Rio masih belum menyerah, terutama ketika tahu aku agak demam setelah kehujanan kemarin.
Rio : “Coba kamu mau ikut aku, naik mobilku, pasti kamu gak akan sakit begini.”
Joya : “Rio, udah dech aku gak mau dengar lagi, lebih baik kamu cari perempuan lain, masih banyak yang suka sama kamu. Contohnya... Meta.”
Rio tertawa.
Rio : “Meta? Kenapa dia? Kenapa gak kamu.”
Aku mulai kesal dengan tingkah Rio, benar-benar keras kepala. Bos Rio, manager keuangan datang mencarinya,
Manager keuangan : “Rio, kemana saja kamu, dari tadi saya telpon gak ada. Ayo, kita ada meeting.”
Aku bernafas lega dan melanjutkan pekerjaanku kembali.
Setelah makan siang dan rumpi siang, aku duduk lagi di mejaku. Aku menyelesaikan pekerjaanku yang menumpuk karena gangguan Rio. Tahu-tahu Rio datang lagi membawa beberapa map.
Rio : “Ini budget operasional sampai akhir tahun, nanti pulang bareng yuk.”
Aku mengambil map dan kembali bekerja tanpa mempedulikan Rio. Aku gak mau gara-gara pekerjaan ini, aku lembur dan terlambat pulang.
----------
Hari pernikahan Boy dan aku sudah ditetapkan, Nyonya Besar tersenyum senang. Kini keluarga mereka membahas mengenai hiasan dan kamar pengantin.
Aku hanya mendengarkan sambil sesekali mengangguk. Boy yang duduk di sampingku mulai bosan, ia menyandar ke sofa dan mulai menarik-narik ujung bajuku.
Aku memukul tangannya, tapi Boy menggenggam tanganku, aku mencoba melepasnya, sambil tetap bersikap biasa.
Ny. Lastri : “Ibu, mereka kan sebentar lagi akan menikah, sebaiknya Joya pindah saja ke kamar Boy. Bagaimana bu?”
Aku terkejut mendengar ucapan kakak Boy, sementara Boy tersenyum sekilas. Tangannya kembali usil mencolek bagian belakang tubuhku.
Nyonya Besar menatapku yang tersenyum sambil menggeleng pelan.
Ny. Besar : “Kalau Joya mau, kenapa tidak. Bagaimana Joya?”
Mati aku, dengan sangat terpaksa aku mengangguk.
Ny. Lastri : “Nah, Joya setuju, berarti Ijah gak sia-sia memindahkan isi lemari Joya sekarang ke kamar Boy.”
Aku memejamkan mata, benar-benar mati aku.
Sementara Boy mulai mengelus-elus pinggangku, aku menangkap tangan Boy dibelakang punggungku dan
menggenggamnya, lebih tepatnya menggenggam dengan keras.
Boy : “Ternyata kamu bisa galak juga ya.”
Boy berbisik di telingaku,
Joya : “Tuan gak bisa gak usil disaat sekarang, saya gak bisa konsentrasi.”
Boy mendekatkan hidungnya ke pundakku.
Boy : “Suka-suka aku dong, aroma tubuhmu menggodaku.”
Aku gak nyadar kalau seluruh peserta rapat sedang memandang kami saat itu. Bibir Boy sudah menempel di rambutku, aku masih mencoba menghindar, tapi gak bisa berbuat banyak.
Ny. Besar : “Ehhemm...!”
Aku terkejut dan memandang semua orang disana. Saudara perempuan Boy tampak tersenyum malu,
sementara saudara laki-lakinya menggelengkan kepala, Nyonya Besar ikutan senyum-senyum.
Ny. Besar : “Kalian ini, belum jadi suami istri sudah mesra begitu.”
Mereka tertawa bersama. Boy bangkit dan menarikku pergi dari sana.
Joya : “Tuan Boy.... Permisi, Nyonya, Tuan.”
Ny. Besar : “Tunggu! Kalian mau kemana?”
Boy menoleh,
Boy : “Ibu lanjutkan saja, Joya pasti akan setuju dengan semuanya, kami mau ke kamar dulu.”
Belum sampai di kamar, aku menarik Boy ke sudut ruangan.
Joya : “Tuan, saya masih ada pekerjaan. Lagipula Nyonya Besar meminta saya membantu membuat kue di dapur.”
Aku terus ngoceh tanpa sadar kalau kami sudah sangat dekat. Tiba-tiba aku merasakan tangan Boy meraba punggungku. Refleks aku mendorong tubuhnya. Tapi Boy tak mau melepaskan aku.
Joya : “Tuan...”
Aku mulai frustasi karena terdengar suara saudara-saudara Boy yang mendekat. Jarak kami sangat dekat sampai aku bisa merasakan hembusan nafas Boy dipipiku.
Semakin aku meronta, semakin Boy mempererat pelukannya.
Saudara-saudara Boy berdiri di samping kami. Mereka tak tahu kami disana karena terhalang tirai. Aku sama sekali tak bergerak, takut kepergok.
Hal ini membuat Boy semakin bebas menyentuhku. Setelah mereka pergi, aku bernafas lega.
Joya : “Tuan, saya harus ke dapur.”
Boy mendadak melepaskan aku, aku segera balik badan hampir berlari.
Boy: “Aku tunggu nanti malam di kamar 'kita' ya.”
Aku menengok ke belakang dan menggeleng malu.
-------
Sekembalinya ke dapur, aku mengaduk telur sambil sesekali tersenyum, dibajuku tercium wangi parfum Boy yang menempel. Terbayang kejadian di ruang keluarga tadi, saat Boy mencium rambutku. Aku melamun sambil senyam-senyum sendiri. Bahkan gak sadar kalau bibi pembantu sudah mengambil kocokan telur dari tanganku.
Bibi pembantu : “Joya, telurnya udah?”
Aku kaget dan langsung melihat ke bawah. Loh kok? Di depanku sudah ada Nyonya Besar dan saudara perempuan Boy.
Ny. Lastri : “Bu, coba lihat belum jadi pengantin udah suka melamun. Apalagi kalo sudah lewat malam pertama nanti? Bisa-bisa sarapan kita gosong.”
Wajahku terasa panas.
Joya : “Maaf, Nyonya.” Mereka menggodaku seharian itu.
Setelah masuk makan malam, aku ingin mandi.
Bibi pembantu : “Joya, mau kemana?” Bibi pembantu memanggilku yang berjalan ke arah kamarku.
Joya : “Mau mandi dulu, bibi. Gerah sekali.”
Bibi pembantu mengatakan kalau barang-barangku sudah dipindahkan semua ke kamar Boy.
Joya : “Jadi saya mandi disana, bi?” Melihat bibi pembantu mengangguk, aku langsung lemas.
Akhirnya aku berjalan ke kamar Boy. Tok, tok, tok...
Joya : “Permisi, Tuan.”
Aku membuka pintu kamarnya dan mendapati kamar itu kosong. Aku membuka lemari baju satu persatu mencari bajuku yang ternyata di lemari paling ujung. Setelah mengambil baju ganti dan handuk, aku masuk ke kamar mandi Boy.
Kulihat perlengkapan mandiku sudah tersusun rapi di samping perlengkapan mandi Boy. Aku menggosok gigi dulu, lalu mulai membuka pakaianku satu persatu. Setelah masuk ke box shower, aku menghidupkan kran air dingin dan mengambil sabun.
Sambil bersenandung, aku membersihkan tubuhku. Tanpa sadar seseorang sudah ada di kamar mandi itu, sedang berendam di bathup. Setelah mengeringkan tubuhku dengan handuk, aku keluar dari boxshower dan berdiri di depan wastafel.
Disana aku mulai memakai pelembab tubuh dan wajah. Menyisir rambut dan mulai memakai pakaian dalamku.
Saat akan memakai bra, terdengar sesuatu dari arah bathup, seperti orang bersin tertahan. Aku mendekati bathup dengan tubuh berbalut handuk dan membuka tirainya. Boy tampak duduk di sana.
Joya : “Tuan! Saya... Tuan...”
Aku jadi gugup dan malu. Boy hendak bangkit dari bathup. Aku refleks memejamkan mata dan balik badan.
Boy : “Sebentar aku ambil handuk dulu ya.”
Saking terkejutnya aku masih bergeming di tempatku berdiri.
Boy : “Aku keluar sekarang.”
Boy sudah turun dari bathup. Tapi karena licin, ia tergelincir dan meraihku untuk berpegangan. Boy tak sengaja menarik handukku. Membuatku tertarik ke arahnya. Kami bertabrakan dan sebagian handukku terlepas.
Aku bisa merasakan dinginnya kulit Boy menyentuh punggungku saat ia memelukku. Nafasku mulai tersengal karena kaget. Aku sama sekali tak berani menatap Boy dan mencoba menarik handukku lagi.
Kurasakan tangan Boy menyentuh ujung handukku. Ia melilitkan kembali handukku dan memegang tanganku.
Joya : “Joya, pakai bajumu dulu sana. Aku janji gak akan ngintip, sana.”
Kulihat Boy memejamkan matanya. Aku mengambil sisa pakaianku dan memakainya.
Joya : “Sudah, Tuan. Permisi.
-------
Terima kasih sudah membaca novel author dan dukungan untuk author.
Jangan lupa like, fav, komen, kritik dan saran para reader sangat ditunggu author.
Baca juga novel author yang lain dengan judul “Perempuan IDOL”, “Jebakan Cinta” dan “Duren Manis” dengan cerita yang gak kalah seru.
Please vote poin buat karya author ya...
Makasi banyak...
-------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Malika Putri
masak manggilx tuan trs
2021-07-19
0
Nur Manik
kok panggilannya msh sma sprti layaknya pembantu sma majikannya smentara hari pernikahan sdh ditentukan
2020-05-02
3
Maratuz Azzahra
coba pangilnya sayang atau mas pasti lebih mesra
2020-02-25
3