Fitnah

Lani yang baru saja masuk ke ruangan Raina, ingin menanyakan sesuatu hal, dia begitu terkejut melihat Raina pingsan, lalu dia memanggil karyawan lain dan memindahkan wanita itu dari lantai ke atas sofa.

Lani mengoleskan sedikit minyak angin di jari telunjuknya dan mendekatkannya pada hidung Raina, berharap temannya itu cepat sadar.

Saat Raina siuman, dia memeluk tubuh Lani dengan erat, menangis sejadi-jadinya.

Raihan yang mendapat laporan jika sekretarisnya itu pingsan, dia merasa cemas namun bercampur kecewa yang tadi masih dirasakannya. Ingin peduli namun berusaha mengacuhkan pacarnya itu.

"Dia pingsan? Kalau dia sudah siuman, biarkan dia pulang diantar oleh salah satu temannya saja..!" Ucap Raiha pada salah satu karyawannya yang datang melapor

Raihan berusaha tidak peduli, pengkhianat mau pingsan atau sakit, terserah, aku gak peduli. Batin Raihan

Lani ingin mengantar sahabatnya itu pulang, namun karena dia tidak bisa membawa mobil, akhirnya Raina diantar oleh Renata.

Renata membawa mobil Raina, dan nanti akan kembali ke kantor dengan menggunakan taksi.

Lina merasa heran kenapa sahabatnya itu bisa tiba-tiba sedih, bukannya tadi dia masih tertawa bersamanya.

Dia kenapa? Aku jadi khawatir, pak Raihan juga sepertinya tidak peduli, apa dia takut ketahuan banyak orang ya? Sepertinya memang begitu. Pikir Lani

***

Sementara itu, di rumah kediaman keluarga Lisa, tepatnya di kamar Imelda.

Wanita itu tertawa bahagia, dia telah mendapatkan uang banyak dan melempar kesalahannya pada orang lain.

"Hahaha.. rasain kamu Raina, aku yang mendapatkan untung penjualan itu, tapi malah kamu yang menerima akibatnya." Ucap Imelda 

Dia membaringkan tubuhnya diranjang.

Semoga saja rencanaku berjalan mulus, aku bisa mendapatkan uang banyak sekaligus menyingkirkan wanita itu. Batin Imelda

Panggilan masuk ke ponsel Imelda.

"Mel, uang nya udah masuk ke rekening papah." Pak Guntur

"Iya pah bagus deh, jangan dihabiskan begitu saja pah..! Aku susah payah mencarinya." Imelda

"Iya papah tau, papah mau memperbesar bisnis papah." Pak Guntur

"Iya, ini terakhir kali ya pah." Imelda

"Kamu ini pelit sekali, keluarga Raihan kan kaya raya, kamu kuras semuanya..!" Pak Guntur

"Hmm.. kalau bicara aja sih mudah pah, tapi kan perlu rencana yang matang." Imelda

"Papah terima beres aja, terserah kamu mau bikin rencana apa." Pak Guntur

Lelaki itu menutup teleponnya, setelah mendapatkan uang sepertinya lelaki itu merasa senang.

Iya, papah terima beres dan terima uangnya juga, padahal aku yang bekerja keras. Keluh imelda dalam hati

Ponsel Imelda berbunyi lagi.

"Papah mau apa lagi sih? Bikin aku pusing." Keluh Imelda

Namun ternyata dugaannya salah, itu telepon dari Riri kaki tangannya di kantor suaminya.

"Bagaimana tugasmu, sudah beres?." Imelda

"Sudah bu, Raina bahkan tadi sudah diantar pulang karena pingsan, sepertinya dia kaget dengan fitnah itu." Riri

"Bagus, jangan sampai kamu ketahuan!" Imelda

"Iya bu, siap." Riri

"Kamu sudah menyimpan bukti itu di ruangan Raina kan?." Imelda

"Sudah bu, saya pastikan benda itu akan ditemukan Pak Raihan dan dia akan percaya jika Raina yang melakukannya, aku puas bu melihat dia menangis, bahkan dia sepertinya ketakutan." Riri

"Ok bagus, nanti bayarannya aku transfer." Imelda

"Makasih bu." Riri

***

Di kantor, saat Lani merasa sedih mengingat sahabatnya itu. Entah mengapa dia malah merasa sakit perut.

Lagi sedih, malah mules begini. Pikir Lani

Dia pergi ke toilet untuk menuntaskan rasa mulesnya, saat Lani sedang di toilet dia berniat keluar dan membuka pintu toilet namun dia mendengar suara yang tidak asing.

Lani mendengar Riri yang sedang menelepon, saat terdengar nama Raina, dia langsung merekam pembicaraan wanita itu.

Oh jadi Raina di fitnah, pantas saja dia sampai pingsan, pasti fitnahnya berat. Pikir Lani

"Akan aku simpan bukti ini, aku tidak akan membiarkan sahabatku menderita." Ucap Lani pelan

Dia tetap diam di sana selama 15 menit setelah suara Riri hilang, wanita itu sebenarnya penakut, saking takutnya ketahuan dia berdiam diri sangat lama di toilet.

Lani keluar dengan mengendap-ngendap, kemudian dia kembali ke meja kerjanya. Dia berencana memberikan rekaman itu disaat semua karyawan sudah pulang, biasanya Pak Raihan pulang paling akhir.

Waktu berlalu begitu cepat, namun bagi Lani waktu begitu lambat, dia memegang bukti yang membuat hatinya tidak tenang.

Aku harus cepat memberikan rekaman ini, aku tidak bisa hidup dalam kecemasan seperti ini. Batin Lani

Bahkan Lani sampai berkeringat dingin karena takut dan cemas.

"Lo kenapa Lan, emang disini panas ya, sampe keringetan gitu?." Riri

Deg.

Kenapa dia datang kesini sih? Bikin gue tambah gugup aja, bukannya suara tadi suara Riri ya? Astaga, aku harus bagaimana? Pikir Lani

"Gapapa, gue kayaknya kurang enak badan deh." Lani

"Ya udah pulang aja..!" Riri

"Nanggung Ri, satu jam lagi juga pulang." Lani

"Ok deh, terserah lo ya..! Yang penting gue udah ingetin lo." Riri, dia berlalu pergi.

"Akhirnya dia pergi." Ucap Lani merasa sedikit lega.

Akhirnya jam menunjukkan waktu pulang, Lani menunggu Raihan keluar dari ruangannya, benar saja Bos nya itu pulang terlambat.

Lani memberanikan diri menghampiri Raihan ke ruangannya.

Tok

Tok

Tok

Padahal sudah waktunya pulang, siapa ya? Pikir Raihan

"Masuk.." Raihan

"Permisi pak, saya ingin memberikan bukti rekaman pak." Lani

"Rekaman tentang apa?." Raihan

"Masalah Raina pak." Lani

"Sudahlah, aku sedang pusing, sedang tidak ingin membahas wanita yang berkhianat, yang bermuka dua." Raihan

"Tapi pak, ini penting." Lani

"Lain kali saja, aku sedang sibuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan temanmu itu, keluar..!" Raihan

Lani dengan pasrah keluar dari ruangan itu, ternyata tidak segampang itu menyelesaikan masalah sahabatnya itu. Dia memilih pulang dan menyimpan rekamannya itu, dia berniat menyalin rekaman itu ke laptopnya di rumah dan juga mengirimkannya pada Raina.

***

Hari sudah sore, namun Raina masih saja di dalam kamarnya, bahkan dia tidak mau makan.

Bu Ana yang khawatir, membawa makanan dan mengantarnya ke kamar Raina.

"Na.. ayo makan dulu..! Nanti kamu sakit lagi." Bu Ana

"Aku belum lapar mah." Raina

"Kamu sebenarnya kenapa?." Bu Ana

"Aku gapapa mah." Raina mencoba menyembunyikan masalahnya yang berat.

Selain fitnah yang berat, perlakuan Raihan juga membuat Wanita itu benar-benar terpuruk.

Lalu pada siapa lagi aku harus percaya? Apa semua laki-laki itu sama? Kasar, egois, selalu menyakiti hati, lalu kapan aku bahagia? Pikir Raina

Dia menarik selimutnya, dia mencoba memejamkan matanya, agar dia bisa melupakan sejenak masalah dan kesedihannya.

Bu Ana juga membiarkan anaknya itu istirahat, dia keluar dari kamarnya, menyimpan makanan itu di meja yang berada di sudut kamar.

Tiba-tiba ponselnya berdering, memperlihatkan ada telepon masuk namun nomornya tidak dikenal, Raina mengabaikan panggilan itu, namun karena terus saja berdering dia terpaksa mengangkat telepon itu.

"Hallo, siapa?." Raina

"Apa kamu sedang bersedih karena mendapatkan fitnah dariku? Hahaha… nikmatilah..! Itu akibat dari perbuatanmu yang berani menggoda suamiku." 

Tutt…

Telepon itu ditutup secara sepihak, membuat Raina kesal dan marah, dia kini tahu siapa dalang dari semua kejadian ini.

Dia melempar bantal yang ada di dekatnya dengan sangat keras ke sembarang arah.

"Imelda….." Teriak Raina

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!