Di pagi hari Dinda, harus bisa membagi tenaganya yang sibuk mengurus Syena, menyiapkan sarapan untuk Rey. Sedangkan Rey, hanya duduk manis seraya memainkan gawainya tanpa ingin membantu Dinda, sama sekali.
"Sayang bisakah kamu gendong Syena, sebentar. Aku sedang memasak air."
"Sebentar aku sedang tanggung, bermain game nanti kalah."
Dinda, membelalakan matanya tidak habis pikir pada suaminya yang lebih mementingkan gamenya di banding dengan putrinya. Dinda, menjadi kesal dan melangkah mendekati Rey, lalu
Brakk,
Mata Rey, melotot melihat gawainya yang terjatuh di bawah lantai karena Dinda melemparnya. Rey, menjadi kesal dan marah pada Dinda.
"Sayang kamu!"
"Apa? Mau marah! Bisa-bisanya kamu main game saat aku sedang sibuk seperti ini. Aku hanya memintamu untuk menggendong Syena, tapi kamu malah mementingkan game yang tak berguna begitu."
Dinda sudah tidak bisa lagi menahan amarahnya, rasa kesal, pusing, stres semua jadi satu punya suami bukannya membantu malah menambah masalah dan sama sekali tidak bisa membantunya. Baik dalam pekerjaan rumah, atau pun yang lainnya.
"Aku sudah capek Rey, kalau begini terus. Lebih baik kamu yang urus Syena, aku akan bekerja." Mata Rey, langsung membulat saat mendengar Dinda, ingin kembali bekerja.
Dinda, sangat pintar dulunya dia adalah seorang sekretaris CEO, yang pasti gajinya tiap bulan sangatlah besar. Namun, demi Syena dan Rey, setelah menikah Dinda, meninggalkan pekerjaanya itu dan memilih untuk mengabdi pada suaminya dan merawat putri kecilnya. Namun, bukannya mendapat kebahagiaan malah mendapat kesusahan.
"Jangan sayang, kalau kamu kerja siapa yang jaga Syena. Biar aku saja yang kerja." Dinda, menatap tajam mata Rey.
"Baiklah, aku setuju tapi aku minta uang bulananku di naikan."
"Kok gitu sayang, uang lima juta setiap bulan ku kasih sudah besar loh." Sanggah Rey, yang keberatan jika harus menambah uang bulanan. Dinda, membuang nafas kasar.
"Gajihmu 20 sampai 30 juta, aku tahu gaji seorang manajer. Setiap bulan kamu kasih aku lima juta sisanya kamu kemanakan? Saat aku meminta uang buat beli susu Syena saja kamu selalu tidak punya."
"Sayang, kamu kan tahu aku harus bayar cicilan mobil, belum rumah, jadi sisanya itu untuk bayar cicilan. Lagian keadaan perusahaan sekarang sedang kacau, jadi kadang uang gaji di tunda atau di potong."
"Bukan kah bayar mobil hanya tiga juta, dan rumah, rumah ini bukannya ibumu yang membelikan lalu rumah yang mana yang kamu bayar?"
Rey, jadi gelagapan saat mendapatkan pertanyaan dari Dinda. Setelah menikah Rey, sudah memiliki rumah pemberian dari orangtuanya. Karena keadaan Rey, tidak terlalu miskin. Maka pada saat Rey, bilang jika dia bayar cicil rumah Dinda, merasa heran dan aneh.
"Begini sayang. Sebenarnya mama sedang membutuhkan uang dan saat itu terpaksa aku menggadaikan surat rumah kita ke BANK jadi, sekarang aku harus mencicilnya tiap bulan. Maaf ya aku tidak memberitahu."
"Bisa-bisanya kamu menggadaikan surat rumah. Seharusnya kamu bilang dulu padaku karena ini sudah menjadi rumah kita bukan rumah mama. Sekarang kita yang harus menanggungnya, kan."
"Iya, maaf. Sudah jangan marah-marah. Sekarang aku bantu jagain Syena, ya." Rey, pun mengambil alih Syena, yang berada dalam gendongan Dinda.
****
Dinda, berlarin kecil seraya menggendong Syena. Rasa panik seorang ibu kembali muncul saat menyentuh kening Syena, yang sangat panas. Pantas saja Syena, tidak berhenti menangis mungkin karena sedang merasakan sakit pada tubuhnya.
Dinda berlari menuju resepsionis rumah sakit untuk membawa Syena berobat. Namun, pihak rumah sakit tidak bisa menerimanya sebelum Dinda, membayar uang muka sebesar satu juta.
"Suster nanti saya bayar sisanya. Anak saya sedang sakit suster tolong biarkan kami masuk ya! Ini saya DP 200 ribu saja dulu."
"Maat Bu, ini sudah peraturan rumah sakit kami. Ibu bisa bayar uang muka sebesar satu juta baru bisa masuk."
Dinda, benar-benar tidak berdaya. Langkahnya terasa lemas, Dinda, berjalan menuju kursi tunggu seraya menggendong Syena, yang terus menangis. Tatapan matanya begitu kosong Dinda sudah lelah menghadapi hidupnya yang sengsara seperti ini.
Dulu, saat masih bekerja dan berkarir uang satu juta sangat mudah baginya tapi sekarang sulit ia dapatkan. Dinda, mencoba menahan tangisnya lalu menghubungi Rey, yang kini sedang bekerja.
"Halo, sayang ada apa?"
"Rey, Syena, sakit panasnya tinggi. Aku sudah membawanya ke rumah sakit tapi … aku hanya punya uang 200 ribu sedangkan pihak rumah sakit meminta satu juta. Aku mohon Rey, datanglah kesini Syena, butuh pengobatan."
"Maaf sayang aku sedang meeting nanti ku telepon lagi."
Rey, mematikan teleponnya begitu saja. Membuat Dinda, diam termangu. Seketika Dinda terisak, mata yamg sudah berembun kini tidak bisa ia tahan lagi. Di saat bayinya sedang sakit Dinda, tidak bisa mengobatinya. Membuat hati Dinda, terluka karena tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk putrinya bahkan membayar uang rumah sakit saja tidak mampu.
"Dinda!" Panggilan seorang wanita mengejutkannya.
****
Dinda, merasa tenang karena Syena, sudah di obati dokter saat ini. Beruntung Dinda, bertemu dengan Karin, saat di rumah sakit. Yang dengan mudahnya memberikan uang satu juta untuk biaya pendaftaran bahkan Karin, memberikannya uang satu juta lagi untuk biaya pengobatan Syena.
Dinda, menidurkan Syena, di tempat tidurnya. Lalu Dinda, berjalan ke arah cermin dan menatap tubuhnya dari bawah hingga atas. Dinda, teringat ucapan Karin, tadi siang. Yang mengatakan keadaan dirinya yang menyedihkan.
"Dinda, apa Rey, tidak pernah memberimu uang lebih? Membelikanmu pakaian?" Kamu benar-benar bukan Dinda, yang dulu," ucap Karin, yang melihat keadaan Dinda yang lusuh.
Dinda, hanya menatap dirinya yang sekarang. Memakai kaos oblong yang kucel, dengan celana jens yang dekil, dan wajah yang pucat tanpa makeup. Berbeda, dengan kehidupannya yang dulu yang modis dan cantik. Bahkan rambutnya pun terlihat berantakan yang tak pernah ia rawat.
"Menyedihkan sekali hidupku ini," gumam Dinda, lirih.
Jangankan untuk membeli baju dan skincare, untuk kehidupan sehari-hari saja Dinda, masih kekurangan uang. Sedangkan Rey, tidak pernah memperhatikan dirinya.
BRAKK,
Suara pintu mengejutkannya. Rey, baru saja pulang bekerja, dengan santainya Rey, merebahkan tubuhnya di atas sofa seraya memainkan gawai barunya.
"Kamu beli handphone?" tanya Dinda, yang mengalihkan pandangan Rey.
"Ya, karena gawaiku rusak tadi kamu lempar," ketus Rey, tanpa melirik ke arah Dinda.
"Sekarang mana uang dua juta." pinta Dinda, membuat Rey, terhenyak.
"Dua juta untuk apa?" tanya Rey tanpa rasa berdosa.
Tanpa berkata Dinda, langsung memberikan selembar bil, yang tertulis jelas jumlah nominal yang di bayar yaitu dua juta rupiah. Uang pemberian Karin, yang menanggung pengobatan Syena.
"Uang pengobatan Syena. Aku sudah menghubungimu dan memohon agar kamu datang ke rumah sakit atau mengirimkanku uang. Tapi kamu malah menutup teleponnya. Kamu tahu saat itu aku hanya bisa, menangis melihat keadaan Syena, yang tak berdaya. Tapi kamu sebagai ayahnya sama sekali tidak pernah khawatir."
"Maaf sayang, tadi aku benar-benar lupa. Lalu dari mana kamu dapatkan uang ini?"
"Dari mana lagi kalau bukan Mba Karin."
"Ya sudah, sekarang kamu bayar ya. Ini uang dua juta sama uang belanja tiga juta buat kamu."
"Tumben, bukannya belum gajihan? Apa kamu lagi banyak uang?" Dinda, merasa aneh dari kemarin Rey, selalu banyak alasan saat di mintai uang tapi sekarang Rey, dengan mudahnya memberikan uang padanya.
"Hari ini aku dapat rezeki lebih," jawab Rey, singkat. Namun tanpa Dinda tahu, Rey, mendapat proyek besar sehingga bonus yang di dapat sangatlah besar dan menguntungkan.
Bahkan Rey, membelikan kalung mewah untuk wanita lain yang menjadi kekasihnya.
"Terima kasih sayang."
"Sama-sama sayang. Oh ya, malam ini kita makan di luar ya, aku ingin mengajakmu jalan-jalan." Goda, Rey, yang mendadak romantis membuat hati Dinda, luluh kembali dalam seketika masalah yang tengah terjadi bisa Dinda lupakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
TK
⭐⭐⭐⭐⭐ keren 👍
2022-10-11
0
erenn_na
wesss, tak tendang 😩😩😩😩
2022-07-22
0