Suatu hari yang cerah di hari Minggu setelah aku ujian semester, Nyonya Besar memintaku untuk menemaninya ke suatu tempat.
Ny. Besar : “Joya sedang libur kan? Temani ibu, bawa beberapa pakaian ya, mungkin kita perlu menginap.”
Joya : “Baik, Nyonya Besar.”
Aku memasukkan beberapa baju ke dalam tas kecil, membawanya ke mobil bersama tas Nyonya Besar. Rupanya Boy juga ikut dengan kami, aku dan Nyonya Besar duduk di belakang, dan Boy duduk di depan bersama sopir.
Kami berangkat menuju sebuah villa keluarga di tepi pantai. Aku belum pernah kesana. Tempatnya lumayan tenang dan pemandangannya juga bagus. Aku mendapat kamar di samping kamar Boy, sedangkan Nyonya Besar memilih kamar yang agak jauh.
Nyonya Besar memintaku menyiapkan makan siang, sementara ia pergi dengan Boy. Aku menyelesaikan masakanku tepat waktu. Selesai mengatur meja makan, Nyonya Besar datang.
Ny. Besar : “Ayo, kita makan Joya. Setelah ini tolong antar makanan ke kamar Boy ya.”
Joya : “Baik Nyonya Besar.”
Kami makan sambil sesekali ngobrol. Setelah selesai makan, aku membawakan makanan untuk Boy di kamarnya.
Boy : “Permisi, Tuan. Saya bawakan makanan.”
Aku mendorong pintu yang tidak terkunci, meletakkan nampan diatas meja, melihat sekeliling kamar yang sudah berantakan. Kupunguti baju-baju yang berserakan, merapikan bantal-bantal di sofa, merapikan tempat tidur.
Saat itu, pintu kamar mandi terbuka. Boy keluar hanya memakai boxer. Aku menoleh sejenak dan langsung balik badan.
Joya : “Tuan, saya mengantarkan makan siang. Permisi.”
Ketika akan membuka pintu, ternyata terkunci. Tok, tok, tok...
Joya : “Halo! Ada orang disana? Tolong buka pintunya.”
Aku mencoba lagi membuka pintu itu tapi tidak bisa juga.
Boy menghabiskan makan siangnya, sementara aku berdiri di dekat pintu, tidak tahu harus melakukan apa.
Boy : “Duduk. Ngapain kamu berdiri terus.”
Aku sama sekali tidak berani menatapnya.
Joya : “Tuan, bisa tolong buka pintunya. Saya masih banyak pekerjaan.”
Boy bangkit dari kursinya, aku semakin menunduk.
Boy : “Bukan aku yang ngunci, mana bisa kubuka. Kenapa kamu nunduk terus.”
Joya : “Itu karena Tuan belum pakai pakaian lengkap, saya merasa gak enak.”
Boy malah duduk di sampingku, membuatku bangkit menjauh.
Joya : “Tuan...”
Boy berdiri, berjalan mendekatiku dan aku mulai berjalan mundur. Tanganku menyentuh handle pintu dan mencoba membukanya, tapi tetap terkunci. Aku benar-benar bingung harus kemana dan terus berjalan mundur, menghindari Boy. Sampai aku terpojok di sudut tempat tidur Boy.
Joya : “Tuan, stop!”
Aku terpaksa menahan Boy yang terus mendekat. Terasa lekuk dadanya yang berotot. Aku tak tahan menyentuh tubuh Boy lama-lama. Tapi saat aku menarik tanganku, Boy menyudutkanku ke dinding.
Jantungku berdebar gak karuan saat Boy mengangkat daguku. Mata kami bertemu dan ia mencium pipiku. Aku bukan tidak menikmatinya, tapi aku masih sadar dengan statusku. Aku akui kalau aku sudah jatuh cinta pada Boy.
Boy menahan tanganku yang terus mendorongnya. Ciumannya pindah ke leherku. Sensasi yang kurasakan,
mengalahkan akal sehatku sejenak. Kurasakan genggaman tangan Boy melemah, aku segera mendorongnya. Boy menatapku yang tersengal sambil mengancingkan kembali kemejaku yang hampir lepas semua.
Joya : “Saya mohon jangan lakukan ini, Tuan.”
Boy masuk ke kamar mandi lagi, sementara aku terduduk lemas mencoba menenangkan jantungku. Saat itu kusadari kancing atas kemejaku lepas. Ketika kudengar ada suara di balik pintu, aku segera menggedornya.
Joya : “Tolong buka pintunya. Tolong...!”
Klik! Pintu terbuka, tampak Nyonya Besar berdiri disana.
Joya : “Nyonya Besar...”
Aku menunduk mencoba membenahi bajuku. Boy keluar lagi dari kamar mandi, masih pakai boxer. Kami bertiga saling menatap, sebelum akhirnya aku berlari keluar dari kamar Boy menuju kamarku.
Nyonya Besar menyusulku ke kamar,
Ny. Besar : “Joya kau baik-baik saja? Boy tidak menyakitimu kan?”
Aku menggeleng sambil tetap memegang kemeja atasku. Nyonya Besar menyentuh lenganku, membuatku kaget dan semakin gemetar.
Ny. Besar : “Boy menyakitimu kan? Bagian mana yang sakit, Joya?”
Aku bahkan tidak tahu bagian tubuhku yang disakiti Boy. Dia sudah menyentuh hampir seluruh tubuhku. Nyonya Besar menyuruhku duduk.
Ny. Besar : “Joya, Boy memang pernah meminta ijin untuk mendekatimu. Tapi ibu juga bilang jangan sampai menyakiti dan membuat kamu sedih. Maafkan ibu ya, nak.”
Aku menggeleng.
Joya : “Saya... saya baik-baik saja, Nyonya Besar. Hanya saja, saya masih kuliah, saya masih ingin bekerja, menghasilkan uang untuk bisa mandiri.”
Aku melepaskan tanganku dari kemejaku, Nyonya Besar bisa melihat tanda merah di leherku.
Ny. Besar : “Joya, jujur ya. Apa kamu mencintai Boy?”
Aku menarik nafas,
Joya : “Iya, Nyonya Besar. Saya jatuh cinta pada Tuan Boy. Tapi saya masih menyadari status saya
hanya anak pembantu, Nyonya Besar.”
Air mataku menetes perlahan.
Joya : “Saya sadar kalau saya masih punya tujuan lain yang lebih penting dari jatuh cinta. Saya harus lulus kuliah dan bekerja, Nyonya Besar.”
Nyonya Besar mengusap air mataku.
Ny. Besar : “Joya, usiamu saat ini sudah cukup matang untuk menikah, begitu pula dengan Boy. Tak bisakah kalian menikah dulu, setelah itu lanjutkan kuliahmu dan bekerjalah. Ibu tidak akan keberatan.”
Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menolak permintaan Nyonya Besar.
Joya : “Saya benar-benar tidak bisa melakukan itu, Nyonya Besar. Saya tidak bisa membiarkan status saya menjadi kekecewaan Nyonya karena menerima seorang pembantu menjadi menantu.”
Nyonya Besar masih berusaha membujukku.
Joya : “Saya tidak akan kuat mendengar orang-orang membicarakan tentang saya yang tidak tahu diri, Nyonya. Sebelum saya menyandang gelar sarjana dan bekerja, saya tidak bisa menikah. Saya janji tidak akan menolak jika Nyonya meminta saya menikah dengan siapa pun setelah itu. Saya mohon, Nyonya.”
Aku sudah berlutut di depan Nyonya Besar, memohon pengertiannya. Nyonya Besar menyuruhku bangkit.
Ny. Besar : “Sudahlah Joya, ibu tidak mau memaksamu lagi. Ini hidupmu sendiri, lakukanlah yang menurutmu benar.”
Aku menunduk memohon maaf dan sangat berterima kasih atas pengertian Nyonya Besar. Boy mendengarkan semuanya dari balik pintu, ia menggeleng kecewa dan masuk lagi ke kamarnya.
Boy langsung kembali ke kota tanpa menunggu Joya dan Nyonya Besar, ia kembali tinggal di apartment pribadinya dan kembali tenggelam dalam kesibukannya di kantor.
Sesekali Joya masih bisa bertemu dengan Boy ketika keluarga mereka berkumpul di rumah Nyonya Besar, tapi Boy sama sekali tak melihat ataupun bicara padanya.
Joya memaklumi semuanya setelah penolakan Joya terhadap Boy. Joy berusaha menyelesaikan kuliahnya dengan cepat, sebelum tahun depan. Semua usaha dan kerja keras Joya membuatnya tetap tidak bisa melupakan Boy. Padahal dalam hatinya menyimpan kerinduan yang sangat besar untuk Boy.
-------
Terima kasih sudah membaca novel author dan dukungan untuk author.
Jangan lupa like, fav, komen, kritik dan saran para reader sangat ditunggu author.
Baca juga novel author yang lain dengan judul “Perempuan IDOL”, “Jebakan Cinta” dan “Duren Manis” dengan cerita yang gak kalah seru.
Please vote poin buat karya author ya...
Makasi banyak...
-------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Radin Zakiyah Musbich
up yg banyak kak... ❤️❤️❤️
ijin promo 😀
jgn lupa mampir di novel dg judul "AMBIVALENSI LOVE" 🎉🎉🎉
kisah cinta beda agama 🍦🍦🍦
jgn lupa tinggalkan jejak ya 🍦🍦🍦
2020-10-18
0
Dian mom vano
prinsip joya bagus supaya pantas bersanding sama boy... sabar donk boy
2020-05-20
3
Adzania Adza
setahun jg sebentar boy tunggu aj ...prinsip joya bagus
2020-02-19
2