Oeeeee... Oeeee...
Terdengar suara putri kecil Tyas yang membuatnya merasa bahagia, terharu, dan ingin segera mencium seluruh wajah putrinya.
"Itu suara tangis putrinya ya Ibuk, selamat anaknya perempuan? Tapi biar dibersihkan dulu ya buk?." Ucap seorang dokter yang menangani operasi secar tersebut.
Awalnya Tyas merasa curiga, mengapa anaknya tidak langsung diletakkan di dadanya seperti orang-orang yang melahirkan pada umumnya. Namun dia tetap berpositif thinking, karena sang dokter bilang kalau anaknya ingin segera dibersihkan.
"Ibuk? Perutnya mau dijahit dulu ya buk? Nanti kalau tubuhnya terasa digoyang seperti ini ( perawat menggulingkan lengan tyas ke kanan dan ke kiri) jangan kaget ya buk, tidak sakit kok." Ucap seorang perawat lelaki yang selalu memecah lamunan tyas.
Tidak lama dia merasakan tubuhnya seperti di tarik ke kiri lalu di tarik ke kanan, namun dia tidak merasakan sakit sama sekali. Setelah selesai, Tyas dipindahkan ke Brankar (kasur dorong pasien) yang lain. Lalu didorong ke kamar inap yang sebelumnya ditempati Tyas.
Di kamar itu sudah ada Mira yang menjaganya, namun said masih dalam perjalanan.
" Buat Ibuk? Jangan makan minum dulu sebelum ibuknya buang angin ya buk? Harus puasa dulu, biasanya 12 jam, tapi ada yang 8 jam sudah buang angin lalu boleh makan ya. Oh ya Asinya sudah keluar belum Ibuk?." tanya sang dokter kepada Tyas.
" Kemarin sempat pernah keluar dok? Tapi gak banyak, kalau sekarang sepertinya Mala gak keluar dok." Jawab Tyas.
"Tidak apa-apa? Nanti biar ditambahkan vitamin ya buk? Kalau begitu saya tinggal dulu ya Ibuk.?" Pamit sang dokter kepada Tyas dan Mira.
"Kak kok si adek gak dibawa kemari ya? Itu kakak yang dikamar sebelah kemarin anaknya ada di box diruangan yang sama." Tanya Tyas.
"Mungkin karena Asinya belum keluar." Jawab Mira dengan wajah tegang.
Tyas memperhatikan wajah kakaknya yang gelisah, namun saat ingin bertanya Mira sudah lebih dulu bertanya kepada Tyas.
"Yas makan minumnya kalau sudah buang angin kan."
"Iya kak?" Jawab Tyas. Beberapa menit kemudian "mas said sudah sampai mana kak?" Tanya Tyas kembali.
"Ohh... Sebentar lagi dia sampai mungkin sekitar 2 jam lagi" ucap sang kakak.
Tidak lama berbincang, Mira meminta ijin sebentar buat telepon Abang mereka yang bernama Kris. Sayangnya Tyas yang berniat ingin menguping tidak dapat mendengar ucapan Mira. Karena dia yang belum bisa bergerak sama sekali, akibat obat bius paskah operasi.
Tyas merasa tenggorokannya sangat amat kering, bahkan dia merasa itu adalah puasa yang sangat amat lelah. Dia merasakan haus yang sangat berlebihan. Tidak lama abangnya Kris datang bersama istri dan anak angkatnya.
Mereka membawa keperluan Tyas, serta membawa buah-buahan dan makanan untuk Tyas dan Mira.
"Ya Allah Yas? Kok bisa begini sih?". Tanya Hilda panik, lalu pandangannya beralih kepada Mira " oh iya mir, itu titipan susu buat si adek ada di tas kakak. Tadi gak muat kantong plastiknya, duhhh carinya itu sudah ternyata, soalnya kan susu khusus" ucap Hilda tenang.
Tyas langsung melirik ke arah Mira, yang sudah melotot ke arah Hilda untuk memberikan kode. Tyas merasa curiga, mengapa anaknya harus minum susu khusus.
"Kak? Kok si adek harus minum susu khusus, asi aku bisa keluar Lo" tanya Tyas pada Mira.
Hilda langsung terdiam, memandang ke arah Tyas dan Mira bergantian, karena dia tidak tahu jika Tyas tidak diberitahu soal rahasia tersebut. Hilda langsung bungkam dan pamit keluar menyusul suaminya yang sedang mengumandangkan Iqamah di telinga anak Tyas. Karena Kriss ingin keponakkannya mendengar lafaz Allah terlebih dahulu sebelum mendengar perkataan yang tidak baik-baik.
" Untuk sementara Yas, asimu kan belum keluar banyak? Dokter takut si adek dehidrasi, nanti kuning kalau sampai kekurangan cairan." Mira meyakinkan Tyas dengan baik.
Waktupun bergerak lebih cepat, said sudah sampai dan langsung melihat istrinya lebih dahulu. Karena ia tahu kalau istrinya lebih membutuhkan dukungannya untuk saat ini.
"Assalamualaikum.." said masuk keruangan inap Tyas.
"Waalaikum sallam..." Semua orang yang ada di ruangan langsung menjawab salam said.
"Sehat kan yank? Semangat." Said menggenggam tangan istrinya lalu mengecup kening istrinya didepan keluarga Tyas.
Said yang juga sudah diberikan tentang kondisi anaknya mencoba menyimpan rahasia itu terlebih dahulu dari istrinya. Karena dia juga tidak ingin istrinya drop, apalagi sekarang dia belum benar-benar pulih, masih menjalani puasa dan belum masuk makanan sama sekali.
"Yah? Bunda pengen lihat si adek. Boleh gak si adek dibawah kemari kayak orang yang ada diruangan sebelah." Ucap Tyas memohon pada suaminya.
"Cieeee Uda bisa kamu panggil ayah bunda yank?" Ledek said mengulur waktu untuk menjawab pertanyaan istrinya.
"Apaan sih" ketus Tyas.
"Tenang aja bunda? Nanti biar ayah yang ngomong sama dokternya." Said mencoba meyakinkan Tyas.
Pagi pun menjelang, sampai kesiang bahkan malam kembali, namun Tyas belum diperbolehkan bertemu dengan putrinya. Dokter Mala menyarankan agar Tyas menampung Asinya lalu diantar keruangan bayi. Dan akhirnya Tyas bertambah curiga dengan orang-orang yang menyembunyikan identitas anaknya. Dia yang sudah mulai belajar bangkit, dan sudah dapat mengisi perutnya mencoba bangkit dan berjalan ke luar ruangan saat yang lain tidak menjaga, karena mereka juga sedang ada yang sedang melihat si Ade dan juga ada yang sedang mencari makanan.
Saat kaki Tyas belum keluar dari ruangan tersebut, justru dia berhenti sambil berpegangan dengan tembok. Lalu menarik nafas, dan kembali melanjutkan langkahnya dengan tertatih-tatih. Sementara said yang dari ruangan bayi kembali berjalan untuk menjaga istrinya. Saat ia masuk kedalam ruangan istrinya dia terkejut dengan apa yang ia lihat.
"Bunda ngapain?, Jangan jalan sendirian, mau ke kamar mandi?" Tanya said memastikan tujuan istrinya. Dia tidak tega melihat istrinya jalan tertatih dan sedikit membungkuk menahan sakit juga dengan sebelah tangannya menopang perut bagian bawahnya.
Setelah mendapat pertanyaan dari suaminya Tyas menggeleng lalu menangis.
"Kenapa?" Said menatap mata istrinya lalu tangannya menghapus butiran bening di pipi putih istrinya.
"Aku cuma pengen lihat si adek, tapi kenapa gak diberi izin, aku tahu pasti kalian menyembunyikan sesuatu dariku." Isak Tyas. Bersamaan dengan itu Kris dan yang lainnya juga sudah ada diruangan Tyas.
