Aku kembali ke ruang makan dari kamar Boy, melanjutkan membereskan piring kotor yang tersisa di meja makan dan mulai mencuci piring.
Bibi pembantu : “Joya, makanlah dulu. Biar bibi yang mencuci piringnya.”
Aku tersenyum pada bibi pembantu.
Joya : “Sebentar bibi. Biar saya selesaikan dulu.”
---------
Usai mencuci piring, aku makan siang dengan cepat. Sore itu aku ada kuliah sebentar dan harus segera berangkat.
Setelah bersiap-siap, membawa tas dan memesan ojek online, aku berpamitan pada bibi pembantu karena Nyonya Besar sedang beristirahat di kamarnya.
Ojek online yang kupesan masih dalam perjalanan, sambil menunggu di depan gerbang, aku melihat ke arah rumah Nyonya Besar dan tanpa sengaja melihat ke arah kamar Boy. Tirainya sudah tertutup. Tapi kenapa aku merasa ada yang sedang mengawasiku ya?
Tin, tin. Ojek online yang kupesan sudah datang dan aku segera naik ke boncengan motor menuju kampus.
--------
Sekembalinya dari kampus, aku melihat bibi pembantu sedang dimarahi Boy.
Boy : “Bibi ini ngerti gak, saya maunya makan spageti, bukannya mie rebus!”
Joya melihat spageti diatas meja, sepertinya sedikit overcook.
Joya : “Maaf Tuan, biar saya yang buatkan spageti lagi. Tunggu sebentar.”
Boy melirikku dengan angkuh.
Boy : “Siapa kamu berani menyelaku. Selera makanku sudah hilang.”
Aku membungkuk sejenak,
Joya : “Saya Joya, Tuan. Tolong maafkan saya. Saya hanya ingin membuatkan makanan untuk Tuan.”
Boy berbalik dan pergi,
Boy : “Bawakan ke kamarku. Awas kalau salah lagi.”
Bibi pembantu tampak sedih melihat spagetinya teronggok diatas meja.
Joya : “Bibi jangan sedih, Joya masak dulu ya.”
---------
Aku meletakkan tas, segera membuatkan spageti dan membawanya ke kamar Boy.
Tok, tok, tok!
Joya : “Permisi Tuan. Ini spagetinya sudah jadi.”
Boy : “Masuk.”
Aku meletakkan piring spageti diatas meja kerja di dalam kamar itu, hampir berbalik untuk keluar tapi Boy menahanku.
Boy : “Tunggu disini, akan kucoba dulu, kalau tidak enak, bawa pergi dari sini dan jangan coba-coba menunjukkan wajahmu lagi di depanku.”
Aku cuma bisa menunduk. Beberapa detik kemudian,
Boy : “Ini, sudah habis, rasanya lumayan. Nanti malam buatkan lagi makanan ini.”
Aku sedikit bengong mendapati piring spageti sudah bersih kembali.
Joya : “Tuan, nanti malam Nyonya Besar meminta barberque di halaman belakang. Apa Tuan tidak ingin bergabung?”
Boy memandang tajam padaku.
Boy : “Jadi kamu menolak perintahku?”
Aku kembali menunduk.
Joya : “Maaf, Tuan. Bukan begitu maksud saya. Lebih baik Tuan bergabung bersama keluarga yang lain saat makan malam. Tapi saya tetap akan membuatkan spageti untuk Tuan. Permisi.“
Mata Boy mengikuti sosok Joya yang menjauh. Seulas senyuman menghiasi bibirnya.
Boy : “Pembantu itu bahkan bisa membuat spagetinya lebih enak dari buatan Ibu. Dia juga kuliah. Menarik sekali.”
--------
Boy mengingat saat ia memperhatikan Joya yang sedang menunggu sesuatu di gerbang dari balik jendela kamarnya.
Penampilannya sederhana, tapi kenapa bisa memberi kesan tersendiri setiap Boy memandangnya.
Selama ini wanita yang berusaha mendekatinya selalu bermake-up tebal dan berpakaian mahal. Tak jarang ada yang sangat agresif, menggunakan berbagai cara untuk mengejarnya. Tapi Joya seolah tidak tertarik padanya. Boy mulai penasaran.
---------
Malam hari saat makan malam, Boy hadir di halaman belakang. Hal itu membuat heran semua orang. Jarang sekali Boy mau bergabung makan dengan yang lain. Tapi tetap saja menunya lain sendiri.
Aku datang membawa sepiring spageti. Nyonya Besar melirik sejenak dan tersenyum.
Ny. Besar : “Joya, kemari. Tolong ambilkan minum ya.”
Joya : “Baik, Nyonya Besar.”
Aku berjalan mendekati meja minuman dan mengambil air putih untuk Nyonya Besar. Saat itu Boy memandangku yang berdiri di sebelah ibunya, dan sekali lagi piring spageti sudah licin dalam hitungan detik.
