evi, tapi disuruh kesini aja" jawab Mira menimpali pertanyaan perawat.
"Lo aku pikir mau periksa aja, yakin buk mau lahiran. Masih segar Lo ini kakak ini, berarti Uda pecah ketuban ya kak?" Ucap perawat kembali.
"Sudah? Dari subuh tadi" jawab Tyas.
"Ini masih jam 10 apakah sudah ada kontraksi kak? Kebetulan yang menggantikan bidan Evi belum datang" tanya si perawat.
"Belum, biasa aja kak, cuma kayak gerak bayi kayak biasa dirasain aja sih." Jujur Tyas.
Lama menunggu akhirnya bidan yang menggantikan bidan Evi datang. Tyas hanya bisa jalan kesana kemari seperti yang dianjurkan perawat tersebut.
"Duh sudah lama banget ya buk nunggunya, tadi saya nolongin lahiran dulu buk dirumah tetangga, kebetulan perawat nelpon katany belum ada kontraksi, jadi saya selesaikan yang disana dulu" bidan tersebut berbicara dengan nada yang tidak enakkan.
"Gak apa-apa buk? Oh ya emang boleh lahiran dirumah buk?" Jawab Tyas.
Bidan tersebut melirik kearah tyas, dia seperti tidak percaya dengan kondisi Tyas yang akan melahirkan. Karena seperti tidak memiliki beban dan sangat santai.
" Keburu nongol buk kepalanya, jadi ya mau gimana lagi. Oh iya Bidan Evi bilang, baru mau lahiran anak pertama ya buk? Duh bagus banget ini, gak kelihatan cemasnya." Ucap bidan tersebut.
"Heheh iya buk, tapi adik saya ini kandungannya baru 30 Minggu Lo dok" jelas Mira kepada sang bidan.
"Kalau gitu biar saya periksa dulu ya buk." Ucap dokter kembali.
Lalu sang bidan memeriksa kondisi Tyas.
"Masih buka satu buk, lama ya buk? Bener gak ada kontraksi buk." Tanya sang bidan. Lalu Tyas hanya menjelaskan tidak merasakan sakit seperti buang air besar ataupun yang lainnya. Dia hanya merasakan gerak bayi saja.
"Baiklah kita tunggu sebentar lagi ya buk, nanti kalau gak ada perkembangan, kita perangsang saja" ucap bidan tersebut.
Lama menunggu, justru sang bidan kini sedang membantu proses lahiran yang lain. Karena Mira dan Tyas belum merasakan kontraksi jadi urung untuk mengganggu bidan tersebut. Lalu seorang dokter pria melewati mereka dan bertanya.
"Mau periksa kandungan buk?" Tanya sang dokter.
"Tidak dok? Saya mau lahiran. Dari subuh tadi sudah mengeluarkan tanda, tapi keluarnya sedikit tapi sering" jawab tyas kepada sang dokter.
Tampak wajah sang dokter terkejut.
"Kok belum ditangani, biar saya periksa, Ayuk buk? Memang saya bukan dokter kandungan tapi saya tahu jika harus memeriksa." Ucap sang dokter.
Kini sang dokter sudah memakai sarung tangan dan memasukkan tangannya ke cairan yang sama seperti digunakan bidan yang sempat memeriksa Tyas. Karena tau apa yang akan dilakukan sang dokter, dengan cepat Tyas menutup kakinya rapat-rapat.
"Dok, yang perempuan aja," ucap Tyas malu.
"Gak apa-apa buk? Ini sudah lebih dari perkiraan Lo buk, kasian bayinya kalau harus menunggu lama. " Sang dokter meyakinkan Tyas.
Akhirnya Tyas menurut dan diperiksa sang dokter. Setelah memeriksa pembukaan jalan, lalu sang dokter memeriksa detak jantung bayi dengan alat yang ada. Lalu sang dokter menarik nafas panjang, lalu di hembuskan dengan kasar.
"Kenapa dok?" Tanya Mira.
Sang dokter hanya keluar ruangan lalu berteriak memanggil salah satu perawat.
"Tolong kamu panggilkan bidan Risa, suruh masuk keruangan saya." Ucap pria tersebut lalu menghampiri Mira dan Tyas yang sudah duduk didepan meja miliknya.
"Nanti saya jelaskan setelah bidan Risa datang ya buk" ucap sang dokter kembali.
Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang. Dia juga heran dengan kehadiran Tyas diruangan tersebut.
"Buk Risa kenapa tidak segera ambil tindakan cepat? Sampai jam segini pasien ibu masih mengalami pembukaan satu. Air ketuban juga kering, padahal kalau saya periksa, bayinya tidak besar." Tatap sang dokter pada buk Risa bidan yang menangani Tyas.
"Tadinya saya tidak mau cepat ambil kesimpulan dok, apalagi buk Tyas juga tidak merasakan kontraksi" ucap sang bidan.
"Tapi dari subhu sampai jam 8 malam begini apa bisa menunggu. Bahkan jalan satu-satunya yang harus di ambil adalah secar." Ucap sang dokter.
Lantas sang bidan terkejut, lalu mempersiapkan ambulance untuk membawa Tyas kerumah sakit terdekat. Dia tidak perlu memeriksa kembali, karena dia percaya dengan dokter umum tersebut.
Tiba-tiba wajah Tyas yang terlihat segar langsung berubah pucat Pasih. Bidan langsung memeriksa tensi Tyas. Benar saja tensi Tyas langsung naik setelah mendengar tuturan sang dokter.
"Tidak apa buk? Bahkan sekarang Mala lebih banyak yang menginginkan secar, gak sakit kok buk?" Ucap sang dokter memberikan ketenangan Karena melihat Tyas yang cemas.
"Aku mau telepon mas said kak"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments