Kedatangan Ibu Dan Adik

Mela menghampiri majikannya itu, takut jika terjadi sesuatu padanya.

"Bu.. bu Raina kenapa?."

Wanita itu menoleh, saat melihat karyawannya ada disini, dan ternyata yang ia alami hanya sekedar mimpi buruk. Membuatnya sedikit lebih tenang.

"Saya gapapa , kamu bisa melanjutkan tidurmu, lagipula ini masih malam..!" Ucap Raina

Suara handphonenya seketika membuatnya terkejut,

"Astagfirullah.. bikin kaget saja." Ucap Raina, mengambil handphonenya lalu membaca pesan yang masuk.

Ternyata ibunya lah yang menghubunginya, memberitahu lewat pesan jika dia akan datang terlambat, dia juga datang bersama adiknya karena kebetulan sekolah sedang libur.

Ternyata dari ibu, gapapa lah yang penting besok ibu sudah ada disini, menemaniku, aku masih belum bisa melupakan kejadian tadi sore. Batinnya

Dia ingin mencoba melanjutkan tidurnya, namun matanya tidak mau terpejam. Dia selalu merasa jika ada orang yang memperhatikannya.

Wanita itu hanya berharap hari bisa segera berganti, matahari muncul menyinari bumi, dan ibunya segera datang kemari.

Tok

Tok

Tok

"Assalamu'alaikum…"

"Wa'alaikumsalam, ibu…" Raina langsung memeluk ibunya, dia begitu merindukan ibunya.

Mereka masuk dan duduk di ruang tamu.

"Matamu sampai bengkak begitu, kenapa?" Tanya Bu Ana.

"Iya bu, semalam aku tak bisa tidur, aku juga menangis karena takut."

"Lehermu? Pakai plester?."

"Iya bu, sore itu para penjahat menodongkan pisau di leherku, hanya luka kecil sih bu, tapi rasa takutku masih terasa."

"Gapapa sayang itu sudah berlalu, kamu gak usah kerja dulu ya..!"

"Iya , kakak gak usah kerja, nanti farhan temenin kakak seharian di rumah."

"Hehehe.. makasih adik kakak yang baik." Ucap Raina sambil tersenyum. Sebenarnya dia ingin mencubit pipi adiknya itu, namun karena sudah besar Farhan selalu marah jika diperlakukan layaknya anak kecil.

Padahal di mata Raina dia tetaplah anak kecil.

Bu Ana mempersiapkan makan siang untuk anak-anaknya, Raina bukannya tidak mau membantu hanya saja dia tidak ingin melihat dna menyentuh pisau, dia masih mengingat jelas kejadian kemarin.

Mela sudah diizinkan pulang karena kini ada yang menemaninya di rumah.

Raina teringat sesuatu, lalu dia menghubungi Raihan, dia meminta izin pada Bos nya itu untuk tidak masuk kerja, selama beberapa hari kedepan, dia juga berniat pergi ke dokter bersama ibu nya.

Raihan sempat menanyakan alasan detail kenapa wanita itu tidak masuk kerja.

"Sebenarnya kamu kenapa tidak masuk kerja Na? Bukannya kemarin kamu baik-baik saja?."

"Hmm.. nanti aku ceritain ya mas, paling nanti siang aku mau ke dokter, badanku juga sedikit demam."

"Baiklah, cepet sembuh ya..!"

"Makasih Mas.."

Raina segera menutup telepon itu karena kini telah siap makan siang spesial buatan ibunya itu.

"Bau nya harum bu, menggoda deh, masakan ibu selalu enak." Puji Raina.

"Kamu bisa aja, ayo kita makan, mumpung masih pada anget nih. Hehe." Ucap Bu Ana.

Mereka makan bertiga, Raina merasa jika hari ini ada kehangatan menyelimutinya melihat ibu dan Farhan ada di rumah, menemaninya.

Meski suasana hatinya masih terguncang dengan kejadian kemarin, namun dia masih bersyukur karena tidak terluka parah, dia juga bersyukur masih ada orang yang peduli padanya.

Siang itu Raina pergi untuk memeriksakan dirinya, diantar oleh Bu Ana, sementara Farhan menunggu di rumah.

Setelah pulang Raina langsung makan, minum obat dan beristirahat, dia tertidur karena efek obat itu.

Tok

Tok

Tok

Bu Ana membuka pintunya.

Deg

Bu Ana terkejut melihat laki-laki yang datang sampai Bu Ana melangkahkan kakinya mundur satu langkah.

"Rainanya ada bu?." Tanya Raihan

"Ada dialam, dia sedang beristirahat."

"Oh begitu ya, saya hanya ingin menjenguk karyawanku saja, dan menanyakan alasan pasti kenapa dia tidak masuk kerja hari ini."

"Masuklah…!" Ucap Bu Ana

Raihan dipersilahkan duduk, lalu bu Ana pergi ke dapur untuk menyiapkan minuman.

Sementara Raihan matanya melihat sekeliling rumah.

Rumah yang nyaman. Batinnya.

Tak lama datanglah Bu Ana dengan minumannya, bu Ana menceritakan semua kejadian yang terjadi pada Raina, berharap Bos anaknya ini memahami keadaan yang menimpa Raina.

"Oh jadi begitu kejadiannya, saya mengerti, saya akan memberi Raina libur untuk beberapa hari."

"Terimakasih nak Raihan, dan ibu juga berharap kamu tidak melampaui batasanmu, ibu tidak mau jika Raina mendapatkan penilaian buruk dari orang-orang."

Raihan tersenyum, dan menganggukan kepalanya.

Lelaki itu pamit pulang, memberikan beberapa buah-buahan untuk diberikan pada Raina yang sedang sakit.

Sepanjang jalan Raihan terus saja memikirkan perkataan Bu Ana yang secara tidak langsung menyuruhnya menjauhi Raina.

Ya.. sejak dulu memang hubungannya tidak mendapatkan restu dari kedua orang tua belah pihak, apalagi sekarang statusnya yang masih beristri.

Sebenarnya keluarga Raina awalnya menyetujui hubungan mereka, namun saat mendapatkan hinaan dari Bu Lisa, membuat mereka juga enggan berbesanan dengan wanita itu.

Raihan akhirnya pulang, melihat ibu nya yang masih bersedih, lelaki itu terus berusaha menghibur ibunya.

"Bagaimana nasib ibu sekarang Han? Ibu juga merasa bersalah pada papamu, ibu menyesal meninggalkannya kala itu..hiks.." Ucap Bu lisa dengan tangisannya.

"Sudah bu, ini memang takdir dari maha kuasa kita harus sabar dan ikhlas menghadapinya, lebih baik kita sholat berjama'ah dan berdo'a untuk papah." Ucap Raihan

Sementara Imelda yang mendengarkan percakapan antara mereka, sama sekali tidak peduli.

Kalian tidak akan pernah menyangka jika akulah yang melenyapkan papa Bram. Haha pikir Imelda

Bu Lisa pun menuruti perkataan anaknya itu, memang berdo'a lebih berguna daripada menangis.

Saat melihat menantu wanita di dekat tangga, dia pun memanggilnya untuk sholat berjamaah.

Mau tidak mau Imelda harus ikut serta, dia juga menampilkan wajah sedihnya itu.

***

Raina tertidur dengan keringat yang bercucuran, dia bahkan mengigau lagi, membuat Bu Ana khawatir dan langsung mengguncang-guncangkan tubuh anaknya itu supaya mau bangun.

"Raina.. bangun nak..! Bangun..!"

"Kakak kenapa bu?." Tanya Farhan

"Sepertinya mimpi buruk Han, tubuhnya juga demam tinggi, ambil kompresan nak..!."

"Baik bu.." Ucap Farhan, dia segera berlari mencari apa yang dibutuhkan.

Raina terbangun, benar saja dia masih mimpi buruk, dengan mimpi yang sama, Bu Ana merawat anaknya itu dengan telaten.

Saat Bu Ana pergi untuk membuat bubur di dapur, Raina merasa dia perlu menghubungi Raihan saat ini, dia perlu mendengar suara laki-laki itu untuk menguatkannya, untuk menenangkan hatinya.

Dia mengambil handphonenya dan memberanikan diri menelepon lelaki itu.

"Halo.. siapa kau? Berani-beraninya menelpon suami orang tengah malam begini hah!" 

Raina langsung menutup telepon itu setelah mendengar jika bukan lelakinya yang menjawab telepon itu.

Pasti itu Imelda, tidak apa, aku akan membuatnya merasa kesal, curiga, dan merasa tak tenang. pikir Raina

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!