Nyonya Besar memintaku duduk di sampingnya. Ia menanyakan kuliahku hari ini. Aku bercerita dengan semangat, seperti biasanya.
Nyonya Besar memang selalu perhatian dengan kuliahku, hampir setiap malam Nyonya Besar memintaku menceritakan tentang hidupku. Aku gak sadar selama bercerita, Boy terus memandangku yang selalu tersenyum.
Ny. Besar : “Bagus kalau semua baik-baik saja. Bagaimana dengan uang kuliah dan bekalmu? Apa masih cukup?”
Setiap bulan Nyonya Besar mengirimkan uang ke rekening tabunganku untuk kupakai kuliah dan keperluanku, jumlahnya cukup besar sehingga aku bisa menabung dan kadang tidak perlu meminta uang tambahan kalau ada keperluan kuliah yang mendadak.
Joya : “Masih cukup, Nyonya Besar. Terima kasih.”
Ny. Besar : “Apa kau lupa kalau bulan ini ada kegiatan sosial di kampus? Berapa yang kau perlukan, Joya?”
Aku sudah memberikan uang sumbangan pada kampus sejak awal bulan, dan tidak mengatakannya pada Nyonya Besar. Aku tidak enak selalu meminta uang.
Joya : “Joya sudah membayarnya, Nyonya Besar. Tidak perlu di transfer lagi. Ngg… Joya ke meja makan dulu ya Nyonya Besar. Permisi.”
Aku harus menghindar dari Nyonya Besar atau aku akan dipaksa menyebutkan angkanya, aku segera kembali membantu bibi yang sibuk menyiapkan makan malam.
---------
Boy menyelesaikan makan malamnya dan hendak beranjak ke kamarnya lagi ketika dilihatnya Joya mencuci piring di dapur sambil menyanyi.
Boy : “Suaranya juga merdu, seperti ibu.”
Ia berdiri di samping lemari kaca dan tetap memperhatikan Joya. Tanpa disadari Boy, Nyonya Besar sudah berdiri di belakangnya. Nyonya Besar tersenyum memergoki Boy sedang mengintip Joya.
Ny. Besar : “Boy, sedang apa disini?”
Boy yang merasa kepergok, terlihat gugup. Nyonya Besar tahu kebiasaan anaknya kalau tertangkap sedang melakukan sesuatu yang nakal.
Ny. Besar : “Ayo, ikut ibu.”
Nyonya Besar mengajak Boy ke kamarnya. Sementara Joya sempat memperhatikan sekitarnya karena merasa ada seseorang dibelakangnya tapi tidak ada siapa-siapa.
---------
Boy duduk di kursi di dalam kamar ibunya.
Ny. Besar : “Nah, Boy. Bagaimana kabarmu? Lama sekali gak pulang-pulang. Pasti ada seorang gadis disana ya.”
Boy tersenyum.
Boy : “Ibu, aku sibuk mengurus bisnis kita disana. Mana sempat ngurusin cewek. Ibu cuma mau membahas ini?”
Nyonya Besar tertawa.
Ny. Besar : “Aduch, sampai lupa. Ibu mau tanya, sudah ketemu Joya kan? Gimana pendapatmu tentang dia?”
Boy menatap ibunya.
Boy : “Maksud ibu, pembantu itu? Gak penting lah, bu.”
Ny. Besar : “Tapi yang ibu lihat, sepertinya kalian sudah akrab. Bahkan kau sudah mencoba spageti buatannya. Enak kan?”
Boy bangkit dari kursinya.
Boy : “Gak penting, bu. Aku mau balik ke kamar. Mau tidur. Malam bu.”
Nyonya Besar menatap putra bungsunya dan tersenyum. Ia tau kalau ada sesuatu yang Boy sembunyikan.
----------
Boy masuk ke kamarnya, ia memutuskan tidur lebih cepat karena merasa tidak nyaman dan lelah. Lelah karena selalu mendapati pertanyaan yang sama setiap kumpul keluarga, kapan nikah? mana pacar?
Boy merasa mungkin sudah waktunya membuka hati, tapi apa dia punya waktu untuk pacaran? Apalagi sebuah pernikahan, wanita yang akan jadi istrinya harus bisa memahami ibunya.
Boy memejamkan matanya, bayangan Joya melintas di pikirannya.
-------
Terima kasih sudah membaca novel author dan dukungan untuk author.
Jangan lupa like, fav, komen, kritik dan saran para reader sangat ditunggu author.
Baca juga novel author yang lain dengan judul “Perempuan IDOL”, “Jebakan Cinta” dan “Duren Manis” dengan cerita yang gak kalah seru.
Please vote poin buat karya author ya...
Makasi banyak...
-------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Maminya Thania
penulisan berantakan,,povnya juga ngga beraturan tiba tiba udah jadi Aku (joya). Padahal ceritanya bagus,percakapannya juga di pisah pisah pake titik dua.hadeh.
2023-03-05
0
Iin
menarik
2021-05-21
0
Sept September
semangat
2020-09-10
0