Said menceritakan kejadian saat Tyas ditinggal sendiri diruangan itu, mendengar penjelasan itu Hilda tiba-tiba memecah keheningan.
"Beri tahu Tyas yah." Ucap Hilda pada suaminya.
"Dokter masih melarang, dua hari lagi Tyas baru boleh menemui si adek." Tegas Kriss yang ingin kebaikan keduanya.
"Kenapa harus dua hari lagi!!!" Bentak Tyas kepada semuanya.
"Yah. Tyas itu juga pengen bertemu si adek, si adek juga pasti gitu. Ikatan bathin antara ibu dan anak itu pasti bisa menjadi suatu hal positif. Aku gak pernah melahirkan yah? Tapi menunggu sesuatu yang tidak pernah kita tahu hasilnya dan sebabnya apa itu tidak akan membuat hati lega." Hilda sedikit tegas berucap dengan Kriss suaminya.
Tyas mengangguk setuju dengan kakak iparnya yang juga sudah seperti kakak kandungnya sendiri. Terkadang dia harus membandingkan keluarganya dan keluarga suaminya. Jika dikeluarkannya semua anak mantu, bicara seperti saudara kandung semua, hanya sedikit hal kecil yang kadang membuat mereka beda pendapat. Namun jika di rumah keluarga suaminya ya mereka menganggap bahwa ipar ya tetap ipar. Bahkan said sendiri lebih senang tinggal dirumah keluarga Tyas dibanding keluarganya sendiri.
"Ya udah coba kamu tanya said saja, dia yang lebih berhak." Ucap Kriss yang masih menginginkan kebaikan.
Tyas memandang iba kepada suaminya, sementara said tidak tega, tapi jika dikeluarkan bagaimana nasib anaknya. Sesaat dia punya jalan keluarnya.
"Begini saja Bun? Ayah janji besok pagi bunda bisa lihat si adek, tapi si adek gak kita bawa ke sini seperti permintaan bunda. Tapi bunda yang bakal lihat adek ke sana? Pakai kursi roda. Gimana?" Bujuk said.
Tyas masih diam mendengar perkataan suaminya.
"Mas janji besok pagi-pagi banget. Yang terpenting sekarang bunda istirahat dulu, jangan seperti ini. Seorang ibu kalau mau ngurusin anak, harus dalam keadaan fit dan happy, biar sia adek juga nyaman nantinya." Said masih mencoba lebih keras untuk meyakinkan istrinya.
Lama terdiam akhirnya Tyas mengangguk, semua orang yang ada di ruangan merasa lega dengan keputusan said.
Keesokan harinya Tyas sudah lebih dulu bangun , ia pun mencoba membangunkan suaminya, said pun bangun mendekati istirnya.
"Bunda mau makan?." Said masih setengah sadar bertanya pada Tyas, dan terus mengkucek matanya.
HahaHaH..
Tyas tertawa melihat suaminya.
"Kenapa? Kok tertawa!" Ucap said bingung.
"Coba ayah lihat ini." Tyas membuka kamera ponsel lalu memperlihatkan layarnya ke said.
"Anj*r!!! Ini kerjaan bang Kriss ini pasti." Ucap said langsung mendatangi kakak iparnya dan menindih tubuhnya.
"Lagian kenapa juga bisa begitu yah? Mana iler di mana-mana, lipstik, alis shadow. Belajar di mana sih ayah itu, kayak ondel-ondel" cerca Tyas merasa lucu dengan tingkah said yang memiting tubuh kakak iparnya. Sementara Kriss masih saja tidur dan..
Duuuuttt!!!!!
Said menjauh dari kakak iparnya yang belum terbangun, justru dia mendapatkan serangan tiba-tiba dari Hilda yang tidur disamping suaminya.
Ahahahahahhahah..
Tyas semangkin tidak dapat menahan tawanya sambil memegangi perutnya yang baru di operasi.
"Mas sudah sini. Itu karma buat kamu!! Jangan buat aku tertawa terus, perutku sakit kalau dibuat tertawa." Ucap Tyas "ayolah antar aku sama si adek" sambungnya kembali.
Said segera membersihkan wajahnya, lalu meminta izin Tyas untuk menemui perawat yang sedang menjaga terlebih dahulu, Tyas pun menyetujuinya.
Said turun ke bawah lalu tidak berapa lama kembali menemui istrinya.
"Apa kata perawatnya yah?" Tyas tidak sabar menunggu jawaban suaminya yang masih baru melangkah masuk.
"Kata perawatnya boleh, kalau kamu yang ke sana, nih Uda ayah bawain kursi rodanya." Tanpa dibantu oleh said Tyas sudah duduk terlebih dahulu menurunkan bokongnya.
Mereka menyusuri setiap lorong lalu berhenti di kamar yang sedang dijaga oleh beberapa perawat. Lalu mereka dibantu seorang perawat untuk menemui anaknya.
"Ini dia putri kecil kita Bun?." Ucap said menunjuk salah satu box.
Tyas tersenyum melihat putrinya yang terbalut dengan kain sebagai penghangat tubuhnya. Namun yang membuat Tyas heran, mengapa box anaknya berbeda dengan box bayi yang lainnya. Lalu dia membaca nama bayi mereka dan berat badan yang sudah tertera.
Tyas menangis, melihat tubuh mungil bayinya. Tadinya ia masih merasa baik-baik saja pada bayinya, karena dililit jadi tidak memperlihatkan tubuh mungilnya.
Tyas masih belum ingin beranjak dari duduknya, lama mereka di ruangan itu membuat Kris, Hilda dan Mira mencari keberadaan said dan Tyas. Tanpa sulit mencari mereka sudah menemukan dimana adiknya berada. Lalu mereka hanya dapat melihat dari luar ruangan kaca tersebut, karena tidak diperbolehkan terlalu banyak orang di ruangan bayi.
Tyas yang terus menangis, memancing salah satu dokter kandungan yang sedang melintasi ruangan itu. Kebetulan dokter tersebut ingin menggantikan salah satu tugas dokter yang malam tadi.
"Apa ibunya sudah diberi tahu?" Ucap sang dokter kepada Kriss.
"Belum dok? Dia hanya ingin melihat anakny. Kemungkinan sekarang sudah tahu dok?" Jawab Kris sambil memperhatikan adiknya.
Dokter tersebut segera masuk keruangan tersebut.
"Buk? Bayinya sehat kok? Hanya berat badannya saja yang kurang, tapi dari hasil Ronsen kondisinya sangat baik, kemungkinan besar untuk nambah berat badannya akan lebih cepat. Jangan khawatir??" Sang dokter memberikan motivasi sambil mengelus Penggung Tyas.
Dokter tersebut mengeluarkan bayi mereka lalu membuka lilitan kainnya, sontak Tyas tampak semangkin sedih melihat kondisi anaknya yang mungil dengan kulit yang masih keriput dan kepala yang sangat lembut. Namun sang dokter tidak memperdulikan hal tersebut, dia justru memberikan bayi itu ke pangkuan Tyas.
"Katanya asinya belum keluar, coba sekarang ibu coba, liur si bayi bisa jadi perangsang agar asinya lebih cepat keluar."
Tyas menerima anaknya dalam gendongan, lalu ia melihat sang dokter tampak malu mengeluarkan payuda**nya, dokter mengerti dengan sikap Tyas.
"Tidak apa buk? Jangan malu, saya dokternya disini." Sang dokter membenarkan.
Lalu Tyas mencoba memasukkan put*ngnya ke mulut anaknya, siapa sangka anak sekecil itu justru cepat mencari, dan Tyas menangis terharu karena setelahnya payuda**nya semangkin terasa kencang dan seperti ingin mengeluarkan sesuatu.
"Terasa kencang dan seperti ada yang keluar dok?" Jelas Tyas dengan suara tangis harunya.
Seketika orang yang ada diluar ruangan juga menangis melihat hal itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments