Pagi harinya, aku sedang membersihkan dapur setelah membuat sarapan untuk semua orang. Hari ini mereka akan kembali ke aktifitas masing-masing.
Nyonya Besar punya 3 putra, 3 putri, serta 6 cucu. Semua anaknya sudah menikah kecuali Boy yang masih single. Kebanyakan dari mereka sudah dibuatkan rumah oleh Nyonya Besar, tapi kekeluargaan di rumah itu sangat erat, sehingga anak-anak Nyonya Besar lebih sering tinggal di rumah besar itu bersama menantu Nyonya Besar.
Nyonya Besar melambaikan tangan kepada anak dan cucunya. Satu persatu mobil-mobil yang berderet di garasi mulai berangkat, kecuali mobilnya Boy.
Ny. Besar : “Hmm, ini aneh. Biasanya dia yang paling pertama pergi ke kantor. Apa terjadi sesuatu? Joya, coba kau lihat Boy. Sudah bangun atau belum. Tumben sekali seperti ini.”
Joya : “Baik, Nyonya.”
Aku naik ke lantai 2 dan mengetuk kamarnya.
Joya : “Tuan Boy. Tuan...?”
Tidak ada jawaban dari dalam, perlahan aku membuka handle pintu, pintu kamarnya tidak dikunci.
Joya : “Permisi, Tuan. Saya masuk ya.”
Aku mendorong pintu lebih lebar dan melihat kamar dalam keadaan berantakan sekali. Ya ampun. Tampak Boy tergeletak di samping tempat tidurnya.
Joya : “Tuan Boy! Nyonya! Nyonya! Bibi! Bibi!.”
Aku berteriak memanggil semua orang, sebelum mendekati Boy. Aku membalik tubuh Boy, memegang dahinya dan merasakan tubuhnya panas sekali. Badannya sudah menggigil, dia tidak sadarkan diri.
Nyonya Besar, bibi pembantu dan sopir segera datang. Kami mengangkat Boy ke tempat tidurnya dan menyelimutinya.
Ny. Besar : “Joya, panggil dokter. Mbok, ambil kompres.”
Nyonya Besar memeriksa kondisi anaknya, sementara aku mengambil telpon dan menelpon dokter Risman, yang akan segera datang. Usai menelpon dokter Risman, aku segera menyiapkan baskom berisi air untuk mengompres kepala Boy.
20 menit kemudian, mobil dokter Risman memasuki halaman rumah Nyonya Besar. Ia segera masuk dan diantar ke kamar Boy. Dokter Risman segera melakukan pemeriksaan menyeluruh pada Boy.
Usai memeriksa Boy, dokter Risman mengatakan kalau Boy mungkin hanya kelelahan. Tapi untuk menjaga kemungkinan, Boy harus tes darah.
Ny. Besar : “Kalau memang diperlukan, lakukan saja dokter. Apa tidak sebaiknya kita bawa Boy ke rumah sakit?”
Nyonya Besar menatap Boy yang pucat,
dr. Risman : “Untuk saat ini saya akan menyuntik Boy dulu. Kalau panasnya sudah turun, beritahu saya, sambil kita tunggu hasil lab-nya. Secepatnya akan saya kabari. Kalau perlu ke rumah sakit, saya akan langsung kirim ambulance kesini.”
Boy : “Baik, dokter.”
Dokter Risman menelpon ke rumah sakit dan meminta petugas lab datang ke rumah Boy untuk mengambil sampel darah.
Petugas lab segera datang dan mengambil darah Boy. Suhu tubuhnya masi tinggi, belum juga turun meskipun dokter Risman sudah menyuntiknya tadi.
Setelah semua urusan dengan dokter selesai, aku mengantar dokter Risman ke mobilnya. Ketika akan kembali ke dapur untuk membantu memasak makan siang, Nyonya Besar memanggilku lagi.
Ny. Besar : “Joya, temani Boy sebentar ya dan tolong bersihkan kamarnya. Kenapa bisa berantakan begini.”
Aku hanya mengangguk. Segera aku membersihkan kamar Boy, mengaturnya seperti semula, sambil sesekali mengecek suhu tubuh Boy yang masi 40’C. Beberapa kali aku mengganti kompres di dahinya.
Setelah kamar Boy bersih kembali, aku melongok keluar kamar. Kok sepi sekali ya, celingak-celinguk sendiri. Tit, tit. Suara pesan singkat di HP-ku membuatku kaget. Ada pesan dari Nyonya Besar.
Ny. Besar : “Joya, ibu keluar sebentar sama mbok dan sopir. Tadi dokter Risman bilang kalau Boy cuma kelelahan saja. Tolong jaga Boy ya. Makan siangmu dan bubur untuk Boy sudah ada di meja makan.”
Aku membalas pesannya.
Joya : “Baik, Nyonya Besar. Untuk obatnya Tuan Boy bagaimana, Nyonya Besar?”
Ny. Besar : "Ibu sekalian nebus obat di apotek."
Joya : "Baik, Nyonya Besar."
Aku menatap Boy yang masih belum sadar.
Joya : “Kalau kutinggal ke dapur sebentar, sepertinya tidak apa-apa, kan.”
Sekali lagi aku memastikan suhu tubuh Boy sebelum pergi ke dapur. Aku berjalan dengan cepat menuruni tangga dan masuk ke dapur. Usai memanaskan bubur, aku kembali ke atas.
Boy sudah bangun, ia memegangi kepalanya, melepaskan kompres di dahinya.
Joya : “Tuan, bagaimana kondisinya? Ini saya bawakan bubur.”
Aku meletakkan nampan berisi bubur dan air putih di meja, mengambil kompres yang diletakkan Boy disamping bantalnya. Boy meminta air. Aku membantunya bangun dan minum.
Joya : “Tuan, makan bubur dulu ya.”
Boy diam saja ketika aku menyuapinya bubur. Ia terus saja memandangku. Membuat aku tersenyum dan menunduk beberapa kali. Baru setengah mangkok, Boy menolak makan lagi.
Boy : “Lidahku pahit. Mana ibu?”
Aku meletakkan mangkok dan mengambil air minum untuknya.
Joya : “Nyonya Besar keluar sebentar. Sepertinya mau ke apotek, Tuan. Tuan, sudah berkeringat. Boleh saya bantu lap?”
Aku melihat Boy mengangguk lemah. Segera kuambil handuk kecil, washlap dan baju ganti untuk Boy.
Sebenarnya aku agak canggung ketika mengatakan akan membantunya, tapi dipikiranku saat itu hanya ingin menjaga Boy seperti pesan dari Nyonya Besar. Aku membantunya membuka kaosnya, kemudian mengelap tubuhnya dengan washlap berisi air hangat.
Hatiku sedikit berdesir saat tanganku tanpa sengaja menyentuh langsung perutnya yang sixpack. Boy itu tampan, muda, dan hot banget. Kulitnya putih, tubuhnya tinggi tegap, dengan beberapa otot yang tampak menonjol di beberapa bagian tubuhnya.
Belum lagi kalau pakai kaos putih ketat, ugh tambah sexy. *****! Kenapa aku jadi mengkhayal yang tidak-tidak. Setelah mengeringkan tubuh Boy dengan handuk, aku membantunya lagi memakai kaos.
Joya : “Tuan, saya ukur suhunya dulu ya.”
Boy menurut saja ketika aku meletakkan termometer di ketiaknya.
Joya : “Masi 40’C. Kok belum turun juga ya. Sebentar ya, Tuan.”
Aku menelpon Nyonya Besar dan bilang kalau panasnya Boy belum turun juga. Nyonya Besar memberitahu kalau ada obat penurun panas di atas meja yang bisa diminum sementara.
Ny. Besar : “Berikan masing-masing satu dulu. Ibu sudah tanyakan ke dokter Risman tadi.”
Tanpa sadar aku mengangguk, padahal Nyonya Besar tidak bisa melihatku.
Joya : “Maaf, Nyonya. Tapi Nyonya masih lama keluarnya?”
Ny. Besar : “Sepertinya begitu. Kenapa Joya? Kamu ada kuliah?”
Joya : “Oh, tidak... saya cuma...”
Aku melirik Boy sebentar.
Ny. Besar : “Kalau gitu tolong jaga Boy sebentar ya. Ini penting sekali.”
Tut, tut, tut... Nyonya Besar sudah menutup telponnya. Aku mendekati meja dan mengambil obat Boy.
Joya : “Tuan, minum obat dulu ya. Nyonya Besar masi keluar agak lama.”
Setelah Boy minum obat, Boy mulai tertidur, aku bergegas mandi dan makan sedikit. Aku menghidupkan lampu di dalam dan luar rumah sambil melihat ke pos satpam. Tampak satpamnya sudah ganti ke shift malam. Aku mengantarkan kopi dan air panas.
Joya : “Pak, ini kopinya. Saya ke dalam dulu.”
Aku memasuki kamar Boy lagi. Tampak ia masih tidur. Akhirnya aku mengambil laptop dan mengerjakan tugasku di kamar Boy.
Seperti biasa, tugasku selesai jam 11 tepat. Aku menggeliat sebentar merenggangkan punggungku dan bangkit. Perlahan aku mendekati Boy dan menyelipkan termometer di ketiaknya. Suhu tubuhnya sudah
turun.
Aku mengambil handuk kecil dan mengelap dahinya yang berkeringat. Tiba-tiba tangan Boy mencengkeram lenganku. Belum sempat aku menahan, Boy menarikku dan langsung membalik tubuh kami. Kini aku ada dibawahnya, terjepit kaki dan tangannya.
Aku menatap matanya yang masih terpejam. Ketika Boy membuka mata, kami bertatapan.
Boy : “Ngapain kamu?!”
Joya : “Maaf, Tuan, Saya cuma mengelap keringat Tuan.”
Boy melihat handuk di tanganku. Brak! Pintu terbuka tiba-tiba..
Ny. Besar : “Boy?!”
Kami menatap Nyonya Besar yang berdiri di pintu bersama bibi pembantu. Boy segera melepas tanganku, dan aku cepat-cepat bangun, sambil menunduk.
Boy : “Ibu, Boy bisa jelaskan.”
Bibi pembantu masuk setelah melihat isyarat Nyonya Besar. Ia meletakkan mie goreng ayam di meja dan segera keluar kamar.
Joya : “Saya permisi, Nyonya.”
Aku yang ingin keluar, ditahan Nyonya.
Ny. Besar : “Joya, duduk dulu. Sudah makan?”
Joya : “Sudah, Nyonya Besar.”
Aku masih menunduk. Nyonya Besar mendorongku agar duduk di sofa kamar Boy sementara ia mendekati Boy.
Ny. Besar : “Sudah turun panasmu, Boy. Sudah makan? Mau makan mie itu?”
Boy : “Ibu, kejadiannya gak seperti yang ibu bayangkan. Tadi itu gak sengaja...”
Joya : “Iya, Nyonya. Gak sengaja.”
Aku keceplosan ngomong dan terdiam melihat mereka memandangku.
Ny. Besar : “Ibu gak masalah. Mau sengaja atau gak sengaja. Ibu cuma nanya, Boy mau makan?”
Boy menggeleng.
Ny. Besar : “Joya, tolong bawa ke dapur ya dan kamu bisa istirahat. Atau Boy mau ditemani Joya?”
Nyonya Besar melirik Boy yang malah menatapku. Aku terbelalak dan cepat-cepat berpamitan.
Joya : “Permisi, Nyonya. Tuan.”
Boy : “Tunggu!”
Boy menahan langkahku. Aku memandangnya dan Nyonya Besar.
Boy : “Laptopmu ketinggalan.”
Aku mengambilnya dan bergegas keluar kamar Boy.
..Boy pov..
Boy : “Ibu, aku benar-benar tidak sengaja tadi. Kenapa ibu lama sekali perginya?”
Nyonya Besar duduk di samping Boy,
Ny. Besar : “Memang kenapa? Kalau sengaja juga gak apa-apa. Apa Joya merawatmu dengan baik?”
Nyonya Besar menyentuh kaos Boy yang sudah bersih.
Boy : “Dia memang merawatku dengan baik. Tadi dia membantuku ganti baju.”
Ny. Besar : “Ibu harap kau bisa mempertimbangkan Joya untuk jadi pasanganmu. Jangan terburu-buru, kamu bisa mulai pelan-pelan untuk mengenalnya dulu. Sekarang istirahatlah dulu. Selamat malam, nak.”
Nyonya Besar keluar dari kamar, meninggalkan Boy yang mulai memikirkan Joya. Hatinya masih ragu karena status mereka, sekarang saja Joya tampak baik, tapi kalau berkaitan dengan status dan kedudukan, seseorang bisa berubah jadi tidak baik.
..Boy pov end..
-------
Terima kasih sudah membaca novel author dan dukungan untuk author.
Jangan lupa like, fav, komen, kritik dan saran para reader sangat ditunggu author.
Baca juga novel author yang lain dengan judul “Perempuan IDOL”, “Jebakan Cinta” dan “Duren Manis” dengan cerita yang gak kalah seru.
Please vote poin buat karya author ya...
Makasi banyak...
-------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 218 Episodes
Comments
Yane Kemal
Galau ni ye
2022-12-10
0
Sept September
semangat kakakkkk 🤗
2020-09-10
0
Ilham Rasya
hadir 😅💪💪💪
feedback
- pernikahanku 🙏
2020-08-31
0