Malam ini, Aya pasrah menjalani pekerjaan yang harus ia lakoni bersama Januar di hadapan para kerabat Galaksi. Menjadi kandidat ‘calon isteri palsu’ Januar. Bukan hal mudah bagi Aya yang nota bene gadis rumahan dengan hidup penuh kisah traumatis di masa lalu.
“Berbesar hatilah, Nona.” Sekretaris Gamma memberi dukungan saat menjemputnya dari pintu apartemen menuju ke mobil di mana Januar sudah menunggu. Aya mendengus pelan sebelum angkat bicara.
“Jadi ini maksud anda membuntuti saya selama ini?” tanyanya menantang mata Sekretaris Gamma yang mendadak terpana. “Anda membungkuk hormat kepadaku di mana-mana karena memang tujuan sebenarnya ingin menjebak. Berarti kejadian di panggung semalam itu akal-akalan An--"
“Anggap saja begitu, Nona.” Sekretaris Gamma memotong cepat. “Atasan saya membutuhkan Anda, dan saya bekerja untuknya,” tegasnya tak ingin dibantah. "Itu hak Anda untuk berpikir demikian." Kali ini dengan wajah yang lebih kaku dari sebelumnya. "Tapi sebaiknya jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan."
Aya terdiam memandang kesal wajah Gamma yang menurutnya sangat mirip dengan Januar Galaksi.
'Huh! Beda jasad satu kepala,' pikirnya dongkol.
Bahkan di dalam mobil pun, baik Gamma atau Januar sendiri, sama sekali tidak ada niat memandang apalagi sampai mengajaknya berbicara.
'Kembali ke mode batu," pikir Aya sinis. Dia pun memilih diam sembari menikmati laju kendaraan menembus pekat diawal malam.
Jamuan makan malam resmi dibuka di Hotel Gala. Hampir seluruh kerabat Galaksi hadir di acara tersebut. Januar menatap dingin wajah Aya saat mengulur lengan kepadanya untuk dirangkul.
"Bekerjalah dengan baik jika ingin segera bebas." Januar membisik datar saat jemari Aya lolos menangkup lengannya.
"Baik, Tuan." Begitu pun Aya tak mau kalah dengan pandangan permusuhan kepada pria kaku super galak itu.
Keduanya memasuki aula di bawah sorot tajam semua mata memandang. Ada yang tersenyum bahagia, serius, biasa-biasa saja, bahkan ada yang sinis. Semuanya tidak luput dari pantauan Tuan Permana.
"Mari tepuk tangan meriah untuk pasangan ini!" serunya selaku pria tertua dalam keluarga.
Dalam suasana serba mencekam, ada ketulusan yang ia baca dari bahasa tubuh cucu kakunya itu. Hanya saja ego membuatnya sulit menerima semua hal dengan hati.
“Perkenalkan, dia calon istriku. Namanya Aya Sofia.” Januar dengan gaya khas memperkenalkan wanitanya usai bertukar cincin di depan keluarga besar Galaksi dan juga Beryl Group. Ratu Ellen ada bersama saat itu.
Tentunya semua itu kebohongan yang sengaja ia cipta demi mendapat simpati dari sang kakek Dirga Permana yang tampak mengangguk percaya.
Hanya Nyonya Clara yang mendengus berkali-kali menahan amarah kian membludak.
“Mama, ini nggak benar, kan?” Ratu Ellen berucap dengan bibir bergetar. Lusia tampak menguatkan sang anak dengan mengelus pundaknya.
"Harusnya aku yang ada di sana, Ma. Bukan dia!" keluhnya dengan air mata yang siap lolos. Lusia mengangguk sedih.
"Nyatanya bukan," balas Clara yang baru datang mendekat.
"Melainkan seorang gadis pendatang baru yang entah dari planet mana Januar menemukannya." Tuan Beryl yang beridiri tidak jauh dari Ratu Ellen dan istrinya ikut berkomentar pedas. “Putriku tidak boleh terluka hanya kerena dia,” tambahnya dengan bola mata berapi-api.
Tuan Permana membuka forum perbincangan,
“Keluargaku sekalian! Aku mengundang kalian semua kemari malam ini, demi memenuhi niat cucu pertamaku yang ingin memperkenalkan wanita pilihan terbaiknya kepada kita semua. Maka sudah sepantasnya mendukung niat baik cucuku ini. Karena saat ini dia telah membuktikan kepada kita semua bahwa setiap ucapannya nyata dan soal hati, cucuku Januar Galaksi tidak main-main.”
“Hormat, Tuan Permana. Maaf, saya lancang telah memotong pembicaraan Anda.” Tuan Beryl tiba-tiba bersuara. “Anda mengatakan bahwa gadis itu adalah pilihan terbaik cucu Anda. Bagaimana bisa mengambil kesimpulan secepat itu, sedangkan selama ini, kita semua tidak pernah mengetahui realita gadis yang dimaksud,” tambahnya dengan nada tidak suka. Tuan Permana tersenyum kecil.
“Aku tidak menyalahkan pendapatmu, Tuan Beryl yang baik. Sudah sewajarnya Anda memberi penilaian demikian terhadap pilihan cucuku. Karena Anda memang mempunyai harapan tinggi untuk menjadikan putrimu sebagai menantu keluarga ini. Akan tetapi marilah kita melihat sisi kata hati. Apakah Putri Anda memiliki kecocokan suara hati dengan cucuku dalam hal menjadi pasangan selamanya? Sedangkan selama ini kita tahu bahwa mereka adalah sahabat dekat yang tak terpisahkan.”
“Hormat, Tuan Permana. Maaf saya lancang ikut berbicara.” Nyonya Lusia tidak sabar untuk tidak bersuara. “Ada baiknya kita tidak memihak berat sebelah. Walau bagaimana pun, hati wanita tidak bisa ditakar dengan apapun." Tuan Permana dengan bijaksana memberi ruang dan waktu kepada ibu dari wanita yang ditolak cucunya.
"Lanjutkan," ujarnya lantang dan berwibawa. Lusia memberi anggukan terima kasih.
"Kaum wanita yang mengandalkan rasa suci persahabatan, bisa berubah kapan saja menjadi cinta jika itu benar tulus dari hati. Putri kami memiliki hak besar untuk menentukan pilihan, dan jika pilihan itu jatuh kepada cucu Anda maka sudah sewajarnya karena mereka memiliki ikatan batin sejak dunia kecil mereka bermula."
"Sudahkah Anda bertanya kepada Putri kami, apa maunya dan apa harapannya? Sehingga Anda berkesimpulan secepat itu?"
"Kami sebagai orangtuanya merasa memiliki tanggung jawab besar terhadap perasaan sedih yang menimpa Putri kami. Sementara dia?" Telunjuk Nyonya Lusia mengarahkan ke Aya yang duduk berdampingan dengan Januar. "Hanyalah Gadis tumpang tenar di panggung semalam.” Perkataan terakhirnya mengundang riuh seisi Aula. Aya melirik singkat pada Januar. Namun, pemuda itu bergeming.
“Aku juga tidak menyalahkan pendapatmu, Nyonya Lusia yang baik. Sudah sewajarnya Anda sebagai seorang ibu memikirkan perasaan putri Anda. Akan tetapi, mari melihat sisi keputusan anak-anak kita. Januar mengambil keputusan, pun tentu dengan alasan kuat." Tuan Permana menjeda ucapan sedetik lalu memulai kembali.
"Ratu Ellen sebagai satu-satunya sahabat terbaik cucuku, pasti memiliki hati terbuka dalam mengikhlaskan pilihan sahabatnya sendiri, bukan? Begitu pun aku sebagai orangtua yang menginginkan kebahagiaan kedua belah pihak, harus jeli dalam hal mengambil keputusan ini," tutupnya dengan senyum semringah saat seluruh keluarga memberi tepuk tangan meriah.
Nyonya Clara memilih bungkam sembari memikir cara memisahkan putranya dengan gadis asing tak dikenal itu.
"Tunggu tanggal main!" gumamnya.
Baginya, menentang pembicaraan Tuan Permana, sama saja dengan membunuh ego dan mempermalukan diri sendiri di depan orang banyak. Ada baiknya berdiam diri sembari menyusun sebuah rencana besar.
Di balik meriah acara pertunangan putra sulungnya, Tuan Gala Dirga memandang kalem wajah Aya yang unik dan berani menganggapnya sebagai teman. Baginya, sorot sendu gadis itu amat meneduhkan. Bahkan pertama kali melihatnya di atas panggung hidrolik, ia merasa memiliki ikatan batin dengan Gadis itu di masa lampau, tapi … entahlah.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments